Perguruan Tinggi Harus Dorong Pemda Prioritaskan Permasalahan Perlindungan Anak

 

KEDIRI, menaramadinah.com-Ada banyak faktor mengapa kekerasan sering terjadi khususnya pada anak. Salah satunya, tindak kekerasan terhadap anak dilakukan oleh orang terdekat. “Tren yang terjadi saat ini adalah orang yang seharusnya melindungi anak justru menjadi pelaku kekerasan karena anak dianggap lemah dan dianggap sebagai properti,” ujar Komisioner Bidang Sosial dan Anak dalam Situasi Darurat Komisi Perlindungan Anak Indonesis (KPAI) Susianah Affandy dalam Kuliah Umum “ Perlindungan Perguruan Tinggi dalam Perlindungan anak” yang diselenggarakan di Aula Gedung E Universitas Islam Kadiri, Kediri, Rabu (18/12/2019).

Ia menambahkan, ini adalah tantangan bagi Fakultas Hukum Universitas Islam Kadiri untuk dapat mendorong pemerintah daerah agar memprioritaskan permasalahan perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan kemudian mengintegrasikan dalam kebijakan pembangunan dan mengimplemetasikannya ke dalam program – program pembangunan.

“Saat ini trend bergeser bahwa korban kekerasan seksual di Indonesia kini didominasi anak laki-laki. Dan dilakukan oleh orang-orang terdekat”tambahnya.

Sedangkan Dr. Hj. Emi Puasa Handayani, SH, MH. Dekan FH Uniska dalam kesempatan yang sama menjelaskan bahwa Aturan hukum kita ini ibarat mesin. Perkara kekerasan terhadap anak akan masuk kd Polisi lalu diproses sampai ada hasil.

Namun hasilnya belum mampu memulihkan kerugian dan penderitaan yang dialami korban.

“Solusinya adalah mediasi penal yaitu mempertemukan korban dan pelaku serta keluarganya”kata Mbak Emi begitu pangilan akrab yang juga seorang Advokad itu.

Sementara itu Sanusi, S. Pd. Direktur LSM Suar Indonesia menjelaskan bahwa penyelamatan bumi juga harus menyelamatkan orangnya. Perlindungan terhadap anak juga merupakan amal sodaqoh kita.

 

Menurut Sanusi, tidak ada anak yg bisa memilih. Tidak punya pilihan dari rahim siapa calon anak bersemayam. Bila boleh memilih, mereka tentu memilih lahir dari rahim seorang terhormat.

“Anak mengalami stikma dan diskriminasi sejak lahir ketika mereka lahir di komplek pelacuran” kata Sanusi. (Muji Harjita)