Kuliner, Potensi Soft Power Indonesia

 

Jember, 20 November 2019-menaramadinah.com-
Indonesia adalah negara yang memiliki kekayaan kuliner yang luar biasa mengingat setiap daerahnya memiliki kuliner khas. Keunggulan kuliner ini berpotensi menjadi sumber soft power dan penjaga kedaulatan budaya Indonesia. Pendapat ini disampaikan oleh Agus Trihartono, PhD., dosen Program Studi Hubungan Internasional FISIP saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul Gastrodiplomasi, Pilar Baru Soft Power Indonesiapada upacara Dies Reader dalam rangka Dies Natalis Universitas Jember ke 55 di Gedung Soetardjo (20/11).

Menurut Agus Trihartono, dalam kajian hubungan internasional keunggulan sebuah negara di peta dunia pada awalnya ditentukan oleh kekuatan militer dan ekonominya, dua hal yang disebut sebagai faktor hard power. Namun seiring perkembangan jaman, negara tanpa keunggulan militer dan ekonomi yang besar pun mampu tampil sebagai negara yang diperhitungkan di dunia. Mereka muncul karena kekuatan soft power, kemampuan memenangkan hati dan pikiran publik internasional dengan memakai budaya diantaranya dengan kuliner atau yang dikenal sebagai gastrodiplomasi. Dan Indonesia bisa jadi negara besar melalui kekayaan kuliner yang beragam yang dimilikinya, contohnya hanya untuk soto saja ada beragam soto mulai soto Lamongan hingga Coto Makassar, jelas Agus Trihartono.

Dosen yang alumnus Universitas Jember ini lantas membandingkan gastrodiplomasi yang dilakukan oleh negara-negara tetangga Indonesia seperti Thailand, Vietnam atau Jepang. Thailand dengan dukungan penuh pemerintahnya melalui Global Thai Program yang mendorong pendirian restoran khas Thailand di berbagai belahan dunia hingga masakan Tom Yam jadi populer. Thailand adalah contoh pengembangan gastrodiplomasi yang menitikberatkan pada peran pemerintah. Model keterlibatan negara ini juga dianut oleh Taiwan dengan Dumpling Diplomacy dan Peru dengan Cocina Peruana Campaign. Langkah berbeda dilakukan oleh Vietnam yang lebih bertumpu pada jaringan diaspora Vietnam pemilik restoran khas Vietnam dan Jepang yang mengandalkan chef lulusan sekolah masakan Jepang. Peran negara dalam pengembangan gastrodiplomasi di kedua negara tersebut relatif minim.

Lantas bagaimana dengan Indonesia ? Kesadaran menjadikan kuliner sebagai alat diplomasi sebenarnya sudah dimulai oleh presiden RI pertama, Ir. Soekarno yang memerintahkan dokumentasi kekayaan kuliner nusantara melalui penerbitan buku Mustika Rasa yang dirintis sejak tahun 1960. Lantas usaha ini baru diseriusi di era Presiden Joko Widodo yang mencanangkan empat pilar Diplomasi Indonesia yakni Diplomasi Kebudayaan, Diplomasi Olahraga, Diplomasi Film dan Diplomasi Makanan. Presiden menginginkan ada makanan Indonesia yang menjadi ikon nation brand. Dan sebenarnya kita sudah memiliki modal dengan ditetapkannya rendang sebagai makanan terenak di dunia versi CNN, ungkap dosen yang meraih gelar magister dan doktornya di Ritsumeikan University, Kyoto, Jepang ini.

Agus Trihartono kemudian merekomendasikan agar pentingnya promosi kuliner Indonesia dengan melibatkan semua aktor yang ada baik negara maupun non negara. Seperti Badan Ekonomi Kreatif, Kementerian Pariwisata, Kementerian Luar Negeri hingga Kementerian Perdagangan. Sementara aktor non negara yang bisa dilibatkan adalah Asosiasi Gastronomi Indonesia, organisasi diaspora Indonesia serta perguruan tinggi. Universitas Jember sendiri telah mengirimkan rekomendasi mengenai pengembangan gastrodiplomasi Indonesia kepada presiden RI. Universitas Jember juga satu-satunya perguruan tinggi yang memiliki pusat kajian Gastrodiplomasi di bawah Centre for Research in Social Sciences and Humanties, pungkas Agus Trihartono. (iim)

Universitas Jember mendapat kado istimewa di usianya yang ke 55 tahun. Kampus Tegalboto meraih ISO 37001 Sistem Manajemen Anti Penyuapan (SMAP). Pencapaian ini menjadikan Universitas Jember sebagai perguruan tinggi pertama di Indonesia yang menerapkan ISO 37001 SMAP dalam menjalankan roda organisasinya. Sertifikat ISO 37001 diserahkan langsung oleh Budi Tjahjono, Direktur Pemasaran PT. Mutu International sebagai lembaga pelaksana sertifikasi, didampingi Kristiati Andiyani, Kepala Bidang Pengembangan SDM Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian Badan Standarisasi Nasional (BSN), kepada Rektor Universitas Jember dalam upacara Dies Reader di Gedung Soetardjo (20/11).

Prestasi ini disambut bangga oleh Rektor Universitas Jember. Dalam sambutannya Moh. Hasan berharap ISO 37001 SMAP menjadi panduan bagi Universitas Jember dalam menjalankan amanah Tri Dharma Perguruan Tinggi. Universitas Jember bertekad mewujudkan Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih Melayani di ranah akademik serta non akademik, sebab sudah menjadi komitmen bersama yang tercantum dalam Rencana Strategis Universitas Jember. Dengan modal ISO 37001 SMAP dan ISO 9001:2008 Sistem Manajemen Mutu yang terlebih dulu diraih, Universitas Jember optimis bakal lebih maju lagi, ungkap Rektor Universitas Jember.

Modal lain menuju kemajuan ini lantas dijelaskan oleh Rektor Universitas Jember dalam pidato dies natalisnya. Pada bidang pendidikan, jumlah mahasiswa yang lulus tepat waktu makin membaik sehingga kini mencapai rata-rata 47,62 persen setiap kali wisuda. Kini Kampus Tegalboto telah meluluskan 103.288 sarjana dari berbagai strata semenjak berdiri pada 10 November 1964 lalu. Jika di tahun 2012 lalu hanya ada 6 program studi yang meraih akreditasi A, maka di tahun 2019 ini jumlahnya melonjak menjadi 32 program studi. Kini ada 103 program studi dari jenjang diploma, sarjana, magister, doktoral, dan profesi di Kampus Tegalboto.

Sementara di bidang penelitian, berdasarkan penilaian tahun 2019 dari Kemenristek-BRIN, Universitas Jember menempati posisi 21 dari semua PTN dan PTS yang ada di Indonesia. Di tahun 2019 ini saja ada 329 penelitian yang dilakukan peneliti Universitas Jember yang terdaftar dalam Science and Technologi Index atau SINTA. Salah satu penyebab meningkatnya penelitian karena adanya Kelompok Riset yang jumlahnya mencapai 300. Penelitian yang terhilirisasi pun makin banyak seperti tebu tahan kering, Mocaf dan kini yang terbaru varietas padi Golden Rice dan padi pulen, jelas Moh. Hasan.

Perbaikan juga dilakukan di bidang administrasi umum dan keuangan, tahun 2019 ini Universitas Jember mengelola dana sebesar 729 milyar rupiah yang hingga bulan November ini sudah terserap sebesar 76 persen. Keseriusan mengelola keuangan ini membuahkan hasil nyata dengan diraihnya predikat PTN Satuan Kerja dengan Laporan Keuangan Terbaik dan PTN Satuan Kerja pengelola keuangan terbaik kedua. Sarana dan prasarana pun bertambah, salah satunya dengan pembangunan 13 laboratorium dengan dukungan Islamic Development Bank.

Begitu pula di bidang pengabdian masyarakat, konsep Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematis yang dijalankan melalui Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) pun diakui keberhasilannya. Tak heran jika beberapa pemerintah daerah meminta kuota penempatan mahasiswa KKN Tematis di daerahnya. Kini kami hanya melayani penempatan mahasiswa KKN Tematis dari pemerintah daerah yang mau bekerjasama dan benar-benar serius mengembangkan daerahnya, ujar Moh. Hasan. Untuk diketahui, selain di Jember kini Universitas Jember memiliki kampus di Bondowoso, Lumajang dan Pasuruan. Bahkan Situbondo dan Probolinggo juga tertarik membuka kampus di daerahnya.

Dalam momen Dies Reader ini, Rektor Universitas Jember menerima dua kajian, yang pertama adalah Sustainibility Report Universitas Jember. Laporan yang menjelaskan komitmen Universitas Jember menjalankan Tri Dharma Perguruan Tinggi beserta dampaknya dalam bidang ekonomi, lingkungan, dan sosial bagi masyarakat yang mendukung pencapaian SDGs. Untuk diketahui hingga saat ini baru Universitas Indonesia dan Universitas Jember saja yang menerbitkan Sustainibility Report. Kedua adalah laporan Carbon Foot Print yang dikeluarkan oleh Tropical Natural Resources Conservation (T-NRC). Laporan ini menyediakan data oksigen dan karbondioksida yang dihasilkan oleh Universitas Jember.

Selain itu ada tiga inovasi baru dari Universitas Jember, yakni spesies anggrek Dendrobium unej-1 dan Dendrobium unej-2, varietas padi Golden Rice dan varietas padi pulen, serta layanan Sister for Student Next Generation yang makin memudahkan layanan akademis dan non akademis bagi mahasiswa. Untuk diketahui, orasi ilmiah dalam acara Dies Reader 2019 dibawakan oleh Agus Trihartono, PhD., dari Program Studi Hubungan Internasional dengan judul Gastrodiplomasi, Pilar Baru Soft Power Indonesia. (iim)