Cak Firman, Birokrat yang hobi nyangkruk lesehan

 

Oleh : Wahyu Cahyonegoro

Saya mengenal Cak Firman melalui media sosial. Pertama-kali saya mengikuti pemikiran-pemikirannya yang cerdas dan jernih di grup WA Indonesia Progress yang didirikan oleh Malika Dwi Ana. Saya juga pernah terlibat baku hantam dengan Cak Firman di dalam beberapa tema diskusi, yang kemungkinan membuat Cak Firman tertarik pada pemikiran-pemikiran saya. Tiba-tiba akun WA saya diseret oleh Cak Firman, dicemplungkan ke dalam sebuah grup WA bernama Majelis NUsantara. Grup gila, edan, kenthir.

Bagaikan Apotik Kimia Firma, Grup gila bikinan Cak Firman ini buka 24 Jam nonstop, dari subuh hingga subuh lagi dengan ratusan notifikasi. Kenapa saya sebut grup
gila, karena member grup tersebut bukan orang sembarangan, banyak tokoh nasional dari berbagai madzhab dan manhaj tergabung ke dalam grup tersebut dan mereka aktif berdiskusi di situ tanpa ada yang left, bahkan juga tidak pernah saling lapor polisi, padahal diskusinya sangat ekstrim.

Diantara tokoh nasional yang menjadi bintang diskusi di grup cak Firman tersebut antara lain Tengku Zulkarnaen, Alfian Tanjung, Ahmad Dani Prasetyo, Abdul Somad, Muhadjir Efendie, Muhammad Guntur Romli, Ulil Abshar Abdalla, Ziyyulhaq Syamsul Falahi Ponorogo, Emilia Renata si Ratu Syiah, Habib Abu Bakar Al-Habsyi dan lain-lain.

Ternyata Grup WA tersebut sengaja menghimpun para tokoh dan juru hujjah islam dari berbagai aliran (lintas sekte), seperti salafi wahabi, ikhwanul muslimin, NU dengan berbagai variannya, Syiah dengan berbagai variannya, Muhammadiyah, FPI, HTI, Jaringan Islam Liberal, Muslim kejawen abangan, lengkap sekali dari kelompok puritan hingga kelompok islam KTP (yang penting KTPnya islam).

Setelah akrab di berbagai grup WA, saya kemudian berteman di facebook, disitulah saya semakin mengenali sosok Firman Syah Ali alias Cak Firman. Pria ini ternyata seorang birokrat, tapi kegiatan yang selalu diposting ke Fb adalah ngopi-ngopi lesehan bersama teman-temannya sesama ahli ziarah kubur.

Akhirnya saya kenal di alam nyata dengan tokoh nyentrik ini. Dan sama persis dengan di media sosial, ternyata hobinya memang nongkrong di warung kopi sambil ngobrol ngalor-ngidul, mulai dari warung kopi elit yang terkenal dengan sebutan cafe hingga warung kopi grassroot yang terkenal dengan sebutan warkop atau warung giras. Cak Firman bisa ngopi dengan siapapun dan di mana saja, namun aktivitas ngopinya yang paling sering adalah dengan sesama sarkub.

Cak Firman sendiri bukan perokok sehingga ketika nongkrong di warung kopi, belum tentu kopi yang dia pesan, bisajadi dia hanya pesan sebotol air mineral, namun teman-teman ngopinya disuruh pesan apa saja sesukanya.

Saya menilai dia bukan passionnya jadi birokrat, dan ketika saya coba bertanya dia menjawab “betul sekali, saya jadi birokrat ini karena amanat dan keinginan orang tua, saya sendiri ingin hidup bebas nyangkruk sana nyangkruk sini sambil sesekali mengkritik penguasa”.

“kritik”, ya itu hobinya. Sejak usia SMP dia sudah aktif mengkritik penguasa, setelah kuliah diapun menjadi penggerak aksi mahasiswa dan kebetulan sekali sejarah menempatkannya di medan perjuangan yang ciamik, yaitu medan gerakan perlawanan terhadap orde baru atau lebih dikenal sebagai angkatan 98. Dia penggerak utama dikotanya, pimpinan utama, tidak takut mati.

Orasi-orasinya dalam melawan orde baru tajam sekali, sehingga dia sering menerima tekanan dan ancaman, pernah disekap, pernah dipentung, dipukul pakai popor senapan hingga giginya patah, pernah diputus rem sepeda motornya oleh orang tak dikenal hingga dia menabrak tembok gedung rektorat dikampusnya.

Kembali ke laptop, hobi nongkrong dan ngobrol di warung kopi bersama teman-teman sarkubnya ternyata punya landasan filosofis yang sangat kuat. Menurut Cak Firman, hanya di warung-warung kopi kita sebagai “bukan siapa-siapa” bisa mendengarkan langsung suara asli masyarakat tanpa ada unsur polesan politik sedikitpun. Ngobol ngalor ngidul apa adanya, blak-blakan, polos dan tulus. Cak Firman lebih senang mendengarkan langsung suara hati rakyat kecil di warung-warung kopi itu daripada mendengarkan aspirasi mereka melalui wakil-wakilnya di parlemen, sebab memang berbeda sekali antara suara asli mereka dengan suara mereka yang disampaikan oleh wakil-wakilnya di gedung parlemen.

Sarkub alias Sarjana Kuburan adalah teman ngopi abadi cak Firman. Kenapa disebut Sarjana Kuburan? itu bahasa parodi untuk menyebut kaum NU kultural yang hobi berkeliling ziarah kuburan waliyullah dari satu kota ke kota lainnya. Tentu saja komunitas ini selalu dibuli oleh kelompok revivalis islam yang sangat alergi ziarah kuburan. Karena teman ngopi cak Firman rata-rata sesama Sarkub, maka aktivitas ngopipun lebih sering di sekitaran makam para waliyullah. Disitu Cak Firman ketawa ngakak dengan koboi-koboi sarkub sampai pagi.

Apakah lantas tugas-tugasnya sebagai PNS terbengkalai? Cak Firman tetap rajin masuk kantor, melaksanakan tugas-tugas Dinas Luar dan sebagainya, namun di luar jam kantor, di warung-warung kopilah dia berada. Ini sangat anti mainstream, sebab sejauh yang saya kenal, PNS selain Cak Firman, begitu pulang kantor, sampai di rumah ya nyiram kebun, dengarkan musik, kumpul bersama keluarga, kemudian tidur tepat waktu untuk persiapan bangun pagi besok paginya. Cak Firman tidak seperti itu, pulang kantor ya nongkrong di warung kopi sampai dini hari, pulang, tidur sebentar, kemudian bangun untuk sholat subuh, memandikan anak-anaknya yang masih kecil, setelah itu mengantar anak-anaknya ke sekolah, lanjut mengantar isterinya ke kantor, dan dia sendiri lanjut ngantor sebagai PNS.

Jadi dia punya jam tidur singkat sekali, tidak 8 jam sebagaimana PNS lainnya. Butuh kondisi fisik ekstra untuk orang kurang tidur sebagaimana cak Firman. Saya melihat dia memang diberi kondisi fisik yang berbeda, dan ini hasil seleksi alam, saya sering ikuti medsosnya, sungguh sama sekali tidak kenal lelah, jam ini ada di kota ini, jam berikutnya sudah di kota lain yang jauh, jam berikutnya ngopi di kota lain dan seterusnya seperti itu. Saya pernah telepon dia langsung “urat capekmu sudah pedot ya bro?”, dia hanya ketawa.

Ya inilah salah satu bakal calon walikota kita, si jago ngopi, sahabat wong cilik. Kalau sedang ngopi tak satupun orang tau kalau dia birokrat, bahkan sering sekali pengunjung warkop pesan kopi ke dia, dia dikira penjaga warkop tersebut.

Cak Firman, kamu memang unik. Semoga sukses menjadi walikota surabaya dan aku akan memanggilmu sebagai walikota warkop atau walikota cangruk hahaha.