
Prof Mahmud Mustain, Guru Besar Teknik Kelautan ITS
Tidak hanya regulasi agama atau syariat saja yang kedodoran dalam membuat regulasi venomena baru, tetapi PBB pun kedodoran dalam hal ini seperti munculnya venomena Kecerdasan Buatan (Artifical Intelegence AI). PBB melalui seketaris jenderalnya baru merencanakan membuat pertemuan membuat aturan baru tentang kekhawatiran tergantikannya peran manusia oleh keberadaan AI (Antonio Gutterres, 2025). Artikel ini mengkritisi dampak yang dianggap positip dan negatif.
AI ini bisa disederhanakan seperti kalkulator, yaitu suatu alat untuk mempermudah pekerjaan. Kalkulator dibekali alat atau fungsi matematika untuk mengerjakan keperluan penghitungan matematika. Kecepatan pekerjaan sangat luar biasa cepatnya yakni sama dengan kecepatan cahaya dan sama juga dengan kecepatan arus/aliran listrik.
AI merupakan rangkaian tahapan kerja yang komplek atau rumit. Tingkat kerumitan AI seperti kemampuan kecerdasan manusia, sehingga disebut kecerdasan buatan. AI tidak lagi sesederhana kecerdasan kalkulator yang terbatas hanya untuk menghitung. Tetapi AI bisa dibekali kemampuan untuk; membaca, menyebut nama, mendefinisikan, mendiskripsi, menganalisis, mengevaluasi, membuat kebijakan, dan beraksi.
Menerima masukan seperti membaca dan bentuk perintah yang lainnya sebagai input. Kemudian proses pengerjaan sesuai urutan pekerjaan yang diinginkan. Terakhir mengeluarkan hasil sebagai keluaran atau output. Semua kemampuan ini bisa AI lakukan dalam waktu yang cepat secepat kecepatan cahaya.
Sungguh AI ini luar biasa manfaatnya. Contoh diminta untuk mengevaluasi sebuah perjalanan organisasi, asalkan disediakan data yang memadai maka dengan cepat bisa dilakukan. Segala perintah yang sesuai dengan kapasitas dalam aplikasi AI, maka dengan cepat bisa dilakukan dengan cepat tingkat akurasi yang tinggi. Perihal ini yang dicemaskan oleh SekJend PBB, bahwa AI akan menggeser peran manusia dalam beraktifitas. Hal terakhir ini dianggap bagian dampak negatif AI.
Dampak negatif utama AI adalah keluaran yang dihasilkan sebagai output tidak akan bisa berkarakter khas manusiawi. Hal ini karena tidak adanya sensor manusiawi seperti etika atau indra rasa yang berhubungan dengan; Nilai, Norma Agama, dan Etika. Contoh bila AI diberi perintah yang berhubungan etika misalkan kesantunan, maka yang digunakan acuan adalah definisi dan batasan kesantunan. Dampak negatif yang terbesar sebab tidak ada karakter manusiawi ini adalah tidak bisa membedakan perintah baik atau buruk, murni bergantung perintahnya baik atau buruk AI akan lakukan.
Karena tidak bisa menghindari munculnya AI, maka harus disikapi dengan hati-hati. Tugas besar adalah tertumpu pada penguasa untuk segera membuat regulasi tentang AI. Berikutnya pada Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian untuk membuat aplikasi AI versi alternatif untuk mereduksi dampak negatif dari penggunaan versi yang selama ini ada. Aplikasi AI versi alternatif (misalnya Nusantara) diberi muatan-muatan norma moral agama etika dan lainnya.
Semoga manfaat barokah slamet aamiin.
🤲🤲🤲
Surabaya, 5 Robiul Akhir 1447
atau
27 September 2025
m.mustain
