
Jogja -menaramadinah.com- Fakultas Farmasi UGM kini semakin terkenal dan viral. Karena kebejatan seorang guru besar Prof. Edy Meiyanto terhadap 13 mahasiswi.
Menurut Sekretaris UGM, Andi Sandi, mengatakan kasus ini sebenarnya sejak sekitar 2023 lalu. Satgas PPKS mendapat laporan pada 2024. Kemudian dilakukan pemeriksaan oleh Satgas terhadap saksi dan juga korban, itu yang terjadi 2023-2024.
Sandi melanjutkan, dari hasil pemeriksaan, tindakan pelaku dilakukan di luar kampus. Modus yang dilakukan pelaku yakni dengan mengajak korban berdiskusi maupun pada saat bimbingan.
Selanjutnya Prof. Edy dicopot dari segala kegiatan tridharma perguruan tinggi. Juga dicopot sebagai Kepala Lab Biokimia Pascasarjana dan Ketua Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi sejak pertengahan 2024.
Karena Edy melanggar Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM No 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di UGM.
Rekomendasi dari Satgas PPKS, UGM dalam waktu dekat akan segera menjatuhkan sanksi dan menyampaikan keputusan terkait status yang bersangkutan sebagai ASN. Sementara untuk gelar guru besar, diserahkan ke kementerian.
“Status guru besar itu diajukan kepada pemerintah ya khususnya kementerian. Jadi SK-nya itu keputusannya adalah kementerian. Oleh karena itu, kalau kemudian guru besarnya mau tidak mau, keputusannya harus dikeluarkan oleh kementerian. Tidak ada kewenangan itu ke UGM,” ujarnya.
“Setelah itu kemudian direkomendasikan dan di awal tahun ini, kami itu kemudian mengajukan ke kementerian untuk dilakukan pemeriksaan disiplin kepegawaian karena sanksinya itu sanksi berat sampai sedang. Dan beliau itu adalah PNS dan juga guru besar. Jadi kewenangan itu ada pada 3 kementerian,” kata dia.
Akan tetapi, pada pertengahan Maret 2025, ada keputusan Menteri Diktisaintek yang mendelegasikan kewenangan itu kepada pimpinan Perguruan Tinggi Negeri. Pihak kampus, lanjut dia, akan memberikan keputusan setelah selesai libur Lebaran.
UGM memecat guru besar Fakultas Farmasi Edy Meiyanto buntut kasus kekerasan seksual. Pihak kampus menyebut sanksi tersebut sesuai dengan aturan yang ada.
Sekretaris UGM, Andi Sandi, mengatakan penjatuhan sanksi itu berdasarkan pada Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada nomor 95/UN1.P/KPT/HUKOR/2025 tentang Sanksi terhadap Dosen Fakultas Farmasi tertanggal 20 Januari 2025.
“Pimpinan Universitas Gadjah Mada juga sudah menjatuhkan sanksi kepada pelaku berupa pemberhentian tetap dari jabatan sebagai dosen. Penjatuhan sanksi ini dilaksanakan sesuai dengan peraturan kepegawaian yang berlaku,” kata Andi Sandi salam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Minggu (6/4/2025).
Dia menjelaskan, sanksi tersebut dijatuhkan berdasarkan temuan, catatan, dan bukti-bukti dalam proses pemeriksaan. Satgas PPKS UGM melalui Komite Pemeriksa kemudian memutuskan bahwa Edy atau terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual. Selain itu, Edy juga terbukti telah melanggar kode etik dosen.
“Komite Pemeriksa menyimpulkan bahwa terlapor terbukti melakukan tindakan kekerasan seksual yang melanggar Pasal 3 ayat (2) Huruf l Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023 dan Pasal 3 ayat (2) Huruf m Peraturan Rektor UGM No. 1 Tahun 2023,” ujarnya.
(MM)