JAKARTA-Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid beberkan soal pagar laut di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.
Nusron mengungkap, ada sertifikat hak guna usaha (HGU) di pagar laut Sidoardjo atas nama tiga perusahaan. Dia merinci PT Surya Inti Permata memiliki 285 hektare, PT Semeru Cemerlang memiliki 152 hektare, PT Surya Inti Permata memiliki 219 hektare.
“Kalau ditotal 656,8 hektare, lebih besar daripada Tangerang,” ungkapnya pada rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis 30 Januari 2025
Nusron menjelaskan, sertifikat hak guna bangunan (SHGB) di pagar laut di Tangerang luas 390,8 hektare. Lalu pagar laut yang bersertifikat hak milik (SHM) seluas 22,9 hektare.
Kementerian ATR/BPN, lanjut Nusron, sudah mengecek keabsahan sertifikat-sertifikat di pagar laut Sidoarjo. Menurutnya, sebagian besar di antaranya akan dicabut karena tak sesuai perundang-undangan.
“Kalau menggunakan ketentuan fakta materilnya ini masuk kategori tanah musnah sudah bisa dibatalkan yang (area) satu dan dua. Yang (area) tiga masih ada tanahnya,” ujarnya.
Laporan tentang pagar laut misterius bermunculan di sejumlah daerah. Hal itu terjadi usai nelayan berteriak lahan pencariannya terganggu pagar 30 kilometer di laut Kabupaten Tangerang.
Usai kejadian itu, pemerintah pusat turun tangan. Kementerian Kelautan dan Perikanan menyegel pagar itu. Pembongkaran pun dilakukan setelah ada instruksi dari Presiden Prabowo Subianto.
Ada Oknum ATR/ BPN Terlibat
Nusron telah mencopot enam pejabat di lingkungan Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang, buntut kasus pagar laut misterius sepanjang 30 km di Tangerang. Keputusan itu dibuat setelah audit investigatif di internal kementerian. Sanksi berat dijatuhkan kepada pejabat-pejabat yang terlibat.
“Kita memberikan sanksi berat pembebasan dan penghentian dari jabatannya pada mereka yang terlibat kepada enam pegawai dan sanksi berat kepada dua pegawai,” tegas Nusron
Ia hanya mengungkap inisial pejabat yang dijatuhi sanksi berat. Namun, ia tak merinci siapa saja yang dicopot di antara delapan orang itu. Pejabat yang mendapatkan sanksi adalah JS (Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Tangerang pada saat penerbitan sertifikat), SH (mantan Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Tangerang), serta ET, (mantan Kepala Seksi Survei dan Pemetaan Kantah Tangerang).
Kemudian, WS (Ketua Panitia A), YS (Ketua Panitia A), NS (Panitia A), LM, (mantan Kepala Survei dan Pemetaan setelah ET), serta KA (mantan pelaksana tugas Kepala Seksi Penetapan Hak dan Pendaftaran Kantah Tangerang).
Nusron juga menjatuhkan sanksi kepada kantor jasa survei berlisensi (KJSB) yang digandeng Kantah Tangerang dalam pengurusan SHGB dan SHM pagar laut. “Pencabutan lisensi kepada KJSB, Kantor Jasa Survei Berlisensi karena yang melakukan survei dan pengukuran itu perusahaan swasta,” ujarnya.
Pagar laut misterius membentang di Tangerang. Nusron mengatakan, pagar laut itu mengantongi sertifikat HGB. Total ada 263 bidang tanah di atas pagar laut Tangerang yang memiliki sertifikat.
Dia menyebut 234 bidang terdaftar atas nama PT Intan Agung Makmur. Ada 20 bidang terdaftar atas nama PT Cahaya Inti Sentosa. Selain itu, ada 9 bidang punya SHGB atas nama perseorangan dan 17 bidang memiliki SHM.
“(Pagar laut di) Desa Segarajaya, Kecamatan Tarumajaya, ini murni ulah oknum tanda petik ATR/BPN,” jelas Nusron.
Kejadian itu bermula pada 2021, saat itu pelaksanaan Program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Semula, program itu menghasilkan 89 sertifikat hak milik bagi 67 orang, mencakup tanah darat perkampungan seluas total 11,263 hektare.
Namun, pada Juli 2022 terdapat perubahan data pendaftaran tanah yang tidak melalui prosedur. Penerima kegiatan pendaftaran tanah menjadi 11 orang berupa perairan atau laut dengan luas total 72,573 hektare.
“Siapa yang terlibat? Ini sedang diinvestigasi oleh Irjen. Jadi dulunya sertifikat awalnya di darat, tiba-tiba berubah, pindah. Jadi saya katakan, saya akui ini ulah oknum internal ATR/BPN setempat. Kami sedang usut,” ungkap Nusron.*Imam Kusnin Ahmad*