Ritual Pencak Sumping , Tradisi bela diri dari Mondoluko Tamansuruh Banyuwangi.

Banyuwangi-menaramadinah.com, Ritual pencak sumping merupakan kesenian bela diri ( pencak silat) asli Indonesia yang sangat melekat pada kehidupan Suku Osing di dusun Mondoluko desa Taman Suruh Kecamatan Glagah, setiap tahunnya dilaksanakan bertepatan dengan 10 Dulhijah ( lebaran Idul Adha ) , tahun ini bertepatan dengan Senin, 17 Juni 2024

Ritual adat Pencak Sumping ini dihadiri tamu undangan tokoh masyarakat, seniman , budatawan, Komunitas Osing Pelestari Adat Tradisi ( Kopat ). Masyarakat Dusun Mondoluko, Desa Tamansuruh punya tradisi kuno Pencak Sumping yang masih dilestarikan. Setiap lebaran Idul Adha, warga Dusun Mondoluko mengundang puluhan jawara pencak silat lintas generasi se-Kabupaten Banyuwangi untuk tampil dalam rangkaian ritus bersih desa.

Siapa yang tak kenal pencak silat, seni beladiri tradisional asli Indonesia yang sudah mendunia. Di Indonesia, ada begitu banyak perguruan dan aliran ilmu beladiri pencak silat. Di setiap daerah biasanya punya ciri khas. Seperti di Banyuwangi, Jawa Timur misalnya. Kabupaten ini mempunyai tradisi seni bela diri yang masih dilestarikan hingga saat ini, yaitu Pencak Sumping. Tradisi yang dimulai sejak era kolonial Belanda ini ditampilkan pada setiap peringatan Hari Raya Idul Adha, secara turun temurun, lintas generasi. Tradisi ini jadi hiburan masyarakat.

Pencak Sumping”. Tradisi Pencak Sumping bagian ritual bersih desa bersamaan dengan Hari Raya Idul Adha yang dilaksanakan turun temurun oleh masyarakat Osing di dusun Mondoluko, desa Taman Suruh, Kec Glagah-Banyuwangi di lereng gunung Ijen.
Pada setiap pagelaran seni pencak silat ini masyarakat Mondoluko sangat antusias dan kompak. Mereka juga mengundang dan menjamu para tamu yang hadir dari luar desa maupun dari kecamatan lain untuk mengikuti pagelaran pencak silat ini.

Menurut Kepala Desa Tamansuruh ,Teguh Eko Rahadi , tradisi Pencak Sumping dalam ritus bersih desa sudah berlangsung ratusan tahun secara turun-temurun. Kegiatan kali ini di ikuti 70 Pesilat dari seluruh penjuru Banyuwangi dan disaksikan kurang lebih 300 orang.

Adapun tujuan utama Pencak sumping adalah tradisi turun temurun. Sebagai upaya melestarikan adat tradisi leluhur agar kampung tetap damai dan sejahtera.

Dari cerita turun temurun, Dusun Mondoluko pernah dipimpin oleh seorang raja dan meninggal dengan kondisi terluka, karena tidak menguasai ilmu bela diri. Sang ratu kemudian diminta untuk belajar ilmu silat agar bisa membela diri saat berperang. Mondol artinya luka yang parah, dan disebut Mondoluko. Tradisi Pencak Sumping tidak terlepas dari cerita asal muasal Dusun Mondoluko. Di zaman penjajahan Belanda, Buyut Ido terluka (luko) sampai terkoyak (modol-modol), hingga akhirnya mendasari penamaan dari Dusun Mondoluko.

Yang menjadi keunikan dari setiap acara pagelaran pencak silat dilaksanakan seluruh masyarakat mondoluko menyuguhkan kue jajanan tradisional nogosari yang di sebut Sumping. Sehingga pagelaran pencak silat yang ada di dusun Mondoluko ini di sebut “Mencak Sumping”

“Selain sebagai ajang silaturahmi, pencak sumping ini juga jadi tempat saling mengingatkan. Ilmu bela diri bukan untuk kesombongan, hanya untuk jaga diri,” ujar Teguh
Teguh yang juga tokoh ketua Genta Blambangan, Ritus bersih desa yang berlangsung setiap lebaran Idul Adha. Diawali malam sebelumnya warga mondoluko, mengarak dan menaruh sesaji di setiap sudut desa dengan pawai obor ( ider bumi ).

“Kalau Pencak Sumping ini untuk hiburan rangkaian seni dalam bersih desa itu. Setiap pendekar yang bermain, kalau kalah nanti sama temannya dikasih makan sumping (jajanan tradisional),” pungkas Teguh.

Sementara menurut Budayawan Aekanu Hariono, Masyarakat Osing memadukan Seni dan Pencak yang mengandung aspek olah raga, bela diri dan sarana pembinaan kerukunan serta penguatan mental spiritual.
Seorang pemain Pencak Sumping penampilan nya mengutamakan keindahan gerak tubuh, kecepatan, kekuatan dan kelincahan.
Ia harus menguasai tehnik tendangan, pukulan, sapuan, kuncian bahkan tehnik penggunaan senjata tajam.
Keunikan pencak sumping terdapat pada irama musik ritmik pengiring yang khas bernuansa Osing, hentakan kendang, gong, kethuk dan kecrek dengan tempo cepat. Makanan yang disajikan adalah kue sumping atau nogosari terbuat dari adonan tepung beras berisi pisang dibungkus daun pisang.
Dari keunikan inilah aku hampir selalu datang pada ritual adat komunal ini, juga kadang mengajak wisatawan asing yang sedang tour ke Banyuwangi, tegas Aekanu. (Rishje)