
Catatan Isyah dkk & Yahya Aziz, Saefullah Azhari : Mahasiswi PIAUD & Dosen FTK UINSA.
Inilah catatan penelitian kelompok 6
mahasiswi PIAUD :
1. Ratri Cahya Wulandari(06040923086)
2.Isyah Ainus Sufiyah
(06040923069)
3. Vadia ‘Aliyatus Tsabitah (06040923096)
4. Dian Eka Aprilia (06040923063)
Ke 4 mahasiswi, dibimbing langsung oleh Yahya Aziz & Saefullah Azhari Dosen FTK Uinsa dalam riset penelitian dan pengabdian masyarakat pada mata kuliah “Bahasa Indonesia & Pancasila”
Tema penelitian kami : pesantren Den anyar Jombang
*SEJARAH SINGKAT DIDIKANNYA PONDOK PESANTREN DENANYAR*
Pondok Pesantren Denanyar didirikan pertama kali oleh KH Bisri Syansuri, ulama muda yang lahir di Kecamatan Tayu Kabupaten Pati Jawa tengah pada tanggal 18 September 1886.
KH Bisri Syansuri kemudian mendirikan Pondok Pesantren di Desa Denanyar yang berjarak sekitar 3 kilometer dari Tambakberas.
Seperti halnya Tebuireng, dulu Desa Denanyar juga merupakan daerah yang terkenal keras dan masyarakatnya sangat akrab dengan kegiatan perjudian maupun pelacuran. Namun dengan tekad kuat, KH Bisri Syansuri tetap datang ke Denanyar.
KH Bisri Syansuri mengawali pendirian pesantren pada tahun 1917 dengan membangun sebuah surau kecil. Jumlah santri pertamanya saat itu hanya 4 orang (putra).
Saat awal didirikan, KH Bisri Syansuri hanya menerima santri laki laki karena pandangan umum masyarakat saat itu masih belum lazim bagi seorang wanita untuk belajar atau mondok di pesantren.
Namun atas izin gurunya, KH Hasyim Asyari, pada tahun 1921 KH Bisri Syansuri kemudian mendirikan Pondok Pesantren Putri Denanyar.
Seiring berjalannya waktu, Pondok Pesantren Denanyar kemudian terus berkembang hingga mampu merubah pola pikir dan gaya hidup masyarakat di Desa Denanyar sebelumnya lekat dengan perjudian dan pelacuran menjadi baik dan Islami.
Gadis gadis di Desa itu juga mulai dibukakan pandangannya sehingga merasa perlu untuk belajar di Pesantren seperti halnya laki-laki.
*GEOGRAFI PENDIRI* RIWAYAT KELUARGA KH. BISRI SYANSURI.
• LAHIR
KH. Bisri Syansuri adalah ulama yang sangat berjasa dalam pendirian Nadlatul Ulama, juga merupakan pendiri dan Pengasuh Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang. KH. Bisri Syansuri dilahirkan di Desa Tayu, Kabupaten Pati, Propinsi Jawa Tengah, pada tanggal 28 Dzulhijjah 1304 H / 18 September 1886. Beliau merupakan anak ketiga dari pasangan KH. Syansuri dan Nyai Mariah.
*RIWAYAT KELUARGA KH. BISRI SYANSURI*
Ketika berada di Makkah,KH. Bisri Syansuri menikahi adik perempuan KH. Abdul Wahab Hasbullah. Sepulangnya dari Makkah, beliau menetap di pesantren mertuanya di Tambak Beras, Jombang, selama dua tahun.
KH. Bisri Syansuri menikah dengan Hj. Chodidjah dan pada tahun yang sama, kedua suami isteri baru itu kembali ke tanah air (1914). Dari pernikahan tersebut KH. Bisri Syansuri mendapatkan sembilan orang anak.
1.Anak pertama meninggal waktu kecil
2.Ahmad Atoillah, yang dikenal dengan nama KH Ahmad Bisri
3.Muassomah
4.Muslihatun
5.Sholihah
6.Musyarofah
7.Sholihun
8.Ali Abd Aziz
9.Shohib.
• WAFAT
KH. Bisri Syansuri wafat pada umur 93 tahun, tepatnya pada tanggal 25 April 1980. Beliau dimakamkan di komplek Pesantren Denanyar (PP Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang).
*KURIKULUM PONDOK PESANTREN DENANYAR*
Setiap lembaga pendidikan terkusus lembaga pendidikan bercorak Islam,
tidak pernah luput dengan adanya pembelajaran Bahasa Arab. Bahasa Arab juga termasuk bahasa Internasional selain Bahasa Inggris. Memahami Bahasa Arab diperlukan beberapa kemahiran, serta penguasaan akan ilmu-ilmu alat dalam
Bahasa Arab. Kemahiran-kemahiran tersebut yakni, Maharah Kitabah (menulis), Maharah Istima’ (menyimak/mendengarkan), Maharah Qira’ah (membaca), Maharah Kalam (berbicara). Maharah Istima’ (Kemahiran menyimak) berperan penting dalam menyongsong ketrampilan berbahasa, karena dari mendengar kita akan memeroleh sesuatu penegetahuan baru. Berkat (istima’) mendengar kita juga berkemungkinan mampu menyampaikan kembali hal-hal yang telah kita dengarkan dengan seksama-baik secara rinci atau secara ringkas. Berkat mendengar pula kita mendapatkan mufrodat (kosa kata) baru, dan sistematika berbahasa Arab.
Pembelajaran Maharah Istima’ yang diterapkan oleh Asrama Hasbullah Sa’id P. P. Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang dilakukan dengan tiga metode. Kitab yang digunakan saat proses pembelajaran adalah kitab Arabiyyah Baina Yadayk. Pelajaran Maharah Istima’ itu tidak hanya menuntut santri untuk mengetahui ungkapan bahasa Arab, lebih dari itu mereka juga diharapkan mampu memahami kemudian mengungkapkannya.
Metode pembelajaran Maharah Istima’ yang digunakan yaitu metode Ilqo’ mufrodat, memutar audio hiwar bahasa Arab dan mencantumkan Istima’ sebagai mata pelajaran saat diniyah malam.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh peneliti, metode pebelajaran
Maharah Istima’ yang digunakan oleh Asrama Hasbuullah Sa’id P. P. Mamba’ul Ma’arif sudah sesuai dengan prosedur dan mudah dipahami. Disamping untuk menambah wawasan mufrodat para santri, kegiatan ini juga dapat menambah semangat sebelum berangkat ke sekolah dan menghilangkan kantuk. Kekurangan dari kegiatan ini yaitu waktu yang mepet untuk persiapan berangkat ke sekolah.
Masih terkadang masih terdapat santri yang enggan menghafal mufrodat dan
meremehkan hukuman yang telah ditentukan.
*JUMLAH SANTRI*
Saat ini jumlah santri PP Mamba’ul Ma’arif mencapai 2000 santri. ditambah lembaga pendidikan formal, jumlahnya berkisar 3500 santri. Karena yang menjadi ciri khas pondok itu adalah kitab kuning dan juga roh diniyahnya maka semua siswa di madrasah wajib mengikuti materi pelajaran di Madrasah Diniyah yang dilakukan sore hingga malam hari. “Kalau cuma mengandalkan materi pelajaran sekolah di pagi hari, saya kuatir esensi pondok pesantren malah akan sirna,” tutur pengasuh pondok ini menandaskan. “Karena yang menjadi ciri khas pondok itu kan kitab kuning. Inilah yang menjadi rohnya Diniyah,” tambahnya.
*KIPRAH ALUMNI*
Sebagai alumni Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang. Bupati Lumajang Thoriqul Haq mengaku jika dirinya terpilih menjadi Bupati juga salah satu keberkahan mondok di Denanyar. Thoriq lulus dari Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar pada tahun 1993.
Saya rasakan betul rasa syukur saya menjadi alumni Pondok Denanyar. Keluarga saya ini keluarga Denanyar, kakak pertama dan suaminya, kakak ke 2, dan saya dengan istri saya juga alumni Denanyar, saat haul ke-42 KH Bisri Syansuri dan harlah ke-106 Pesantren Mamba’ul Ma’arif di Denanyar.
Saya itu mengamati, bahwa saya menjadi Bupati Lumajang juga berkahnya menjadi Alumni Pondok Pesantren Denanyar Bupati Lumajang 2018-2023.
ia juga menceritakan salah satu amalan dan pegangan selama hidup. Serta mencertakan bagaimana kehidupannya selama menjadi santri di Mambaul Ma’arif Denanyar, Jombang.
Sebagai santri Denanyar, wiridan saya yaitu Ya Hayyu ya qoyyu. Ketika ada kegelisahan pada momentum tertentu andalannya wiridan ya hayyu ya qoyyum la ila ha Illa anta subhanaka inni kuntu minadzolimin.Wiridan tersebut didapatkannya saat belajar di Pesantren Denanyar dan hingga saat ini masih terus diamalkan setiap saat. Beberapa hal luar biasa dan tak terkira terjadi ketika mengamalkan wiridan tersebut.
Ia menceritakan, saat mondok di Denanyar sering bagian adzan dan pujian. Thoriq dikenal memiliki suara yang bagus. Thoriq sendiri menempuh pendidikan tingkat Tsanawiyah di Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar.
“Saat itu saya bagian adzan sebelum magrib dan baca ya hayyu ya qoyyum. Saya merasa wiridan ini bukan hanya sekedar wiridan biasa. Hingga saat ini saya megang wiridan dalam keadaan apapun.
Ia juga merasa mendapat banyak keberuntungan sebagai alumni Denanyar. Berkat menyandang status alumni Denanyar ini juga yang mengantarkan ia menjadi Bupati Lumajang sejak 2015 lalu.
Di Denanyar, Thoriq belajar tafsir Alquran, nahwu-shorof, tajwid dan ilmu agama lainnya. Di antara kitab yang dipelajarinya yaitu kitab tafsir jalalain kepada almarhum Kiai Faruq.
*WASIAT*
“Jangan cari makan di NU hidupnya nanti akan lunglai.”
“Jangan keluar dari NU, atau membenci NU karena akan dilanda hutang besar.”
“Besarkan NU, ikuti program NU dan ikuti ulamanya.”