Prof. Dr. R. Siti Zuhro, MA adalah alumni Jurusan Hubungan Internasional FISIP UNEJ angkatan tahun 1978. Ia lahir di Blitar, Jawa Timur, 7 November 1959. Menyelesaikan studi S1 jurusan Ilmu Hubungan Internasional FISIP Universitas Jember. Mendapatkan gelar MA Ilmu Politik dari The Flinders University of South Australia, Adelaide, Australia dan PhD Ilmu Politik dari the Curtin University of Technology, Perth, Australia. Meniti karir sebagai peneliti di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sejak 1986.
Sebagai alumni, kampus Universitas Jember memberikan kesan tersendiri bagi R. Siti Zuhro. Selain lingkungannya yang tenang jauh dari keramaian dan nyaman, kampus ini tergolong sangat sederhana (tahun1980an). Yang menarik ditanyakan adalah mengapa Zuhro memilih kuliah di FISIP Universitas Jember (UJ).Pertama, karena alasan jarak yang sangat dekat dengan tempat tinggal orang tua dan saudara. Sebagai anak bungsu yang tak lagi memiliki Ayah, perhatian kepada Ibu sangat besar. Karena itu kampus UJ dipilih karena sangat strategis dan nyaman, bisa tengok Ibu kapanpun. Kedua, FISIP menarik karena memberi tantangan baru. Dengan ijazah SMA IPA, FISIP merupakan bidang baru yang menimbulkan rasa ingin tahu.Selama menjadi mahasiswa, R. Siti Zuhro tergolong aktif, baik dalam aktivitas internal yang dilaksanakan Kampus maupun kegiatan eksternal organsasi mahasiswa Islam (HMI). Kegiatan-kegiatan tersebut tentunya sangat bermanfaat dan memberikan bekal pengalaman tersendiri bagi perjalanan karir sebagai intelektual.
Suka duka sebagai mahasiswa Hubungan Internasional (HI) FISIP UJ cukup dirasakan, khususnya karena letak Jember yang berada di pojok sehingga membutuhkan waktu yang tak sedikit untuk menjangkaunya, khususnya dari ibukota Jakarta. Apalagi saat itu belum ada internet yang bisa menghubungkan akses untuk mendapatkan data secara cepat untuk kebutuhan kuliah dan menulis skripsi. Untuk mendapatkan data yang relatif lengkap mahasiswa HI harus ke Jakarta, mengunjungi perpustakaan-perpustakaan yang menyediakan data-data terkait HI, Kementerian Luar Negeri dan kedutaan-kedutaan terkait untuk wawancara dan untuk kuliah kerja lapangan.
Yang paling mengesankan selama kuliah di UJ adalah kedekatan antara dosen dan mahasiswa. Relasi antarkeduanya cair dan saling sinergi. Mahasiswa bisa berkonsultasi dan berdiskusi dengan dosen, dan dosen memberikan saran-saran yang sangat diperlukan oleh mahasiswa. Hubungan antarmahasiswa juga cukup sinergis, baik melalui kegiatan kelompok belajar (study group), pelaksanaan seminar-seminar dan diskusi maupun peringatan hari-hari besar yang diadakan kampus yang melibatkan mahasiswa sebagai panitia.
Setelah lulus dan mengantongi gelar Sarjana HI, ikhtiar mencari kerja yang sesuai dengan keahlian dimulai. Anehnya meskipun sudah mengantongi S1 HI lamaran kerja yang dilayangkan justru ke lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dan bukan ke kementerian luar negeri. Obsesi menjadi intelektual, peneliti LIPI pada dasarnya didorong oleh realita kecintaan pada keleluasaan berpikir dan berekspresi secara lugas. Rasa ingin tahu (curious) yang dalam terhadap suatu fenomena dan gemar membaca membuat tekad menjadi intelektual semakin kuat.
Tantangan paling krusial seorang peneliti adalah mendapatkan data (primer dan sekunder) yang akurat dan relevan. Temuan lapangan menambah kekayaan informasi/data yang diperlukan peneliti. Penelitian lapangan ke daerah-daerah tidak selalunya mendapatkan data-data yang diharapkan. Demikian juga untuk bisa bertemu dan wawancara dengan narasumber lokal tidak selalu mudah. Bahkan kadang narasumber yang ingin ditemui berada di luar kota sehingga peneliti tidak bisa menemuinya. Masalahnya seorang peneliti tak akan bisa menuliskan laporan penelitian dengan baik bila tidak ditopang data-data yang cukup, relevan dan akurat.
Untuk mendapat gelar peneliti senior dan gelar professor memang tak mudah. Karena untuk mencapai gelar profesor riset harus memenuhi semua persyaratanyaitu sejumlah cum tertentu sehingga bisa dipertimbangkan untuk dikukuhkan sebagai profesor. Peneliti harus aktif mengikuti acara-acara seminar/simposium/diskusi,melakukan penelitian dan menulis laporan penelitian yang dijadikan buku, menulis artikel dalam buku, menulis artikel di jurnal, dan menulis artikel di majalah dan Koran. Selain itu juga, peneliti disyaratkan mampu menciptakan ide/gagasan brilliant yang berguna yang diadopsi oleh kementerian dan atau lembaga. Karya-karya yang berguna yang bisa memajukan rakyat dan negara akan mendapatkan penilaian yang tinggi.
Setelah 33 tahun menjadi peneliti, Zuhro merasa sudah saatnya memberikan kontribusi yang konkrit, tak hanya berupa gagasan atau seminar-seminar dan diskusi saja, tapi lebih dari itu diperlukan kontribusi nyata dalam memberdayakan masyarakat. Sebagai bagian dari komuntas ilmuwan sosial concern R. Siti Zuhro pada isu-isu sosial sangat tinggi, khususnya terkait proses demokrasi yang seharusnya meletakkan pendidikan dan kematangan politik para elite dan masyarakat sebagai hal utama. Hal ini dinilainya penting karena proses demokrasi pada dasarnya adalah membangun peradaban. Artinya, bagaimana membangun demokrasi Indonesia yang penuh keadaban. Bukan demokrasi yang memunculkan banyak masalah karena para aktor dan elite yang cenderung menghalalkan semua cara untuk memenangkan pemilu/pilkada.
Adapun obsesi yang ingin dicapai saat ini adalah memperbanyak jumlah desa cerdas dan kelurahan cerdas yang mengedepankan smart people, smart economy, smart environment,smart governance dan smart heritage. Melalui program desa/kelurahan certdas yang ia ciptakan sejak 2016 ini diharapkan akan terwujud “Pembangunan Indonesia dari Desa/Kelurahan”.
Pemikiran/gagasan yang dapat disampaikan untuk memajukan UJ adalah dengan membuat kampus UJ sebagai center of excellence, menjadikannya kampus yang membanggakan dengan kualitas tinggi. Sejauh ini kampus UJ sudah mampu menghasilkan sarjana-sarjana hebat dari berbagai bidang ilmu yang bekerja di berbagai sektor baik pemerintah maupun swasta. Ke depan UJ harus mampu merespon era disrupsi secara tangkas: tentang peluang dan tantangan pendidikan tinggi Indonesia. Era disrupsi ini membuat kompetisi makin sengit dan tak mudah karena perubahan-perubahan berlangsung sangat cepat dan bila gagal merespon secara tangkas maka kampus UJ akanditinggalkan dan bisa jadi musnah.
R. Siti Zuhro konsistenpada kajian Ilmu Politik, khususnya Demokrasi, Otonomi Daerah, Birokrasi dan Pemilu/Pilkada serta kebangsaan. Konsistensi dan komitmennya tersebut mendorongnyauntuk menulis buku, artikel baik di jurnal maupun majalah dan surat kabar. Selain itu, ia juga sering tampil menjadi narasumber dan pembicara utama, baik dalam seminar/diskusi/FGD/workshop yang diselenggarakan kementerian/lembaga, pemerintah daerah (pemda), kampus dan ormas/organisasi profesi maupun televisi dan radio. Ia merupakan pakar politik perempuan yang sering tampil menjadi narasumber dan pembicara. Gaya bicaranya yang lugas, kritis dan sistematis dalam menyampaikan argumennya menjadi ciri khas tersendiri sebagai intelektual. Ia tak segan-segan menyampaikan pernyataam yang kritis dan melakukan sorotan tajam terhadap kebijakan publik yang dinilai merugikan rakyat. Pandangannya yang jernih dan obyektif membuatnya sering diundang dalam dialog-dialog di televisi dan radio.
Komitmen dan konsistensi R. Siti Zuhro sebagai Peneliti LIPI dan pengajar pada pasca sarjana sudah teruji. Concern-nya yang besar terhadap penelitian demokrasi, otonomi daerah tersebut membuatnya sangat perhatian pada isu pelayanan publik dan kualitas pemilu/pilkada dan korelasinya terhadap terwujudnya pemerintahan yang baik (good governance). Menurutnya banyaknya perilaku distortif atau menyimpang dan melanggar hukum seperti vote buying, membeli suara dalam pemilu/pilkada menunjukkan kurangnya pencerahan dan pembelajaran politik yang disampaikan ke masyarakat. Ia mengatakan bahwa sebagai warga negara, masyarakat mestinya memahami hak dan kewajibannya. Rasa memiliki terhadap negara inilah yang menurutnya yang harus ditumbuhkembangkan secara serius.
Bertolak dari realitas tersebut, ia mulai mengenalkan konsep Desa/Kelurahan Cerdas (Smart Village) sejak 2016 dengan mengedepankan 5 pilarnya yaitu Smart People, Smart Economy, Smart Environment/Living, Smart Governance dan Smart Heritage. Konsep ini juga sudah disosialisasikan di LAN melalui program Reform Leader Academy (RLA) untuk para birokrat pionir dan pembaharu. Untuk membumikan konsep tersebut, daerah-daerah juga sudah dibantu menerapkan konsep ini seperti Tangerang Selatan (Banten) dan Kudus (Jawa Tengah) serta beberapa daerah lainnya. R. Siti Zuhro menegaskan bahwa civic education bagi warga masyarakat harus lebih digencarkan seiring dengan praktik demokrasi yang ditopang sistem multi partai banyak korelasinya positif terhadap terwujudnya nilai-nilai budaya politik yang kompatibel/berkesusaian dengan demokrasi. Hal ini sangat diperlukan belakangan ini terkait munculnyarasa saling tidak percaya (distrust building), saling tidak menghargai dan rasa saling tidak menghormati. Intinya menurutnya, Indonesia sangat memerlukan warga masyarakat yang cerdas, kritis, memiliki dignity dan credibility untuk menjadi negara maju.
Selain melakukan penelitian yang menjadi tanggung jawabnya, R. Siti Zuhro juga aktif di Kementerian dan Lembaga Tinggi Negara (DPD RI). Ia pernah menjadi tim perumus revisi UU Pemerintahan Daerah dan UU Pilkada di Kementerian Dalam Negeri, Tim Pakar di DPD RI, Tim Quality Assurance Reformasi Birokrasi Nasional (TQA RBN), Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TI RBN), 2015-2020 dan Tim Panel Independen Inovasi Pelayanan Publik di KemenPAN RB. Passion-nya sebagai peneliti politik dan minatnya yang besar terhadap kajian-kajian otonomi daerah, demokrasi, pemilu/pilkada, dan birokrasi membuatnya tak kenal lelah untuk mengawal perkembangannya di tataran aplikasinya.
Menurut R. Siti Zuhro, kebahagiaan seorang intelektual itu ketika ia bisa berbagi pengetahuan dengan sesama, ilmu yang bermanfaat untuk masyarakat. Baginya amal ilmiah dan ilmu amaliah tak boleh henti. Ketertarikannya pada studi yang sejauh ini digeluti tersebut memberikan pengalaman tersendiri. Karena itu, gagasan-gagasan/ide-ide cerdas acapkali disampaikan untuk perbaikan. Misalnya, terkait pentingnya pelaksanaan pemilu/pilkada yang berkualitas, jujur, adil dan damai. Juga tentang perbaikan demokrasi melalui pengedepanan nilai-nilai budaya politik yang berkesesuian/dimulyakanmasyarakat Indonesia sehingga mereka tidak merasa tercerabut dari akarnya. Pada saat yang sama aktor dan elite ikut berperan penting dalam mendorong proses konsolidasi demokrasi. Tanpa itu, sulit diharapkan demokrasi Indonesia akan naik kelas dan berkualitas.
Jiwa dan semangat organisatoris R. Siti Zuhro tak pernah padam. Ia terpilih sebagai presidium KAHMI dalam Munas di Medan, 19 November 2017 dan sempat menjadi Koordinator Presidium MN KAHMI menggantikan Prof. Dr. Mahfud MD. Dalam catatan KAHMI hal ini merupakan sejarah tersendiri, ia adalah perempuan pertama yang menjadi koordinator presidium MN KAHMI setelah 51 tahun organisasi ini berdiri. Kegiatan lain yang juga menarik R. Siti Zuhro adalah aktif di Pergerakan Indonesia Maju (PIM) sebagai wakil ketua umum. Ia juga aktif di Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) dan menjadi Ketua II. Ketertarikannya pada inovasi pelayanan publik dan keberadaannya sebagai Tim Panel independen (TPI) di Kementerian PAN dan RB sejak 2014 membuatnya ikut concern dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik baik di Kementerian/Lembaga maupun pemerintahan daerah (Pemda). Hal yang terlupakan bagi R. Siti Zuhro adalah ketika ia dimintakan menjadi Ketua Komisi Ilmu Pengetehuan Sosial dan Kemanusiaan (IPSK) Konggres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS), 2015 yang diselenggarakan setiap 4 tahun sekali.
Penghargaanyang diraihnya antara lainSatyalancana Karya Satya X tahun 1999 dan XX tahun 2009; Narasumber terbaik RRI, 2012; Bawaslu Awards kategori Pengamat Politik Terfavorit, 2014; MIPI Awards kategori Ilmuwan Pemerintahan, 2014;penghargaan sebagai high profile alumni AusAid 2015 (wall of fame); Penghargaan dari Bawaslu sebagai Intelektual yang ikut mendorong keberhasilan Pilkada serentak, 2016; Penghargaan dari Kementerian Dalam Negeri atas jasanya dalam mengawal otonomi daerah, 2016; mendapatkan Social Sciences Award dari HIPIIS (Himpunan Indonesia untuk Pengembangan Ilmu-Ilmu Sosial), 2017.
Buku–buku yang telah dipublikasi antara lain:Konflik dan Kerjasama Antar Daerah: Studi Kasus Pengelolaan Kewenangan di Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Bangka Belitung, 2004; Efektivitas Pemerintahan Daerah di Jawa Tengah dan Sumatera Barat, 2005; Menata Kewenangan Daerah dan Antardaerah yang Aplikatif dan Demokratis, 2005; Profesionalitas dan Netralitas Birokrasi: Mewujudkan Daya Saing Ekonomi Daerah, 2007; Demokrasi dan Globalisasi: Meretas Jalan Kejatidirian. 2008; Demokrasi Lokal: Perubahan dan Kesinambungan Nilai-Nilai Budaya Politik Lokal di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali, 2009; Demokrasi Lokal: Peran Aktor dalam Demokratisasi di Jawa Timur, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan dan Bali, 2009; Kisruh Peraturan Daerah: Mengurai Masalah & Solusinya, 2010; Model Demokrasi Lokal, 2011;Pembenahan Mekanisme Penataan Daerah di Indonesia, 2014; Menelisik Praktik Otonomi Daerah dan Pilkada, Jakarta: Institut Otonomi Daerah, 2016; Membangun Negeri Memihaki Bangsa Sendiri (ed), 2017, Jilid 1; Membangun Negeri Memihaki Bangsa Sendiri (ed), 2017, Jilid 2; Politik Pengelolaan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa (ed.), 2017; Dinamika Pengawasan Dana Otonomi Khusus dan Istimewa (ed.), 2018.
Singgih Sutoyo
Koresponden MN.com