Tadarus Budaya Manuskrip Khatrah Karya Sunan Drajad

 

Lamongan -menaramadinah.com : Menyelami Ajaran Sunan Drajat dalam manuskrip Khatrah merupakan tema acara yang digagas oleh Pengurus LESBUMI MWC NU Paciran.

Kegiatan yang berlangsung selepas sholat tarawih (27/4) di Pendopo Ndalem Keluarga Sunan Drajat Paciran tersebut menghadirkan kolektor manuskrip peninggalan Sunan Drajat, yakni Rahmat Dasy dan sejarawan yang juga dari keluarga Trah Drajat Raden Imam Muslihin.

Dalam pembahasannya, Rahmat Dasy menyampaikan dengan lugas perihal banyaknya manuskrip yang belum tersentuh dan dikaji lebih mendalam dari ajaran-ajaran Raden Qosim tersebut.

Khatrah yang berarti ‘krentek-e ati’ (bahasa jawa) memiliki tafsir yang begitu fundamental mengenai ikhwal ketauhidan. Empat nilai yang terkandung dalam salah satu manuskrip itu adalah Malakiyun, Aqliyun, Nafsaniyun dan Syaithoniyun.

Rahmad Dasy menambahkan bahwa berbagai persoalan ketauhidan diejahwantahkan oleh Kanjeng Sunan Drajat melalui tembang-tembang sehingga membuat penasaran masyarakat yang sebelumnya tidak begitu mengenal Islam
yang pada akhirnya mau bertanya atas apa yang dimaksud dalam tembang tersebut.

Selain yang sudah banyak dikenal masyarakat saat ini, Rahmad menukil ajaran Sunan Drajat seperti berikut: “Meper Hardaning Pancadriya Heneng–Henung hening Mulyo guno Panca Waktu” yang berarti bahwa keajegan dalam lelaku hidup sejatinya pinutur nanging mingkem / kontemplasi.

Waktu menunjukkan larut malam, tetapi peserta diskusi begitu khusyu’ mendengarkan paparan yang mengupas isi Manuskrip Khatrah itu. Peserta yang didominasi dari kaum muda begitu larut menyimak penjelasan dari kedua narasumber.

Raden Imam menyampaikan bagaimana metode dakwah yang selama ini digunakan oleh Sunan Drajat dalam penyebaran ajaran Islam di masyarakat sekitar hingga menjadi epicentrum kebudayaan Islam di wilayah pesisir Lamongan.

“Dengan adanya acara seperti ini, paling tidak kita sebagai generasi muda bisa tahu, tentang pitutur-pitutur luhur yang ada dalam manuskrip-manuskrip Raden Qosim Sunan Drajat” tutur Luqman, selaku ketua LESBUMI MWC NU Paciran.

Acara tadarus budaya ini diawali dengan pembacaan tahlil atas wafatnya Ketua LESBUMI PBNU, Bapak K. Ng. H. Agus Sunyoto pagi harinya, dilanjut dengan penampilan teaterikal dari Teater Srulink INSUD Paciran, dan pembacaan puisi oleh saudara Mahrus Ali dan Maidi Abe selaku Sastrawan Muda Lamongan.

Ahmad Farid, Wakil Sekretaris Tanfidziyah MWC NU Paciran juga mengapresiasi sarasehan malam itu, “Kami juga mendukung langkah yang dilakukan oleh Disparbud Lamongan yang telah mendigitalisasi manuskrip koleksi Museum Sunan Drajat. Hal itu perlu difollow-up dengan kajian literasi bersejarah lainnya.”

“Semoga di Tadarus Budaya selanjutnya akan lebih semarak dengan kajian-kajian yang lebih menggugah kesadaran kaum muda Lamongan terhadap pentingnya memahami sejarah, seperti yang digaungkan oleh Almarhum Kyai Agus Sunyoto” Tutup Luqman. (Maidi Abe).