22 April 2021, 10 Ramadhan 1442 H. Sebuah Catatan Kecil

Oleh Evi Sufiani
( Ketua Korps HMI Wati Badko Jawa Timur, periode tahun 1997-1999).

Seharian kemarin, tidak ada ucapan dari saya untuk peringatan kebangkitan perempuan Indonesia yang disimbolkan dengan kelahiran RA Kartini (RAK).

Antara Cut Nyak Dien dan RA Kartini, lebih senior CND, karena beliau kelahiran 1848, sedangkan RAK, kelahiran 1879.

Sama² dari keluarga bangsawan.
CND mendapatkan pendidikan agama dan umum dari orangtua dan guru di lingkungan pendidikan para bangsawan.

Usia 25 tahun (1873) ikut berperang melawan Belanda, bersama² dengan suaminya, karena Belanda saat itu menguasai dan membakar Mesjid Baiturrahman.
Perlawanan CND terhadap Belanda hingga beliau usia tua, tidak mau tunduk patuh pada Belanda.

Pertanyaan nya,
1. Mengapa simbol perjuangan perempuan, simbol kebangkitan perempuan, tidak menggunakan sosok CND ?
2. Apakah karena CND bukan dari Jawa ? Apakah karena CND tidak mau patuh dan tunduk pada Belanda ?
3. Apakah karena CND sosok Muslimah yg taat ? Sosok Perempuan Muslim yang enggan tunduk pada penjajahan? Apakah karena CND sejak awal berjilbab ?
4. Mengapa Negara tidak hadir untuk menjadikan CND sebagai salah satu tokoh perempuan yang sangat penting bagi perjalanan bangsa ini dengan menjadikan sebagai simbol perempuan pejuang?

Saya tidak mengecilkan arti perjuangan RAK, tapi jika simbol perjuangan itu adalah *melawan tirani* , menurut saya hari kelahiran CND lebih bisa diterima sebagai tokoh perempuan yang dijadikan sebagai simbol hari kebangkitan perempuan Indonesia. Perempuan Pejuang.

Di lain pihak: Data WHO saat pandemi covid ini: insiden IPV ( _Intimate Partner Violance_) dan _Public Violance_ pada perempuan meningkat tajam di seluruh dunia.
_Violance_ di sisi kesehatan, ekonomi, politik dan hukum

Artinya, ada banyak persoalan yang sangat mendasar yang banyak dialami perempuan di setiap negara, dan persoalan² ini tidak bisa diselesaikan dengan hanya sekedar berkebaya dan berkain saja.
Perlawanan terhadap penindasan dan kekerasan terhadap perempuan, advokasi² pada perempuan harus terus dilakukan.
Belum lagi, pada keluarga² yang terdampak bencana sekaligus terdampak pandemi, para perempuan tangguh ada di dalam keluarga yang seperti itu.
Dan apakah negara hadir untuk menjadi backup para perempuan ini ?
Inilah PR besarnya

Lihatlah, berapa banyak perempuan yang kemudian mengambil alih sektor keuangan keluarga ketika suaminya terkena PHK, ketika gaji suaminya di potong oleh perusahaan karena dampak pandemi?
Berapa banyak perempuan yang kemudian bergerak di sektor nonformal? Begitu banyak lonjakan di sektor ini yang dikerjakan perempuan, yang juga disaat yg sama terus mengusahakan ketundukan dan kepatuhan nya pada Imam keluarga nya.

Berapa banyak perempuan yang mengurangi kecukupan gizi untuk dirinya dan memberikan nya pada suami dan anak²nya? Dan di sisi yang lain, para lelaki yang harusnya bekerja lebih keras untuk mencukupi pemenuhan kebutuhan dasar keluarganya, diambil alih oleh istrinya dan itupun masih dikurangi dengan jatah *rokok* dan *kopi* .

Selamat hari Perempuan (setiap hari) untuk semua perempuan Indonesia, karena kita para perempuan tokoh sentral dalam kehidupan kita sendiri dan kehidupan keluarga kita. Jadikanlah semua upaya² kita ini bernilai ibadah, lillahi ta’ala mencapai ridho Nya memudahkan kita menuju Syurga Nya.
Aamiin yra

Salam ta’zim