Kedelai Prabu Minohek

Oleh : Maimura.

 

KELEDAI PRABU MINOHEK, TAHU TEMPE, PERTUMBUHAN DIATAS MEJAMAKAN, NAMAKU VARIAN BARU CINTA.

Setiap kali Tahu Tempe menghilang dipasaran perbincangan seolah serius, tapi tidak bagi Besut, Rusmini, dimasa lalu kedua pasangan itu cukup melongok ke Sungai Petemon, untuk memastikan benar atau tidak isu semacam itu, apabila kulit kulit kedelai masih tampak mengapung, sudah bisa dipastikan isu isu yg berterbangan, hoax. Besut, Rusmini sudah mewarisi Ilmu nggletek dari Prabu Minohek, seringkali berbagai isu muncul tersebab apapun, ujung ujungnya ya “nggletek”, maka keduanya santai aja. Dimeja makan Besut, Rusmini, sudah terbiasa hidangan yang berasal dari njebol dipekarangan rumah, kadang juga dari pekarangan Tetangga, sudah turun menurun barter terjadi untuk menjaga meja makan tetap tumbuh. Tidak ada Tempe ya Tahu tidak ada keduanya yg Tempe gembos, tidak ada semuanya ya Ontong (bunga pohon pisang) dimasak Lodeh, Kare, atau apapun, rasanya semacam daging. Pendeknya Mejamakan Besut, Rusmini dan kawan kawan terus tumbuh dengan saling pengertian. Yang paling dikuatirkan Besut, Rusmini, kalau ada serangan “Adu Domba” tersebab apapun, rakyat Prabu Minohek, leluhur Besut, Rusmini tercatat pernah ajur mumur, sehingga dengan mudah terjajah ratusan tahun ya karena adu domba yg dilancarkan “kawan” yg datang sebagai mitra barter. Kekuatiran itulah yang membuat Besut, Rusmini, nggak bisa makan dg enak meski lawuh(lauk) Ontong yg mamel sebab ditebang sebelum waktunya, juga nggak bisa tidur, “waswas” berbagai kata “jangan- jangan” menyeruak terus dipikiran keduanya, benar benar “sinting, cemas, gemas, ” kuatir sangat, kalau tiba tiba muncul, tampak kasat mata, Varian baru cinta itu tanpa mengetuk pintu, menyelinap dan membuat nafas sesak, tersengal sengal lalu “dut” alias njentang/modar atau matek. Dalam cemas itulah, Besut- Rusmini, membongkar primbon primbon yg pernah ia dapatkan, kentongan seketika diraih dipukul berulang ulang (titir) tak berapa lama tetangga, saudara, sudah kumpul, Besut,Rusmini, beringsut mengambil tempat yang agak tinggi, menunjukan foto pertunjukan drama, lalu berkata, ” Dulur dulurku kabeh, Drama ini hanya ingin mendekati apa apa yang tidak berubah dan yang telah berubah disekitar kita. Siapa tahu diam diam sebenarnya kita lebih suka hidup berdampingan dengan bangkai, atau hidup sebagai hewan, karena manusia memiliki berbagai beban moral yang terlalu berlebihan, yang sebenarnya mungkin hanya mampu dipanggul oleh robot robot, atau oleh lampu jalan dimalam hari, kalimat ini sengaja aku pinjam dari seorang sastrawan yg bernama Afrizal Malna yg ditulis sekian tahun yang lalu, semoga dapat menjadi pengantar perenungan kita demi menjaga persaudaraan kita, seduluran kita yg luar biasa itu”. Orang orang segera mengakhiri kerumunan, dalam sekejap lenyap ditelan malam. (Foto petrunjukan Adu Domba karya,Sutradara Bambang Sujiono, almarhum. Diperankan, oleh : Farid Syamlan, Zainuri, Solikhin Jabar, Luhur Kayungga, Meimura. Produksi Bengkel Muda Surabaya).