The Nice Adventure Ke Pertapaan Sitinggil Gemarang,Tempat Pertapaan Eyang Abiyasa dan Persembunyian Pangeran Timur

Madiun.menaramadinah.com,Di pertengahan Desember 2019 lalu,Bro J dan rekan Teguh”Al-Farie” Santoso melakukan perjalanan napak tilas dalam rangka tugas jurnalistik peliputan tempat bersejarah di sebuah pertapaan di Ngukiran Rahtawu ,Gemarang,Madiun.
Sebelum menuju lokasi pertapaan yang berada di dekat persawahan itu,kami berdua singgah dahulu di rumah sang juru kunci yaitu Mbah Harnito yang tinggal tidak jauh dari pertapaan.
Beliau adalah seorang juru kunci yang kuat tirakat,jarang makan nasi ,puasa ngrowot dan bila malam jarang tidur ,berdo’a.
Mbah Harni suka memelihara kucing,dirumahnya banyak kucing yang beliau rawat dengan baik.
Mbah Harni menceritakan bahwa pertapaan yang jaga pernah dipakai bertapa oleh Eyang Abiyasa dari Negeri India.Itu terjadi ratusan tahun lalu.Dia datang ke Jawa ditemani beberapa pengikutnya.
Sebenarnya ,Eyang Abiyasa adalah keturunan bangsawan .Namun beliau lebih untuk menepi jauh dari istana demi menempuh perjalanan ruhani.
Diibaratkan beliau bagaikan seorang sufi yang zuhud.Hatinya tidak terikat atau terpancang dengan dunia yang sifatnya sementara.Namun beliau juga tidak membenci dunia.Dunia adalah persinggahan atau terminal menuju kehidupan yang hakiki.Konsep Sangkan Paraning Dumadi,manusia harus tahu dari mana ia berasal,dimana ia sekarang dan kemana ia hendak berpulang.
Selain pernah dipakai Eyang Abiyasa ,pertapaan Ngukiran juga pernah dipakai sebagai tempat persembunyian oleh Pangeran Timur(Panembahan Ronggo Jumeno) ,Adipati Purbaya(cikal bakal Madiun) ketika para prajurit Sutawijaya dari Mataram melakukan penyerangan ke wilayahnya.
Anehnya,saat para prajurit Mataram mendekati kawasan dimana ada pertapaan,pandangan mata mereka seolah gelap.Akhirnya mereka gagal menemukan dan menangkap Pangeran Timur yang merupakan putra dari Sultan Trenggono,penguasa Demak Bintoro.
Sewaku kami berdua sampai didekat pertapaan,ada getaran energi yang terasa berbeda.Kami juga dikejutkan makhluk hitam yang tidak terlalu besar melintas diantara daun-daun dipepohonan yang hilang dalam sekejab pandangan.
Kami memperbanyak do’a dalam hati.
Tempat bertapa yang berada dalam naungan KPH Perhutani Saradan itu memang masih wingit.Tetapi bila niat dan tujuan kita kesana baik,tidak akan terjadi apa-apa.
Orang-orang menyebutnya Sitinggil sebab lokasinya berada di posisi tanah yang tinggi.Sitinggil merupakan penggabungan dari dua kata yaitu siti dan inggil.Siti berarti tanah dan inggil adalah tinggi.
Disana juga pernah ditemukan lingga yoni .Bukti bahwa situs budaya itu peninggalan peradaban Hindhu.
Banyak juga disekitarnya ,orang-orang menemukan gerabah kuno.
Di sekitar pertapaan banyak terdapat pohon jati yang tua dan bagus.
Namun warga desa tidak menebangnya ,baik untuk dijual maupun dijadikan mebel untuk keperluan sendiri.
Mereka takut dan menghargai leluhur,meskipun leluhur sudah tidak ada lagi didunia ini.
Itulah kearifan lokal warga Gemarang ,khususnya dari Ngukiran yang ikut melestarikan situs budaya yang pada malam satu suro selalu ramai dengan para peziarah lokal dan luar daerah .Misalnya para peziarah dan ahli lelaku dari Magetan dan Ponorogo.
#Bro J#31 -3-2020.
Jurnalis menaramadinah.com Biro Madiun dan Pecinta Sejarah.