MENAKAR KE-NU-AN MAHFUD MD

Oleh : Ach Fatori

Saat ini medsos sedang gaduh masalah Kabinet Indonesia Maju. Saya intip di beberapa platform medsos, teman-teman saya dari kalangan Nahdliyyin mempermasalahkan Menteri Agama yang bukan NU, juga mempermasalahkan jatah NU yang sama sekali tidak ada dalam Kabinet tersebut. Ditambah lagi nama Kabinet “Indonesia Maju” yang mirip jargon Muhammadiyah “Islam Berkemajuan”, seandainya bernama “Kabinet Nusantara” mungkin mirip jargon “Islam Nusantara”, nggak akan terlalu diributkan.

Tidak tanggung-tanggung seorang buzzer asal gurun pasir yang berprofesi sampingan sebagai dosen yang bernama Sumanto Al-Qurtuby menyemburkan residu-residu politik identitas melalui artikel pendeknya yang biasa disebar ke medsos.

Buzzer itu dengan brutal menyebut Mahfud MD bukan NU, tidak begitu NU, tidak seberapa NU atau tidak punya komitmen terhadap NU.

Sebagai salah satu putra pamekasan saya prihatin melihat ulah Kang Manto itu. Setau saya Pak Mahfud MD seorang NU tulen, lahir dari pasangan orang tua NU tulen. Ayahanda pak Mahfud yang bernama H Mahmoddin, kemudian diberi gelar H Emmo Prawiro Truno, adalah seorang PNS. Pada Pemilu pertama Orde Baru, sebagai seorang pejabat birokrasi beliau ditekan oleh rezim Orde Baru untuk memenangkan Golkar di Wilayah yang beliau pimpin, yaitu Kawedanan Waru. Ternyata Golkar sama sekali tidak dapat suara, berarti termasuk Pak Wedananya sendiri tidak nyoblos Golkar. H Mahmoddin sebagai pejabat pemerintah waktu itu memang terang-terangan mengajak rakyatnya untuk nyoblos Partai NU, walhasil Partai NU yang unggul di kawasan tersebut.

Akibat ulahnya terhadap Orde Baru, ayahanda Mahfud MD sempat ditahan oleh militer, namun ada aksi masyarakat sehingga akhirnya dikeluarkan. Itulah kisah tentang betapa cinta dan fanatiknya orang tua Mahfud MD terhadap Partai NU.

Mahfud kecil sering dibawa nyabis alias sungkem ke Kyai-kyai besar oleh ayahandanya, dan itu merasuk ke dalam jiwa Mahfud MD hingga saat ini.

Mahfud MD sendiri beraqidah Aswaja ala NU bukan Aswaja aliran keras ala Ormas Aswaja non NU, amaliyah sehari-hari NU, sumbangsih kebijakan dan pemikiran untuk NU dan kader-kader NU juga luar biasa. Keluarga besar Mahfud MD ya NU semua bahkan salah satu keponakannya yang bernama Firman Syah Ali merupakan seorang pejuang militan NU sejak di bangku sekolah. Keponakan yang lain rata-rata aktivis PMII, sebuah organisasi kemasyarakatan Mahasiswa (Ormawa) yang punya ikatan historis dan ideologis dengan NU.

Kalau Mahfud MD memang tidak begitu NU, tidak mungkin orang mukasyafah seperti Gusdur bisa sedemikian percaya, cinta dan sayangnya kepada Mahfud MD, dan beberapa tugas rahasia terkait dunia para masayikh NU ya hanya dipercayakan kepada Mahfud MD.

Saya heran, Kang Manto menggunakan alat bedah analisa apa sehingga anggap Mahfud MD tidak begitu NU? Apa lupa akan dawuh KH Muchith Muzadi bahwa di Madura itu jangankan orangnya, ayamnya juga NU.

Tapi bagi seorang Mahfud MD tidaklah penting dia dibilang NU atau bukan, direkom oleh pengurus NU atau tidak, diakui sebagai NU atau malah dituding bukan NU. Mahfud MD tidak masalah walau Setya Novanto, Hari Tanu dan Ahok dibilang NU, sedangkan Mahfud MD bukan NU.

Dalam pengamatan saya, Mahfud MD sangat NU, cinta NU, namun tidak terlalu penting baginya disebut NU. Disebut bukan NU monggo, tidak apa-apa. Mahfud MD punya integritas, kapasitas dan kapabilitas yang dapat membanggakan NU tanpa harus diakui sebagai bagian dari NU.

*)Penulis adalah
Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan ULM Banjarmasin