
Kuatnya KARAKTER JAWA pada diri para KIYAI SEPUH menghadapi konflik di PBNU. Seperti apakah karakternya. Berikut ini laporan Pemred menaramadinah.com Husnu Mufid :
Dalam jiwa orang Jawa ada istilah Ngalah. Ngalih dan Ngamuk dalam menyelesaikan persoalan kehidupan di Filsafat Jawa ;
Di Pertemuan Pondok Pesantren Ploso Para kiai dalam upaya menyelesaikan konflik di PBNU melakukan tindakan ( NGALAH )
Para kiai sepuh memandang konflik PBNU sebagai ujian kedewasaan organisasi,
Beliau – Beliau masih mengingatkan dengan bahasa sejuk mengajak semua pihak menahan diri, sembari mengingatkan bahwa NU dibangun dengan pengorbanan bukan ambisi.
Kemudian Pertemuan di Pondok Pesantren Tebuireng menjalankan filsafat ( NGALEH ) dalam menyelesaikan konflik di PBNU.
Para kiai sepuh sudah mulai KECEWA dengan sebagian pengurus PBNU yang tidak bisa di ingatkan Baik-baik,
Di panggil tidak datang, dan mengabaikan peringatan dari Para kiyai sepuh untuk ISLAH dan tidak meneruskan konflik yang merugikan Jam’iyah.
Senentara di Pertemuan Pondok Pesantren Lirboyo menjalankan filsafat Jawa dengan istilah ( NGAMUK )
Ketika adab organisasi diinjak, mandat jamaah diabaikan, dan musyawarah dipandang remeh, Para kiyai sepuh akhirnya berada dalam posisi akhir karakter Orang Jawa “Ngamuk”
Pengurus PBNU Di Peringatkan Secara Tegas jika tidak mau ISLAH, Kiyai Sepuh meminta agar MANDAT di kembalikan kepada Mustasyar,
Mustasyar / Para Kiyai Sepuh sudah tidak bisa mentolerir Konflik, Dan Akan menata ulang struktur Jam’iyah dengan jalan MUKTAMAR LUAR BIASA.
_
