
Dewi Farah (Anggota Satu Pena Jawa Timur)
Langit Makkah sore itu berwarna keemasan, seolah ikut bersujud bersama jutaan hati yang datang membawa rindu. Di antara lautan manusia yang bertalbiah, tampak sosok Pak Erlan – dengan perlahan , namun mata yang menyala oleh cahaya keyakinan. Keterbatasan fisik bukan penghalang, melainkan jembatan menuju keajaiban. Setiap langkahnya adalah doa yang hidup, setiap nafasnya adalah dzikir yang bergetar diantara dinding Ka’bah.
Baitullah berdiri megah, hitam dan agung, seperti pelukan Tuhan bagi hamba yang datang dengan hati tulus. Ketika kaki Pak Erlan menapaki pelataran suci itu, bumi seolah berhenti berputar. Langkah yang terbatas itu menjadi simfoni keteguhan, mengajarkan bahwa kekuatan sejati bukan pada tubuh, melainkan pada jiwa yang tak pernah menyerah.
Di hadapan Ka’bah, air mata menjadi bahasa yang paling jujur. Pak Erlan menatap rumah Allah dengan pandangan yang menembus waktu – seolah berbicara dengan langit, mengadukan segala lelah, lalu menyerahkan segalanya kepada Sang Pemilik Kehidupan. Dalam diamnya, ada gema takbir yang tak terdengar, namun mengguncang langit dan bumi.
Baitullah menyambutnya bukan dengan suara, melainkan dengan cahaya. Cahaya yang menembus hati, membasuh luka, dan menyalakan kembali semangat yang sempat redup. Di tempat itu, keterbatasan berubah menjadi kekuatan dan kelemahan menjelma menjadi keindahan. Karena di hadapan Allah, bukan langkah yang dinilai, melainkan arah hati yang menuju kepada-Nya.
Ketika Thawaf di mulai, setiap putaran menjadi kisah cinta antara hamba dan Tuhannya. Pak Erlan berjalan perlahan, namun setiap gerakannya seperti menulis puisi di udara – puisi tentang keteguhan, kesabaran dan cinta yang tak mengenal batas. Di tengah lautan manusia, ia bukan sosok yang tertinggal, melainkan jiwa yang terangkat oleh Rahmat.
Baitullah, rumah suci itu, seolah berbisik lembut : “Selamat datang, wahai hamba yang datang dengan langkah terbatas, namun hati seluas langit.” Dan di bawah Ka’bah yang abadi, Pak Erlan membuktikan bahwa keterbatasan bukan akhir dari perjalanan, melainkan awal dari keajaiban yang bersinar dari dalam jiwa.
Makkah, 2025
