Pilkada Serentak di tengah Pandemi Covid. Bang Pur: Keselamatan Rakyat adalah prioritas utama.

Jakarta, 18 September 2020
Pandemi covid 19 belum juga menunjukkan tanda-tanda kepastian kapan akan berakhir. Bahkan beberapa daerah di Indonesia eskalasi yang terjangkit dan potensi cluster penyebaranya semakin meningkat. Di belahan bumi lainnya pun mengalami hal yang tidak jauh berbeda. Di negeri paman syam Amerika Serikat misalnya, yang positif terjangkit Corona sudah menembus angka lebih dari 6 juta jiwa. India di tempat kedua mencapai angka lebih dari 5 juta, disusul Brasilia dengan angka hampir 5 Juta jiwa. Di tengah situasi Pandemi covid yang melanda, Indonesia memiliki hajat penting berupa Pilkada serentak yang akan digelar pada 9 Desember 2020. Hal ini merisaukan banyak pihak karena besar kemungkinan akan membawa implikasi yang tidak ringan. Bagaimana pandangan Anggota DPR RI terkait dengan problematika tersebut? Berikut wawancara dengan H. Muhamad Nur Purnamasidi Anggota Fraksi Partai Golkar Komisi X yang kami temui langsung di Gedung DPR MPR DPD RI Senayan, Jum’at 18 September 2020.

Direncanakan sesuai tahapan sebanyak 270 (9 Provinsi, 224 Kabupaten, 37 Kota) daerah di Indonesia pada awal Desember akan digelar Pilkada Serentak, sementara itu situasi pandemic covid 19 masih belum juga ada indikasi kapan segera berakhir, tanggapanya?
Tentu ini merupakan tantangan sekaligus problem yang cukup dlematis ya. Harus kembali dikalkulasi berbagai kemungkinan, termasuk yang terburuk sekalipun. Pada prinsipnya saya berpandangan bahwa keselamatan rakyat itu yang paling utama. Tentu kurang elok, apabila KPU sebagai penyelenggara Pilkada nantinya bersikukuh menyelenggarakan di tengah masih terjadinya situasi covid. Implikasinya tidak ringan, karena sangat memungkinkan akan menjadi cluster baru penyebarannya.
Di tengah situasi ekonomi yang fluktuatif, dan kecenderungan corona yang cukup tinggi maka hemat saya perlu dikaji secara lebih komprehensif serta dipertimbangkan secara lebih matang dan hati hati. Konkritnya, harus ada ketegasan serta pemilahan secara cermat terkait situasi daerah. Mana yang cukup aman untuk melaksanakan Pilkada, Mana daerah yang harus diperhitungkan secara lebih cermat. Bila status covid di suatu daerah masih rawan, ya jangan dipaksakan lah, resikonya terlalu besar. Mungkin perlu di jadwal ulang atau ditunda dulu sampai daerah tersebut dinyatakan relative aman. Berbagai opsi yang nanti dijalankan tentunya membawa konskuensi. Pro dan kontra itu kan biasa dan lumrah serta niscaya terjadi di alam demokrasi.
Tanggal 26 September 2020 dimulai tahapan kampanye bagi para calon di Pilkada. Tentu ini situasi yang cukup riskan. Untuk itulah hemat saya, terkait metode/pun model pelaksanaan kampanye diminimalisirlah pelibatan kerumunan jumlah massa yang banyak di suatu tempat, bahkan kalau bisa dihindari. Semua harus berdisiplin sesuai dan mematuhi protocol kesehatan di era new normal.

Beberapa waktu yang lalu, KPK memberikan hasil kajiannya yang cukup mengagetkan bahwa 82 % calon Kepala Daerah dibiayai oleh para “Cukong” Komentar anda?
Saya menilainya itu sebagai “warning” KPK bahwa besar prosentase kemungkinan terjadinya rasuah dalam setiap Pilkada. Diakui atau tidak, pembiayaan untuk berkontestasi dalam Pilkada relative besar. Para ahli politik pun sering menyatakan Biaya Demokrasi “Liberal” itu sangat mahal, costnya tidak sedikit. Itu salah satu konskuensi amandemen UUD yang telah disyahkan dan ditetapkan tahun 2002. Demokrasi sampai saat ini adalah system terbaik, diharapkan menjamin lahirnya pemimpin yang kredibel dan berintegritas dimana prinsip vox populi vox dei (suara rakyat itu suara Tuhan) itu dijalankan. Ada partisipasi dan proses Pendidikan politik bagi rakyat secara langsung.
Kembali ke pertanyaan tadi, Kita berharap kajian KPK itu tidak terjadi. Itu yang menjadi harapan dan keinginannya semua pihak. KPK bisa menemukan cara yang efektif dan optimal dalam upaya pencegahan dan penindakan terkait hal itu. Dan untuk mewujudkan hal tersebut sudah barang tentu diperlukan dukungan dari semua pemangku kepentingan. (Om iyan.))