
0Oleh : Masfufah Indah dkk
Judul di atas kami ambil dari buku :
“GUS DUR JEJAK BIJAK SANG GURU (Memimpin ala kyai pesantren)”
Karya: Anom whani Wicaksana
Penerbit: CV Solusi Distribusi
Tahun: 2018
Jumlah Halaman: 154 Halaman
Ini adalah tugas resensi buku mata kuliah bahasa indonesia yang dibimbing langsung oleh : Ust. Yahya Aziz Dosen PIAUD FTK UINSA.
Para penulis kelompok 1, mereka adalah :
1. RATIH TSANIA ULYA (06030925097)
2. NOVALINDA DEWI KURNIA PUTRI (06030925096)
3. MUH ALJAVIER ARYA PUTRA R (06030925095)
4. IKRIMA DAROJATUL ‘ULYA (06030925100)
5. KHORIDATUL MADIHAH (06030925091)
6. MASFUFAH INDAH INDRIANA (06030925093)
7. MAMLUATUN NIKMAH (06030925092)
Suatu malam pada Mei 1998, Ngatawi Al Zastrouw sedang berada dirumah Gus Dur di Cianjur, Jakarta. Menjelang tengah malam, beberapa tamu meninggalkan rumah tersebut. Yang masih tersisa hanyalah Gus Dur ,Fajrul Falaakh, dan Zastrouw sang asisten Gus Dur. Waktu itu tiba-tiba Gus Dur berkata, “Tro, besok kita datang ke Cendana ketemu Pak Harto.” “Buat apa kesana Gus?”tanya Zastrouw. Lalu Fajrul menimpali,”Wah bahaya Pak Dur kalau situasi seperti ini dekat-dekat Soeharto.” “Bahaya opo, kayak mau perang aja,” jawab Gus Dur. “Kalau bisa, mbok tidak usah ketemu Pak Harto dulu, Gus. Suasana sedang tegang dan semua orang memusuhi Pak Harto. Nanti njenengan ikut dimusuhi,” ujar Zastrouw.
Gus Dur menanggapi Zastrouw dan Fajrul dengan serius. “ Begini ya, ini keadaan sudah sangat kacau, kesatuan bangsa terancam, mosok kita masih memikirkan popularitas pribadi,” ujarnya.”Saya tidak peduli mau popularitas saya hancur, difitnah, dicaci maki atau dituduh apa pun, tapi bangsa dan negara ini harus diselamatkan dari perpecahan. ”Zastrouw dan Fajrul terdiam mendengar ucapan Gus Dur. Percakapan meraka bertiga dimalam itu menunjukkan betapa Gus Dur adalah pemimpin yang rasional. Menurut Gus Dur, pemimpin bukanlah orang-orang yang bisa menggerakkan massa atas nama kebenaran, dan meneriakkan ayat – ayat suci. Pemimpin tidak boleh memenuhi persepsi dan kemauan massa yang mengancam bangsa dan merusak kehidupan.Pemimpin adalah orang-orang yang berani mempertaruhkan apapun yang ada pada dirinya demi kemaslahatan dan mencegah kerusakan. Puncak kepemimpinan Gus Dur tampak ketika ia terpilih menjadi Presiden RI. Dimata banyak orang, terutama kalangan nahdliyin kemenangan Gus Dur merupakan puncak perjuangan NU dalam memposisikan kiprahnya bagi indonesia. Kepemimpinan Gus Dur juga bernuansa kharismatik. Pemimpin kharismatik seperti Gus Dur juga memiliki nilai positif dan negatif. Tidak mudah untuk mempertahankan kharisma di era globalisasi. Ia harus berperan penting di dalam menciptakan perubahan sehingga ia lahir ketika sebuah negara sedang mengalami krisis yang luar biasa. Ia adalah putra pertama dari enam bersaudara yang dilahirkan di Denanyar, Jombang. Secara genetik ia adalah keturunan “Darah Biru” pesantren. Ayahnya , KH Wahid Hasyim adalah putra KH Hasyim Asy’ari pendiri NU dan pendiri Pesantren Tebuireng. Ibundanya ,Hj Sholehah, adalah putri pendiri Pesantren Denanyar, yaitu KH Bisri Syamsuri. Kakek dari pihak ibunya ini juga merupakan tokoh NU, yang menjadi Rais ‘Aam PBNU setelah KH Abdul Wahab Hasbullah. Artinya Gus Dur adalah cucu dari dua ulama NU sekaligus, dan dua tokoh bangsa indonesia. Secara kultural, Gus Dur mampu menunjukkan bahwa ia selalu bersentuhan dengan kultur pesantren yang sangat hierarkis, tertutup, dan penuh dengan etika yang serba formal. Kebebasannya dalam berpikir dan luasnya cakrawala pemikiran yang dimiliknya melampaui batas – batas tradisionalisme yang dipegangi komunitasnya sendiri.
– Berikut adalah ringkasan informasi mengenai Gus Dur :
1. Gus Dur dikenal sebagai pejuang demokrasi dan pluralisme, serta dianggap sebagai satu-satunya kekuatan sosial politik independen di Indonesia selama era Orde Baru.
2. Ia adalah representasi kalangan pro-demokrasi dari masyarakat sipil dan dikenal karena keberaniannya mengkritik pemerintah.
Meskipun populer dan disegani, ia juga dimusuhi dan dicaci-maki sepanjang hidupnya.
3. Gus Dur selalu setia pada Islam dan nilai-nilai kebangsaan.
