
BLITAR–Ustadz Imam Makrus menyampaikan, bahwa Kitab Hujjah Ahlusunnah wal jamaah ini disusun atau dikarang oleh KH. Ali Maksum. Kitab ini menjadi salah satu pegangan para nahdliyin karena membahas persoalan-persoalan yang menjadi perdebatan di tengah masyarakat.
Pengarang kitab ini merupakan ulama kharismatik, kiprah beliau melekat di kalangan pesantren maupun khalayak awam sebagai tokoh yang moderat yang tak berjarak dengan masalah yang nyata dikeseharian umat.Beliau Tokoh NU dan Pengasuh Pesantren Al- Munawair Krapyak Yogjakarta.
“Kitab ini terdiri dari 9 bab.Pembahasan terdapat tiga tema pokok ,Ziarah kubur, ibadah di bulan ramadhan serta tawasul kepada nabi serta para auliya’ dan ulama,” ujar Ustadz Imam Makrus mensitir isi kandungan kitab Hujah Ahlusunnah Waljamaah.
Menurutnya, kitab ini menjadi rekomendasi bagi umat Islam yang melanjutkan tradisi tawasul dan ziarah kubur.
“Mari kita simak pembahasan bab 1 dalam kitab ini,” katanya.
Persoalan Pertama,lanjut Ustadz Imam Makrus, tentang kebolehan memberikan pahala shodaqoh dan bacaan Al-Qur’an kepada mayyit dan sampainya pahala bacaan Al-Qur’an dan Amal-Amal kebaikan kepada mayit.
Hal ini merupakan permasalahan cabang khilafiyah (perselisihan pendapat di umat islam) maka tidak selayaknya untuk memperdebatkan, melakukan fitnah dan ingkar kepada orang yang berpendapat dan orang yang mengamalkannya.
Dan tidak selayaknya di antara 2 saudara muslim. Jika orang yang melarang memiliki sandaran (dalil dan alasan) maka orang yang melakukan atau membolehkan juga memiliki sandaran (dalil dan alasan) seperti itu juga.
Lalu, bagaimana dalil yang membolehkan persoalan tersebut?
Di dalam kitab Hujjah Ahlusunnah Wal jama’ah yang dikarang oleh KH Ali Maksum menukil pendapat dari Imam Ibnu Taimiyah. “Sesungguhnya seoarang mayyit bisa mendapatkan kemanfaatan dari bacaan Al-Qur’an (dari orang yang masih hidup) sama halnya seperti dia bisa mendapatkan kemanfaatan dari ibadah maliyyah seperti shodaqoh dan sebagainya” ujar Kiai Mahrus mensitir pendapat Ibnu Taimiyah.
Didalam kitab ini,lanjutnya,dapat disimpulkan bahwa menurut Imam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnu Qoyyim memiliki kesamaan pendapat bahwa orang yang bershodaqoh (membaca Al-Qur’an kepada mayyit) itu sampai. Lalu, ulama Madzhab Syafi’i berpeendapat bahwa shodaqoh bisa sampai pahalanya kepada mayyit atas kesepakatan.
Sedang Madzhab Imam Maliki berpendapat tidak ada perselisihan didalam sampainya pahala shodaqoh kepada mayit, sedangkan terjadi perselisihan di dalam kebolehan membaca Al-Qur’an untuk mayit. pendapat Imam madzhab Maliki memakruhkannya.
“Akan tetapi ulama-ulama akhir madzhab Imam Maliki berpendapat membolehkannya. Dan kebolehan itu adalah amalan yang telah berlaku maka, pahahala membaca Al-Qur’an sampai kepada mayit adalah pendapat yang lebih unggul,” *Imam Kusnin Ahmad*(bersambung)