Ba’alawi dan Cacat Logika (2)

Oleh : KRAT. FAQIH WIRAHADININGRAT

DEFINISI LOGICAL FALLACY berikut ini

5. CIRCULAR REASONING:
Argumen yang terus diulang-ulang tanpa bukti yang kuat. Misal berargumen bahwa Habaib itu nasabnya asli dzurriyah Nabi karena sudah disahkan oleh Lembaga Pencatat Nasab mereka yaitu MDRA. Ketika ditanya apa buktinya? Jawabannya kembali lagi ya karena sudah disahkan oleh RA, dan RA itu lembaga paling shohih sebagai pencatat keturunan Nabi.

6. BURDEN OF PROOF
Jenis sesat berpikir dimana salah satu pihak mengeluarkan tantangan agar pihak lain mengeluarkan bukti dari argumennya. Kalo tidak bisa mengeluarkan maka dianggap argumen pihak penantang lah yang benar. Misal pihak Ba’alwi menantang untuk mengeluarkan dalil bahwa kitab sejaman itu diperlukan demi membuktikan kebenaran nasab. Kalau tidak bisa mengeluarkan dalilnya maka kitab sezaman itu bukan syarat mutlak pembuktian.
Padahal logika berbicara, bila datanya saja gak ada apalagi selama 550 tahun, maka bagaimana mengkonfirmasi kebenarannya lha wong yang mau dikonfirmasi tidak ada datanya.
Ini sama halnya seorang Atheis menantang untuk menunjukkan keberadaan Tuhan, bila tidak bisa menunjukkan maka Tuhan itu tidak ada.

7. BEGGING THE QUESTION
Argumen yang tidak jelas itu pernyataan atau pertanyaan. Sehingga yang mendengar menjadi kebingungan. Bagi mereka yang nalarnya lemah, akan menyerah dan mengikuti arus penyesatannya.
Misalnya, “Nasab Habaib itu jelas seperti Matahari di siang bolong. Bagaimana mungkin mereka berani meragukannya, sedangkan sudah seterang matahari yang terang-benderang !?!”

8. FALSE DILEMMA
Teknik ini sangat efektif, kepada mereka yang lemah nalar atau malas berpikir, yaitu dengan memberikan 2 pilihan yang salah kepada lawan bicaranya.
“Sekarang pilih, kalian ingin dapat syafaat Nabi dengan mempercayai nasab kami, atau memilih beresiko mati kafir bila meragukan nasab kami?”

9. APPEAL TO NATURE
Jenis sesat pikir yang satu ini membuat orang berpendapat kalau semua hal yang alami atau rutinitas adalah baik, benar, dan tidak terbantahkan sama sekali. Contohnya, tiap hari kita melihat bahwa matahari terbit dari timur lalu bergeser ke barat, demikian setiap harinya. Maka disimpulkan matahari berputar mengelilingi bumi dengan arah dari timur ke barat. Padahal kenyataannya bumi lah yang beredar mengelilingi matahari sebagaimana planet-planet lainnya di tata surya kita. Contohnya lagi, di majelis Ba’alwi tiap hari Ratib Al Haddad dibaca, tiap malam jumat Maulid Habsyi dilantunkan dan tiap tahun banyak khoul habib diselenggarakan. Disitu disebutkan berulang-ulang bahwa nasab mereka tersambung ke Nabi SAW melalui garis lurus laki-laki. Maka tidak alasan untuk tidak mempercayainya lagi. Atau wajah mereka yang ‘ngarab’, maka jelas lebih pantas mengaku sebagai keturunan Nabi daripada kyai-kyai pribumi walau sudah mendapat isbat nasab dari Naqobah Internasional sekalipun. Padahal pengulangan narasi ribuan kali belum tentu itu sebuah kebenaran bila tidak diuji dengan kaidah yang benar, dan wajah saja tidak bisa menentukan kebenaran dari suatu keturunan, yang benar yaitu dari kajian pustaka dan genetika.

10. ANECDOTAL
Yaitu dengan menggunakan pengalaman pribadi dan sampel tertentu secara subjektif untuk pembenaran. Misal dia ke majelis Habib Umar bin Hafidz di Tarim Yaman, dan disana diakui beliau seorang cucu Nabi. Kemudian ke Dubai datang di Majelis Habib Ali Jufri dan disana pula diakui sebagai keturunan Nabi. Demikian pula ketika ke Habib Zein bin Sumaith di Madinah, dan habib-habib lain di Malaysia, India atau di Oman. Semua murid-murid dan sekitarnya mengakui semua habaib itu adalah cucu Nabi. Maka tidak ada alasan bahwa di Indonesia menolaknya. Padahal seharusnya, mempertanyakan seseorang itu benar keturunan Nabi ya ke keluarga besarnya dan di lembaga yang valid. Yaitu di Naqobah Saadatul Asyrof Yaman dan Iraq sebagai asal Negeri Leluhur yang diklaimnya.

11. AD IGNORANTUM
Hampir sama dengan menggeneralisasi tetapi terpaku pada satu subjek saja. Misal dalam suatu kitab yang berdekatan dengan masa hidup kakek mereka disebutkan nasab putra Sayyid Ahmad bin Isa hanya 3, tidak ada nama kakek mereka Ubaidillah. Lalu di Kitab tersebut nasab sayyid yang lain tidak disebutkan, maka seketika diyakini nasab yang lain itu juga batil, atau kitab tersebut tidak valid. Padahal mengkaji sesuatu itu harus banyak kitab. Karena bisa jadi nasab yang ikut dituding palsu pula itu ternyata disebutkan di banyak kitab nasab lainnya yang sezaman. Tujuan dari penyesatan ini adalah mengalihkan perhatian dengan membuka konflik baru.

12. THE GAMBLER’S FALLACY
Kesesatan yang bersifat perjudian dan mengajak orang berpikir sempit. Seperti himbauan seorang Habib kepada jamaahnya agar jangan ikut-ikutan bertanya atau menghiraukan segala polemik nasab mereka. Dengan alasan bahwa sebentar saja hal tersebut ramai, nanti juga akan reda dengan sendirinya. Ini penyesatan untuk menghibur diri dan bagi mereka yang ditipu-daya olehnya.

13. MIDDLE GROUND
Mengajak agar orang lain netral. Karena belum jelas mana yang benar dan mana yang salah. Dalam polemik kekinian, mereka menggunakan kalimat, “LEBIH BAIK SALAH MENCINTAI DARIPADA SALAH MEMBENCI.” Kalimat ini adalah salah satu bentuk penyesatan nyata. Mengajak orang netral di situasi yang salah, sama halnya dengan mendukung kebatilan. Dan kalimat tersebut adalah jebakan dari dua pilihan yang tidak tepat. Bagaimanapun mencintai yang salah dan perbuatan yang dilaknat Allah adalah ikut menjadi bagian dari mereka yang terlaknat pula ! Harusnya kalimatnya dirubah : “JANGAN SAMPAI SALAH, BAIK MENCINTAI ATAU MEMBENCI, KARENA INI TERKAIT HAL YANG DILAKNAT ALLAH DAN ROSULNYA !!!”

14. FALSE CAUSE
Kita diajak untuk mengaitkan sesuatu yang tidak ada kaitannya sama sekali. Misal, suatu daerah terkena bencana alam karena masyarakatnya dituduh tidak ramah pada habaib.

15. APPE TO POPULARITY
Penyesatan yang mengajak orang percaya karena disetujui oleh banyak orang. Dalam kaitan dengan isu nasab Habaib, mereka memakai kaidah SYUHROH wal ISTIFADHOH. Sesuatu yang sudah masyhur dan tersebar maka itu adalah kebenaran yang tidak perlu dibantah lagi. Padahal apabila Nasab ini adalah bagian dari ilmu, maka suatu ilmu harus mau dan bisa diuji terus menerus. Apabila tidak mau diuji maka itu bukan ilmu, tetapi doktrin. Ketika Galileo Galilei menabrak kaidah diatas dengan penemuan Heliosentrisnya yang meluruskan paham Geosentris, maka dia sejatinya telah menolak penyesatan model diatas.