Perkawinan Dewi Rara Santang dan Sultan Hud

 

Kisah perkawinan Dewi Rara Santang  dengan Sultan Hud nantinya melahirkan Sunan Gunung Jati menurut Babad  Cirebon, dan Naskah Mertasinga. Berikut ini kisahnya kembali oleh Fight :

Dikisahkan kemudian bahwa di Negeri Banisrail, istri Sultan Hud meninggal Dunia. Tidak lama kemudian Sultan pun mengirim utusan ke seluruh pelosok negeri untuk mencari penggantinya, mencari seorang puteri yang setara dengan yang telah tiada.

Karena kesungguhannya utusan itu melakukan pencarian, akhirnya mereka berjumpa dengan kakak beradik yang tengah menunaikan haji dari Negara Pajajaran. Yaitu pangeran Cakrabuana dan adiknya Dewi Rara Santang, yang kecantikannya mirip dengan Istri Sultan yang telah tiada.

Utusan itu kemudian menanyakan tentang asal-usul dari keduanya, dan apa hubangan diantara keduanya. Setelah Pangeran Cakrabuana memberikan jawaban bahwa mereka berdua merupakan kakak beradik, maka gembiralah sang utusan tersebut. Sehingga kemudian sang utusan membawa keduanya kepada tuannya untuk dipertemukan

Setibanya dihadapan Sultan Hud.
Sang Sultan kemudian memohon agar Cakrabwana mengizinkan adiknya untuk dinikahi. Namun demikian Cakrabwana menyerahkan sepenuhnya kepada adiknya. Sang adik kemudian bersedia dinikahi sang Sultan akan tetapi dengan syarat-syarat khusus.
Sultan Hud kemudian menyanggupi Syarat-syarat yang di ajukan Dewi Lara Santang.

Adapun syarat-syarat tersebut adalah bahwa kelak jika dari hasil perkawinan keduanya mempunyai seorang anak pertama laki-laki, maka anak tersebut harus direlakan untuk mensyiarkan Islam di tanah kelahiran Ibundanya yaitu di tatar Pasundan (Kerajaan Sunda).

Dewi Lara Santang menginginkan agar janji kesanggupan Sultan Hud di ikrarkan di bukit Tursnia (Palestina). Sang Sultan kemudian menyanggupinya dan ikrar janji tersebut kemudian dilaksanakan di bukit Tursina dan disaksikan oleh Pangeran Cakrabwana.Setelah Peristiwa tersebut kemudian keduanya menikah.