Catatan Drs. Husnu Mufid, M.PdI Pemimpin Redaksi menaramadinah.com, dan Alumni Magister Pendidikan Islam IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Kabar terbaru di tahun politik terjadinya pemecatan menimpa KH. Marzuki Mustamar Ketua PW NU Jatim oleh PBNU. Sehingga menjadikan suasana kaget di kalangan Jamiyah NU Jatim.
Dampak dari pemecatan itu lantas menimbulkan pro dan kontra. Dalam waktu singkat. Ada yang mendukung pemecahan dan ada yang menolak.
Dari catatan sejarah perjalanan PBNU sejak berdirinya tahun 1926 tidak ada yang namanya pemecataan terhadap seorang kiai dalam urusan politik.
Baik pada kepemimpinan Ketua Tafiziah PBNU KH. Hasan Gipo, KH. Dalan, KH. Ilham Kholid, Gus Dur, KH. Hasyim Muzadi dan KH. Said Aqil Siraj.
Hanya pada kepemimpinan Ketua Tadfiziah KH. Yahya Staqif dan Gus Ipul yang sama sama alumni HMI inilah terjadi pemecatan terhadap seorang kiai dengan jabatan sebagai Ketua PW NU Jatim.
Apapun alasannya sebenarnya tidak bisa dilakukan pemecatan. Karena dalam sejarah perjalanan berdirinya NU tidak ada pemecatan. Meski berbeda pandangan politik.
Jika ada pemecatan. Apa bedanya dengan partai politik yang ada. Jika ada kadernya beda pilihan Capres dan Cawapres langsung dipecat.
Menurut Muhaimin Iskandar yang rugi adalah PBNU sendiri. Bukan KH. Marzuki Mustamar. Mengingat beliau ini merupakan ulama punya pengaruh besar terhadap Jamiyah NU di Jawa Timur.
Pada posisi ini saya meninjau dari perspektif Sejarah politik NU. Tidak pada posisi membela KH. Marzuki Mustamar atau PBNU. Tapi kebenaran dan fakta sejarah yang saya sampaikan.