Makna Megengan Menjelang Ramadan Dalam Tradisi Masyarakat Jawa

Oleh Drs. Husnu Mufid, M.PdI Ketua Takmir Mushollah Al Ikhlas Jemurwonosari Wonocolo Surabaya dan Alumni S2 Pasca Sarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya.

 

 

Sebentar lagi kita umat Islam akan memasuki bulan Ramadan  penuh pahala. Di Surabanya  banyak Mushollah yang mengadakan acara  dengan istilah ‘Megengan’. Di daerah lain terkenal dengan kata Nyadran dan Ruwahan. Yang  sebenarnya  tradisi turun temurun.

Kata ‘Megengan’ diambil dari bahasa Jawa yang berarti menahan.  Dalam artian umat Islam diminta untuk menahan segala bentuk perbuatan yang dapat menggugurkan ibadah puasa.

Makna lain di balik acara ‘Megengan’ adalah permohonan maaf bagi sesama. Permohonan maaf disimbolkan dengan kue Apem, sebuah kudapan khas Jawa yang biasa disajikan pada acara-acara adat.

Apem dalam acara ‘Megengan’ ternyata memiliki makna tersendiri. Istilah apem diambil dari kata “ngafwan” atau ‘ngafwun’ yang berarti permohonan maaf.

Megengan yang umum dilakukan oleh masyarakat Surabaya merupakan sebuah wujud rasa syukur karena masih dipertemukan dengan bulan Ramadan.

Rasa syukur tersebut disimbolkan dengan nasi berkat atau makanan yang dibuat oleh warga. Kemudian dibawa ke Mushollah atau dibagikan kepada orang-orang yang tinggal disekelilingnya.

Namun sebelum Megengan masyarakat  terlebih dahulu mendatangi kubur kepada orang tuanya yang sudah meninggal dunia. Mereka berdoa dan menaburkan bunga atau yang umum diketahui dengan istilah “nyekar”.