
Kediri-Menaramadinah. Com Minggu Pahing, 1 Januari 2023. Tahun Baru, semangat, kreasi dan inovasi baru. Sore ini Silvi Nuryana mengunjungi Galeri Lukisan Cekakik Indonesia Kepung Kediri, dan memberikan ‘kado istimewa dan menginspirasi’ sekali untuk memulai menapaki tahun ini, agar lebih baik dan sukses lagi.
Silvia adalah Mahasiswa semester 5 prodi Komunikasi Penyiaran IAIN Kediri, dan juga aktif menjadi kontributor berita di beberapa cetak (Majalah genderang Kwarda Jatim, sudah 20 tahun.
Dia juga bekerja sebagai Penyiar radio Kharisma FM Pare, Kediri.
Kado istimewa itu adalah sebuah artikel dengan Judul: Mengintip Maestro Lukisan Cekakik Asal Kepung Kediri.
Inilah kado itu:
[1/1 20.57] Nur Habib: Mengintip Maestro Lukisan Cekakik Asal Kepung Kediri
Cekakik, sebutan untuk ampas atau sisa kopi setelah diminum. Biasanya, banyak orang yang membuangnya atau hanya untuk olesan rokok agar lebih nikmat, katanya. Tapi, Cekakik akan berbeda di tangan Nur Habib. Banyak lukisan yang dia buat dari bahan Cekakik, seperti gambar tokoh Gus Dur hingga Putri Kediri atau Dewi Kili Suci. Semua tersusun rapi di galerinya yang terletak di samping rumah, tepatnya di Dusun Sumbergayam Desa Kepung Kecamatan Kepung Kabupaten Kediri.
Pria paruh baya ini, menggeluti dunia seni lukis dengan menggunakan Cekakik mulai tahun 1979. Saat itu, dirinya masih berstatus santri di Pondok Pesantren Sabilil Huda Desa Tambakrejo Kecamatan Gurah Kabupaten Kediri. Salah satu guru ngajinya meminta dirinya untuk belajar menggambar dengan bahan yang berbeda, tidak menggunakan pensil warna, cat air, atau krayon, tapi menggunakan Cekakik. Sang guru selalu memberi semangat kepada Habib untuk senantiasa belajar. Tak jarang, Habib diajak ke rumahnya untuk menggambar bersama.
“Dulu, saat asyik menggambar bisa sampai berjam-jam. Sampai lupa makan, lupa istirahat, karena sangat menikmati. Meskipun waktu itu kan masih awal menggambar dengan Cekakik, guru saya selalu mendukung saya. Hingga akhirnya saya memberanikan diri untuk mengikuti lomba di Kecamatan Gurah dan berhasil memborong piala. Sangat senang waktu itu,” ucapnya sambil senyum.
Keberadaan lukisan Cekakiknya mulai dipamerkan pada tahun 1990 bersama dengan Sanggar Seni Kamesywara Kecamatan Gurah. Mulai saat itu, ia mulai percaya diri dan tergugah. Menurutnya, secara filosofis seni bahwa seniman bebas menggunakan bahan apa saja untuk mengekspresikan jiwanya. Cekakik yang dianggap sampah oleh beberapa orang, bisa disulap menjadi karya yang unik, menarik, dan bernilai. Hingga akhirnya, banyak media yang berbondong-bondong meliput karyanya, mulai dari media lokal hingga nasional.
“Iya. Ada media cetak, ada yang media elektronik (TV) yang berkunjung ke sini. Waktu itu, lukisan-lukisan saya jadikan satu dalam pameran di sekolah-sekolah tempat saya mengajar. Namun, itu berbeda saat saya diamanahi tugas di Kementerian Sosial, saya hanya melakukan belajar bersama di galeri saya, di samping rumah. Ada yang mau belajar, tetap saya siap. Biasanya juga ada undangan untuk menjadi guru tamu di berbagai sekolah, kampus, dan kelompok masyarakat,” paparnya.
Jam terbang yang sangat tinggi ditambah semangat Habib yang tak pernah padam di dunia seni ini, berbanding lurus dengan tersebarnya ilmu kesenian yang ia tekuni. Berbagai kesempatan banyak menampilkan karya seninya, baik di kawasan Kediri, Jombang, Mojokerto, Surabaya, hingga Solo. Tak sampai di situ saja, banyak turis mancanegara yang mampir ke pameran lukisan Cekakiknya untuk melihat karyanya yang luar biasa. Mereka berasal dari Jepang hingga Bangladesh.
Tokoh kenamaan dalam organisasi keislaman terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama, Dr. KH. Agus Sunyoto, yang merupakan Ketua Umum Lembaga Seniman dan Budayawan Muslim (LESBUMI) Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) juga berpesan kepada Habib untuk mengembangkan lukisan Cekakik di Kediri sebagai sarana dan strategi dakwah Islam. Media dakwah saat ini juga beraneka macam, dapat melalui seni, film, lagu, hingga karya-karya yang lainnya. Dirinya semakin optimis, dapat meneladani Sunan Kalijaga yang dapat berdakwah menggunakan media kesenian dan budaya.
“Alhamdulillah, ditekuni saja semoga menjadi sarana kita untuk beribadah dengan jiwa yang kita senangi yaitu dengan seni. Saat saya menorehkan Cekakik di kanvas atau kertas, saat itu pula saya membangun jiwa dan rasa. Meski awalnya agak sulit, karena Cekakik kategori cat air yang monokrom, jadi membutuhkan imanijinasi yang tinggi, untuk membuat gradasi. Kuncinya jeli dan sabar,” kata Habib.
Dengan karyanya yang ditoreh dengan ampas kopi itu, Habib berharap dapat berkontribusi dalam kebudayaan Indonesia dan turut andil dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Harapannya juga semakin banyak generasi muda yang peduli terhadap seni dan budaya lokal untuk menyongsong peradaban baru yang dipenuhi dengan teknologi. Ubah sampah, jadi berkah. Sesuatu yang dikatakan orang-orang sampah, bisa saja itu adalah berkah dan ladang kita untuk berkarya.
Kerja keras dan kegigihan Habib adalah cerminan dari perjuangan seorang santri desa yang bermetamorfosis menjadi tokoh yang hebat dan luar biasa. Salah satu anak didiknya, Siti Ainin Mahfudhoh menjadi saksi sabar dan telatennya Habib dalam mengajarkan karya dengan rasa. Menurut Ainin, Habib adalah sosok inspirator untuk semua anak didiknya, selalu menggugah semangat berkarya. Tidak hanya berkarya lewat lukisan, namun juga lewat tulisan, seperti puisi hingga cerita pendek.
“Saya sangat salut kepada pak Habib. Beliau adalah motivator kami. Saya belajar banyak dari beliau, khususnya seni penghayatan dalam puisi. Memang dari luar kelihatan mudah, tapi kalau dilakukan membutuhkan jiwa seni yang maksimal. Pelan-pelan yang penting bisa, pak Habib itu sabar orangnya. Lukisan Cekakik nya juga sudah melalang dimana-mana. Waktu saya masih SMA dulu, banyak turis yang berkunjung ke pameran lukisan Cekakik. Saya sangat bangga,” ucapnya.
Perempuan berkacamata itu menjelaskan bahwa sosok Habib yang sudah tidak muda lagi, namun semangatnya tetap membara. Beliau suka berinteraksi dan menjadi pengguna aktif media sosial, layaknya kaum muda yang lain. Ainin pernah diberikan buku karyanya yang berisi piagam dan hasil karyanya.
Waktu itu, juga pernah dijual dengan harga menembus delapan juta rupiah. “Sosok bapak bagi kami. Pak Habib meskipun sudah menginjak masa tua, tapi tetap gaul. Menyeimbangkan anak muda di lingkungannya,” tandas Ainin.
Kepala Dusun Sumbergayam, Umi Hanik juga menjadi saksi perjuangan dan kontribusi Habib untuk daerah tempat tinggalnya. Menurut Hanik, Habib adalah sosok yang berprestasi. Bagi yang belum kenal memang Habib sangat pendiam, namun saat sudah kenal akan terlihat sisi humorisnya. Selain pandai membangun nilai seni dalam lukisannya, juga mahir membangun lawakan. Seperti itulah sekilas gambaran figur Habib.
“Memang pendiam orangnya. Tapi itu luarnya, aslinya konyol itu pak Habib. Suka Guyon, hehe. Meskipun begitu, pak Habib itu orang yang sangat cerdas, apalagi di bidang seni. Di dusun kami mayoritas kan petani dan buruh, yang seniman itu jarang. Kasarannya, pak Habib itu aset atau satu-satunya seniman kebanggaan kami di sini. Karyanya juga sudah banyak yang tersebar di beberapa kota. Pokoknya keren itu pak Habib,” papar Hanik saat diwawancara melalui telepon.
Seluas apapun Habib mengepakkan sayapnya di dunia seni, dirinya juga tidak lupa mendedikasikan ilmu untuk kawula muda di kampung halamannya. Mengenalkan seni, budaya, dan mengolah rasa yang ada di jiwa kita. Beliau berencana akan terus berkarya dan mengabdikan diri kepada masyarakat. Berbakti dengan keterampilan seni yang dimiliki serta keikhlasan yang sudah terpatri abadi di dalam hati.
Silvi, sebelum berpamitan setelah melihat-lihat lukisan di galeri mengungkapkan kekaguman dan apresiasi maestro Lukisan Cekakik, yang telah berkarya maksimal, sepenuh hati serta ikhlas, dan setelah mengamati lukisan terbaru ‘Nyusu’ berkata: ‘Lukisan sangat detil dan bisa menggambarkan secara masif”. Silvi juga menjelaskan bahwa sebenarnya untuk kesenian cekakik dengan komunikasi penyiaran sedikit melenceng. Tetapi untuk mempublish karya-karya diperlukan kolaborasi dari beberapa media yang notabene sudah dipelajari. Jadi, kesenian cekakik dengan media saling membutuhkan dan berdampingan.
Dia juga berharap lukisan cekakik bisa di kembangkan dan bisa diperhatikan lagi oleh pemerintah daerah. “Lukisan Cekakik salah satu potensi kesenian di wilayah bumi panji” pungkas nya.
Nur Habib, mengabarkan.