” Melangit Vs Membumi “

 

Catatan Arif Pondok Baca NU Banyuwangi.

Saat berada di sebuah Masjid yg ada di Area Gedung Sekolah Kesehatan di Banyuwangi,Sekilas Saya mendengar percakapan Dua Orang Anak Muda.Tampilan fisik Mereka ” Sangat Surgawi “.Bercelana diatas Mati Kaki,Jidat Yang mulai menghitam pertanda bekas sujud dan beberapa Helai Jenggot ( Masya Allah pokoknya…😊 ).

Suara Mereka cukup keras kudengar dan salah satu diantara Mereka berkata ” Akhy,Ana kemarin melihat di Kampung Ana ada Ritual Syirik yang dari dahulu kala turun temurun sudah dilakukan oleh warga kampung.Mereka Berziarah atau Mereka menyebutnya dengan Tradisi Nyekar mengunjungi Makam Sesepuh Desa.setelah Ngaji bareng disana,Mereka kemudian menyantap hidangan bersama sama.Astaghfirullah…,Ana hanya bisa mengelus dada dan Beristighfar berkali kali “.

Kata Kata dan Kalimat seperti yang diucapkan oleh Pemuda diatas mungkin sudah seringkali Kita dengar.Yang menjadi pertanyaan Saya dari Kalimat seperti diatas justru adalah bagaimana mungkin Anak Anak Muda yang Kita tidak tahu bagaimana masa kecil Mereka mendapat didikan dan Asupan Ilmu Agama lalu tiba tiba berubah menjadi seseorang yang Berani menyalahkan dan bahkan mensyirikkan Amaliah Ibadah Orang lain? Bagaimana mungkin Anak Anak muda yang membaca lafadz Istighfar keliru ( Astaghfirullahal Adzim Dia Baca Astaghfirullahal Aziim 🤣 ) bisa seberani itu me-neraka kan tradisi yang dilakukan dari Guru ke Guru lalu ke Murid hingga turun temurun ke kita?

Jawabannya menurut Saya adalah Karena Ajaran dan Didikan Agama yang Mereka terima terutama saat Mereka masuk ke Kampus adalah Ajaran yang Tidak Membumi dan mengakar.Doktrin yang mereka terima terutama kala mereka mengikuti kajian Agama di Kerohanian Kampus adalah Doktrin yang tercerabut dari Budaya dimana Mereka hidup dan tinggal.Ajaran dan Doktrin seperti itu cenderung mudah menghinakan Amaliah ibadah orang lain yg tidak sesuai dengan Doktrin yg Mereka terima.Mereka kerap membanding bandingkan Amaliah ibadah yg mereka syirikkan dengan pola Hidup dan Ajaran Baginda Nabi.Bagi Mereka,yang penting tidak Tertulis dalam Teks Maka wajib mereka salahkan.

Saya Pribadi sangat percaya bahwa Ajaran dan Doktrin yang kerap menafikan Tradisi dan Budaya serta cenderung keras terhadap Yang berbeda,Tidak akan lama Bertahan dan perlahan lahan akan ditinggalkan oleh pengikutnya sendiri.Saya percaya bahwa Tidak ada yang Abadi di Dunia ini.Semua akan berubah mengikuti zaman termasuk Hukum yang Awalnya ( Dianggap ) Mandek suatu saat pasti akan terbuka kala Konteks telah berubah.Qaul Qadimnya Imam Syafi’i bisa berubah menjadi Qaul Jadid kala Ia berpindah dari tempat lama menuju ke Tempat yang baru.Al-hukmu yaduru ma’a Illatihi wujudan wa Adaman.

Terkait Hal diatas,Saya tertarik dengan tulisan dari Mantan Wakil Presiden Kita Bapak Adam Malik.Beliau membandingkan mana yang ” Membumi” dan diterima dengan baik oleh Umat/Masyarakat dengan mana yang ” melangit” dan hanya mampu Berteori Ndakik Ndakik dan di Akar Rumput tidak diterima oleh Umat.Bapak Adam Malik membandingkan Bumi dan Langit tersebut pada Sosok KH.Wahab Hasbullah dan Sutan Syahrir.Tulis Beliau ” Dalam hubungan dengan salah satu prasyarat yang penting bagi seorang politisi yaitu harus dapat berkomunikasi terus menerus dengan rakyat dengan memakai media bahasa rakyat,budaya rakyat,selera rakyat dan emosi rakyat.ingin saya mengemukakan dua orang tokoh sebagai contoh yaitu Almarhum Sutan Syahrir dan Almarhum KH.Abdul Wahab Chasbullah,bekas Rais Aam Partai Politik NU.Mereka ini adalah dua orang tokoh politik kita yg dalam banyak hal sangat berbeda satu sama lain.Syahrir seorang intelektualis tinggi dan modern.Wahab sendiri seorang Kolot dan Dusun.Syahrir suka bermain di tingkat atas membatasi diri pd lingkungan kecil elite intelektualis sementara Wahab berkecimpung di Desa dan di Dusun di kalangan rakyat yg menderita.Syahrir menghibur diri di atas lantai dansa yg bersih mengkilat,Wahab menemukan tempat rekreasi penenang keresahan di pojok langgar desa yang sudah reok dengan seuntai tasbih di tangan.Syahrir bekerja dengan perencanaan dengan perhitungan secara matematis ( Rasional ) sementara Wahab berjalan menurut arah intuitif tradisionalnya.Singkatnya,Syahrir adalah Seorang Politisi muda intelek dengan otak brilian akan tetapi antara Dia dan Rakyat terbentang satu jurang pemisah yang dalam.Sebaliknya,Wahab adalah Seorang politisi tua yang dusun dan sama sekali tak ada bau bau intelek pada dirinya,tapi dia bukan saja mempunyai komunikasi yg terus menerus dengan rakyat akan tetapi dia sendiri memang satu dengan rakyat.Dan siapakah diantara kedua tokoh yang sangat berbeda ini yg sukses sebagai politisi? Pilihan Saya jatuh pada Abdul Wahab dimana barisannya tetap utuh melalui ombak dan gelombang menuju pantai harapan.sedangkan barisan Syahrir pecah berkeping keping di tengah jalan ( Adam Malik,Mengabdi Republik,Jilid II,Angkatan 45,Jakarta,Gunung Agung,1984,Cet.2 hl.146 ).

Berkaca pada Tulisan Adam Malik diatas,Saya pun berkesimpulan bahwa Gonggongan Apapun terutama Kata Kata Bid’ah Syirik Sesat dan lain lain tidak akan pernah diikuti apalagi diterima oleh umat.Manusia Bukan penduduk Langit dan Bukan pula Robot yg Nihil Akal.Mereka adalah Penduduk Bumi yg terikat dengan Ruang dan waktu.Silahkan Saja Antum berteriak Bid’ah Sesat Syirik Khurafat Takhayul dan Sebagainya.Tapi yakinlah Teriakan Antum tak akan didengar oleh umat.Umat akan balik Berkata kepada Antum : Halaaahhhh….Mbuhhh 🤣🤣🤣🤣