KESENIAN TOPENG BEROKAN

Cirebon – Bengberokan atau berokan merupakan pertunjukan penolak bala mirip barongsai dari Tiongkok. Topeng berokan merupakan seni pertunjukan rakyat yang tersebar di desa-desa sepanjang pesisir utara Jawa Barat, seperti di pesisir Karawang, Subang, Indramayu, dan Cirebon. Topeng berokan mengambil wujud harimau, yaitu hewan yang dianggap mewakili mahluk dihormati sekaligus ditakuti.

Seni pertunjukan topeng berokan ini konon diciptakan oleh Mbah Kuwu Cirebon Pangeran Cakrabuana, putra Prabu Siliwangi yang mendirikan Kerajaan Cirebon di abad ke-15. Pangeran Cakrabuana tidak lain adalah Pangeran Walangsungsang, yaitu putra pertama dari pasangan Prabu Siliwangi dengan Ratu Mas Subang Larang yang lahir tahun 1423. Ketika menyebarkan syiar Islam ke wilayah Galuh, Pangeran Cakrabuana menggunakan pertunjukan sebagai media syiar agama agar mudah diterima lingkungan budaya pada saat itu. Ada pendapat bahwa kata berokan berasal dari kata barokahan (keselamatan). Namun tampaknya keterangan tersebut hanya sebuah kirata (bahasa Sunda, yang artinya dikira-kira namun tampak nyata), sebuah gejala yang umum terjadi di dalam penamaan jenis seni rakyat.

Bengberokan merupakan kedok yang dibuat dari kayu, yang bentuknya mirip dengan buaya. Warna kedoknya merah dengan mata besar yang menyala, dengan mulut dapat digerakkan (dibuka–tutup) sehingga menghasilkan bunyi “plak-plok”.

Tubuhnya terbuat dari bekas karung beras yang dijahit sedemikian rupa sehingga mampu menutupi pemainnya, dan mengesankan tubuh binatang yang besar dan berbulu (ditambahi ijuk dan serpihan tambang), kemudian disambung kayu yang dibuat mirip seperti ekor dengan warna belang-belang merah putih, runcing sehingga ujungnya mirip ekor ikan cucut.

Berokan biasanya dimainkan secara bergantian. Pada umumnya para pemain berokan adalah laki-laki. Untuk melibatkan penonton, Berokan digerak-gerakan dengan lincah, kedoknya dimainkan seakan-akan mau mengigit penonton. (isi)