Mengenal Keris Kiai Sindujoyo Luk 13

Keris kyai Sindujoyo Luk 13
(SOSOK KEKUATAN KEKUASAAN)

Mengapa keris Luk 13 banyak dipesan ketika seorang Raja sudah lama memerintah dan hendak lengser keprabon ?

Penulis mencoba menelusuri keris kyai Sindujoyo ( Santri Sunan Prapen /Cucu Sunan Giri ) yg keberadaanya dibawah perawatan khusus oleh Perkumpulan Kanjeng Sunan Giri dan Ahli Waris Juru Kunci Makam Sunan Giri saat ini( KAUM GIRI)

Dalam penelusuranya sebelumnya penulis berhasil menemukan pemegang keris Sindujoyo yg dimiliki oleh H.Ali sbgai pendekarnya / Tokoh Lumpur yg meliputi kekuasan dikawasan Lumpur yg rumahnya lantai 2 berhadapan langsung dgn Laut.

Dalam ceritanya kepada penulis bahwa setiap kali kedatangan Gus Dur ke Kota gresik pasti yg dicarinya Adalah Dirinya .
Dalam suatu pertemuan BERSAMA GUS DUR di rumahnya H.Ali di Lumpur. Ada Kelakar Gus Dur yg tetap diingatnya ,” pean iku pantes koyok ceritane Kyai Sindujoyo seng iso nguasai Daerah Lumpur gresik persis Wujudte keris kyai sindujoyo seng Tak Cekel iki,”
(Memegang Keris milik H.Ali seperti yg ada di foto berita ini)

Saat itu penulis ingat atas beberapa sumber seperti Tulisan Bapak Fatah Yasin seorang Pemerhari dan pecinta budaya dilumpur Gresik yg menuliskan tentang Sosok seorang sindojoyo sbb;

SOSOK KYAI SINDUJOYO, SANTRI SUNAN PRAPEN

Nama asli dari SINDUJOYO adalah PANGASKARTA, putra dari KYAI KENING, berasal dari dusun KLATING – LAMONGAN. Kehidupannya suka berkelana untuk mencari dan menuntut ilmu agama. Atas doa restu bapak dan ibunya, SINDUJOYO pergi ke Pondok Pesantren SUNAN PRAPEN di Giri Prapen Gresik.
Dalam menuntut ilmu, rupanya SINDUJOYO telah mendapat gemblengan bermacam-macam ilmu diantaranya Ilmu Syari’at, ilmu Tarekat, ilmu Ma’rifat dan ilmu lain-lainnya. Disamping itu SINDUJOYO berkenalan dengan salah satu santri SUNAN PRAPEN bernama IMAM SUJONO, putra dari KYAI KADIM dan dianggap seperti saudara sendiri.

Setelah keduanya mendapat gemblengan ilmu yang cukup, mereka melanjutkan perjalanannya untuk berkelana lagi, naik gunung turun gunung dan bertemu 2 orang asing lagi. Yang satu bernama SALAM dan satunya bernama SALIM. Saking akrabnya mereka berdua dianggap saudara sendiri (mereka menjadi 4 bersaudara). Setelah mereka berunding dan musyawarah 4 bersaudara tadi terus berkelana mencari tempat yang tenang untuk bertapa dan bertirakat untuk memohon kepada Allah SWT, tak terasa mereka berempat sudah 3 bulan berada di gua SIGOLO-GOLO, Sragen – Jawa Tengah.

Datanglah 2 orang utusan dari SUNAN AMANGKURAT KERTASURA Jawa Tengah untuk minta tolong dan berkenan mengikuti sayembara di BANYUMAS. Akhirnya mereka berempat berhasil memenangkan sayembara dan sekaligus berhasil menangkap TUMENGGUNG BANYUMAS yang terkenal congkak dan sombong. Setelah berhasil 4 bersaudara diberi hadiah berupa seekor KERBAU yang berkulit abu-abu (KEBO BULE), disamping itu juga mendapat gelar SINDUJOYO dari SUNAN AMANGKURAT KERTASURA.
#SUNGU KEBO L0ND0/BULE
( Pernah Mengemparkan didaerah Pedukuhan Giri )
Selanjutnya 4 bersaudara pamit ingin pulang kembali.

Suatu saat SINDUJOYO mencari ikan di laut (NYODO), SINDUJOYO melihat rombongan prajurit NGAMPEL naik perahu, lalu ikut naik dibelakang perahu (namanya CANTEK PERAHU). Dalam peperangan tadi prajurit NGAMPEL mengalami kekalahan dan minta tolong pada SINDUJOYO. Maka berangkatlah rombongan prajurit NGAMPEL dipimpin SINDUJOYO menuju daerah Gumeno dan beristirahat di masjid Gumeno.

Tak lama kemudian SINDUJOYO memukul beduk masjid Gumeno sebagai tanda ada peperangan. Maka terjadilah peperangan dan SINDUJOYO berhadapan langsung dengan KIDANG PALIH sebagai panglima prajurit Gumeno, dan SINDUJOYO berhasil memenangkan peperangan dan sekaligus berhasil membunuh KIDANG PALIH dan istrinya.

Atas kemenangan itu SINDUJOYO mendapat hadiah seekor kerbau kecil kurus dan tak lama meninggal (mati). Akhirnya SINDUJOYO masuk ke dalam tubuh kerbau dan terhanyut di laut, kemudian tersangkut dan berhenti di Karang Pasung – KROMAN.

Dalam kehidupannya sebagai nelayan suatu saat SINDUJOYO melihat seekor buaya kecil terjepit dipohon, dengan hati yang tulus dan ikhlas dia menolong dan memasukkan kembali ke dalam laut. Ternyata buaya kecil yang ditolong SINDUJOYO itu adalah anak dari SI REMENG (Buaya milik KYAI SINDUPATI DERMALING – Bangkalan Madura).

Dalam berkelana SINDUJOYO berkenalan dengan SURO GARJITO PELANG, dan sepakat pergi dan bertemu dengan PANGERAN NGAMPEL. Setelah bertemu SINDUJOYO mendapat hadiah dari PANGERAN NGAMPEL berupa : Selembar kain Sabuk (Ikat Pinggang), Baju Kebesaran, Pusaka Keris, Kuluk (Kopyah) merah dan disuruh untuk menetap di Karang Pasung Kroman.

Suatu saat SINDUJOYO kedatangan tamu SINDUPATI dengan diantar SI REMENG untuk menyampaikan terima kasih dan meminta tolong, karena SINDUPATI akan mengikuti Sabung Ayam (adu ayam) di Mengare. Kemudian SINDUJOYO member palu, dan berpesan jika sampai di daratan Mengare gosoklah (eluslah) sebanyak 3 kali sambil berkokok maka berubahlah palu itu menjadi seekor ayam. Maka terjadilah sabung ayam antara si PALU milik SINDUPATI dengan ayam si GONGSO milik KYAI MENGARE dengan taruhan. Akhirnya ayam si PALU menang dan ayam si GONGSO hancur berkepingkeping menjadi gongso.

Kemudian SINDUPATI menceritakan ayamnya adalah pemberian dari SINDUJOYO, karena tertarik akhirnya Kyai MENGARE ingin bertemu dengan SINDUJOYO. Lantas SINDUJOYO menganggap semua tamu yang dating ke rumahnya dianggap seperti saudara sendiri dan berpesan sambil berdoa bersama semoga warga di sekitar Kroman kelak dijadikan oleh Allah suka bershodaqoh sambil mengadakan selamatan nasi tumpeng dengan ikan yang bermacam-macam (ada ayam panggang dan ikan-ikan lainnya), juga sayur-sayuran, jajan pasar, ketan 4 macam (merah, kuning, hitam dan putih) dan dilaksanakan satu tahun sekali. Juga berdoa semoga semua nelayan diberikan rejeki ikan yang cukup serta berkat kuat dan selamat dari Allah SWT.

Kepribadian sosok SINDUJOYO yang Nampak dan sangat menonjol antara lain :

• Hidupnya suka berkelana untuk mencari, menambah dan menuntut ilmu Agama Islam,
• Budinya sangat halus dan sabar,
• Tinggi andap asornya (tinggi sopan santunnya),
• Tidak suka mengumbar bicara (ngomong) dan dalam berbicara nadanya pelan dan halus,
• Suka menolong terutama dalam menghadapi bahaya dan kesombongan,
• Suka berdoa dan munajat kepada Allah SWT, baik untuk dirinya, keluarganya maupun untuk anak cucunya.
Sumber : Babad SINDUJOYO.

penulis berharap dgn tulisan ini agar perlunya pelestariannya atas keberadaan suatu benda seperti keris kyai Sindujoyo karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan khususnya di Kota Gresik.

Dimana keberadaan Keris Indonesia telah dikukuhlkan Oleh UNESCO sebagai Warisan Dunia.
UNESCO adalah United Nations of Educational, Scientific, and Cultural Organization.

keris Indonesia sebagai karya agung warisan kemanusiaan milik seluruh bangsa di dunia dikukuhkan dan ditanda tangani sejak 25 November 2005 yg menjadikan kekuatan tersendiri bagi pecinta keris.

Gilang Adiwidya

Jurnalis Citizen MM.com