Sunan Kuning Raja Jawa Pilihan Tionghoa

 

Perang Kuning (Geel Orloog) adalah perlawanan aliansi Tionghoa-Jawa melawan VOC. Sebab khusus dari perang ini adalah tindakan VOC yang menyerbu Lasem pada tahun 1679, karena warga Tionghoa di Lasem dianggap menjadi pesaing perdagangan VOC. Siapakah beliaunya. Berikut ini kisahnya.

Pemimpin Lasem, Raden Panji Margono dan sahabatnya, Oei Ing Kiat memutuskan untuk melakukan perlawanan terhadap VOC. Oei kemudian menghubungi kenalannya, yaitu Tan Kee Wie, seorang pembuat batu bata yang juga merangkap sebagai master Kung Fu. Mereka juga mendapat bantuan Souw Pan Chiang alias Sepanjang dan Tan Sin Ko alias Singshe.

Penguasa Mataram, Pakubuwono II diharapkan ikut membantu, namun dirinya bersikap ambigu dalam peperangan ini. Maka, pasukan Tionghoa-Jawa pun mencabut mandat atas Pakubuwono II dan memilih penguasa baru. Tan He Tik dari pihak Tionghoa menominasikan putra angkatnya yang juga merupakan cucu dari mendiang Amangkurat III, yakni Raden Mas Garendi. Usulan itu disetujui oleh Raden Mas Said dan Patih Notokusumo dari pihak Jawa, karena Garendi adalah mas-mas Jawa yang ‘good looking’ dan baik hati sehingga mereka yakin ia dihinggapi oleh wahyu keprabon.

Tak menunggu lama, Garendi pun dinobatkan sebagai Susuhunan baru dengan gelar Amangkurat V. Namun, ia lebih dikenal sebagai Sunan Kuning. Pada 30 Juni 1742, Pasukan Sunan Kuning menjebol Keraton Kertosuro dengan meriam dan membakarnya. Pakubuwono II pun melarikan diri ke Pesantren Tegalsari. Pada 11 Desember 1749, Pakubuwono II menyerahkan kedaulatan Mataram pada Gubernur Jendral Hindia Belanda keturunan Jerman, Gustav Wilhelm von Imhoff dan Direktur VOC keturunan Jerman, Wilhelm Heinrich Friso von Nassau Dietz lewat Perjanjian Surakarta.

Sunan Kuning kemudian diasingkan ke Sri Langka setelah pasukan Aliansi Jawa-Tionghoa dikalahkan di Surabaya oleh pasukan gabungan VOC dan Madura. Sebuah petilasan didirikan oleh komunitas Tionghoa untuk dirinya di Kalibanteng Kulon, Semarang Barat. Namun sayangnya, kawasan itu malah lebih populer sebagai tempat lokalisasi.

-Hans
Editor: Manda

Sumber:
Sastronaryatmo, Moelyono (1981). Babad Kartasura II. Jakarta: Balai Pustaka.