Webinar Pemilu Berintegritas Diserang Hacker, Warming Bagi Palaksana Pemilu

 

Menara Madinah-Jakarta-Website diretas, diskusi diganggu, mungkin bukan hal baru. Namun, sebuah diskusi yang menghadirkan para Pelaksana Pemilu mendapatkan ganguan, ini jarang-jarang. Inilah yang terjadi saat Webiinar yang diprakarsai oleh DPP KNPI bertajuk “Konsolidasi Demokrasi Menuju Pemilu yang Berintegritas” pada Kamis (14/10/2021) petang diganggu aksi serangan hacker. Entah kebetulan atau disengaja, penyerang masuk justru saat Ketua Bawaslu RI Abhan memaparkan materinya. Akibatnya, diskusi yang sudah berlangsung menjadi terganggu dan atas saran dari peserta, diskusi yang dilakukan lewat aplikasi Zoom itu merubah ID dan paswordnya sehingga diskusi bisa berlanjut.

Tapi, serangan ini, apapun motifnya, merupakan peringatan keras bahwa ancama sistem informasi itu nyata adanya. Menyitir dari pendapat Pendiri Rumah Demokrasi, Ramdansyah Bakir, bahwa sistem informasi itu harus punya kemampuan, atau daya tahan yang bisa diandalkan karena hal ini menyangkut bagaimana pentingnya keselamatan sisitem Informasi yang dimiliki oleh KPU. Apalagi, gangguan terhadap sistem Informasi KPU itu sudah muncul sejak 2004 silam. Kala itu hasil Tabulasi Nasional diretas oleh hacker Xnuxer. Nama Partai pun dirubah jadi Partai Jambu, Partai Nanas, Kolor Ijo dan lain sebagainya.

Kembali ke soal diskusi, Pemateri pertama, mantan politisi PKS yang kini Waketum Partai Gelora, Fahri Hamzah. Dia memulai pemaparannya dengan membagi bahasannya dalam tiga bahasan, pertama tentang masa depan demokrasi yang kedua tentang kepemimpinan dan yang ketiga tentang pemilu. “Teman-teman sekalian topik yang dingkat ini memang sangat penting bagi kita karena studi-studi baru mengatakan bahwa demokrasi itu bisa hilang dalam masyarakat demokratis,” demikian Fahri Hamzah.

Katanya, ada banyak contoh di seluruh dunia studi yang menyebutkan bahwa hilangnya demokrasi di negara negara yang demokratis itu salah satu sebabnya adalah hilangnya cita rasa dan pada awalnya citarasa para pemimpin tentang demokrasi itu sendiri. “Itulah yang saya cemaskan sebab kalau kita berdebat tentang cita rasa, itu sesuatu yang sulit untuk kita, apa namanya ukuran, measurementnya susah, Karena itulah saya kira perlu diperdebatkan sesering mungkin, Apakah cita rasa kita tentang demokrasi ini sudah menurun,” sambungnya.

Fahri mengatakan, Kita sebagai bangsa,saat mempertahankan sistem demokrasi,paling tidak kita mempertahankan tiga hal dalam sistem, pertama, narasi demokrasinya
“Kita memperjuangkan konstitusi yang demokratis, dan sekarang, memiliki konstitus yang demokratis. Selain konstitusi yang demokratis itu, kedua adalah kita berusaha memiliki institusi yang demokratis. Sekarang kita sudah punya lembaga-lembaga negara yang banyak sekali, apa namanya? Apa namanya standar yang mengatakan mereka itu adalah institusi -insitusi demokratis, baik di cabang kekuasaan eksekutif, legislatif maupun yudikatif,” ujar Fahri.

“Kita terus melakukan reformasi agar terjadi pelembagaan negara yang demokratis,” sambungnya. Selanjutnya yang ketiga adalah. leadership, kepemimpinan yang terkait dengan Pemilu. Bagaimana negara demokrasi bereproduksi kepemimpinan kepemimpinan yang menjamin jalannya demokrasi? Sebab kalau sistem yang salah , bisa pemimpin yang salah, lalu membelokkan arah Demokrasi.

Kemudian anggota DPR RI DR Ahmad Doli Kurnia mengatakan tahun 2024 itu adalah tahun yang syarat dengan agenda politik. “Kalau kita di tahun 2019 itu waktu itu Indonesia baru pertama kali juga menciptakan sejarah pelaksanaan Pemilu di mana terjadi keserentakan di hari yang sama antara Pileg dan Pilpres. Kemudian nanti di tahun 2024 kita juga baru pertama kali kita melaksanakan tiga jenis Pemilu yang selama ini dikenal di Indonesia itu secara bersamaan dalam satu tahun, tetap Pileg dan Pilpres di hari yang sama,” ujar Politisi Partai Golkar ini.

Ketua Komisi II DPR yang berbicara dari Aceh Tenggara itu mengatakan terjadi kompleksitas, kerumitan dan seterusnya,. Karena itu, relevansinya dengan kita memaknai demokrasi secara substansial itu adalah bagaimana praktek praktek demokrasi punya korelasi dengan adanya perubahan-perubahan atau pembaruan-pembaruan pada sistem kehidupan yang lain, bagaimana demokrasi sebagai alat dalam mencapai tujuan mendekati pada perubahan peningkatan ekonomi masyarakat, penegakan hukum, sosial budaya dan seterusnya.

“Saya ingin menyampaikan bahwa sekalipun memang mungkin masih berputar hal-hal teknis tentang Pemilu yang itu juga bagian dari menafasi demokrasi kita, tetapi kita harus punya komitmen yang kuat bahwa ini kita lakukan untuk menuju yang lebih baik,” ujar Ahmad Doli Kurnia.

Sementara Ketua KPU Ilham Saputra yang juga hadir dalam Webinar ini menekankan bahwa Pemilu ini milik masyarakat. “Pemilu ini menjadi milik masyarakat, bukan hanya KPU,” kata dia. Karena itu, masyarakat diminta berperan aktif dalam proses penyelennggaran tahapan Pemilu mendatang. Misalnya masing-masing masyarakat melakukan pemantauan, melaporkan pelanggaran-pelanggaran pada Bawasalu. “Ada Desa Peduli di beberapa daerah dan saat ini kami melalukukan pendampingan,”ujarnya.

Program desa Peduli itu, urai Ilham, untuk bisa memberikan pemahaman kepada masyarakat, agar, masyarakat menolak politik uang atau bisa juga memberikan tenaganya untuk penyelenggaraan pemilu. ” Perlu diberikan Kesadaran bahwa Pemiu ini berkorelasi dengan kehidupan mereka. Pemenang Pemilu berkorlelasi dengan mereka. Ini yang harus dibangun,” sambungnya. Dengan begitu mereka, akan memilih dengan benar, dan melihat visi dan misi dari orang orang yang terbaik menurut kacamata mereka.

Mantan Anggota DPR dari Partai Demokrat Fandi Utomo, memberikan pandangan bahwa Konsolidasi politik seperti yang dilakukan Presiden Jokowi dan mendapatkan apresiasi internasional itu, sebenarnya merupakan pelaksanaan prinsip Pancasila, Gotong royong. Masuknya Prabowo, Sandiaga, ke pemerintah adalah dalam perspektif itu.

Namun dia sepakat bahwa syarat untuk maju sebagai capres itu harus memenuhi syarat ambang batas 20 persen, dibandingkan semua partai politik bisa mencalonkan. “Keributan Konstestasi sekitar Pileg dan Pilres itu bisa dikurang,” demikian alasannya.Kendati demikian, harus hati hati karena Indonesia itu bukan bangsa yang tunggal jumlah bahasa dan sukunya juga beragam. ” Ini harus hati-hati karena Indonesia bukan bangsa yang tunggal,” kata dia. Pun soal, Konsolidsasi politik. Indonesia berbeda dengan Amerika, karena di Indonesia tidak mengenal oposisi. ” Kalau di mereka, yang menang mengambil semua kekuasaan di pemerintahan,” ujar Fandi. Kalau di Indonesia, tidak demikian, akan ditampung oleh prinsip gotong royong .

Sementara pemateri lain, Pendiri Rumah Demokrasi, Ramdansyah Bakir menyoroti tiga hal utama, Pertama soal Civil Society. Apakah civil soceitey kita makin kuat atau berantakan? Karena, menurut mantan penyelengara Pemilu ini, Civil Society yang kuat adalah syarat untu Pemilu yang baik dan kemudian terjadinya konsolidasi demokrasi. “Partai politik itu tidak cerminan ketua umumnya atau kemudian dari perusahaan yang membek up Ketua umumya, harus demokratis,” kata Ramdan.

Ketua Partai, itu bukan segala-galanya termasuk untuk menentukan calon. Bagi dia, Ketum Parpol tidak bisa semena-mena. Dia lantas memberikan ilustrasi bahwa ada calon yang sudah terpilih oleh rakyat sudah menang di MK, tapi ternyata mudah, sangat mudah untuk diganti, bukan PAW tapi diganti. Ini akibat dari mis interpretasi putusan pengadilan. “Partai seolah olah menjadi milik dari yang namanya Ketua Umum. Kita bisa lihat bagaimana media menampilkan realitas empirik itu,” ujar pemilik sejumlah gelar akademis ini.

Kedua, yang dia soroti adalah militer dan polisi. “Apakah semakin profesional, ini menjadi pertanyaan saya juga atau mudah melakukan intervensi dalam wilayah sipil,” ujarnya. Kalau hal ini terjadi, lanjut Ramdan, bukan profesional di bidangnya, maka akan menjadi catatan buruk bagi demokrasi.

Selanjutnya adalah media massa yang independen non partisan. Namun yang muncul hari ini di masyarakat adalah media buzzer ” ini yang juga menggerogoti media massa kita yang seharusnya Independen,” sambungnya.

Mengenai hacker yang muncul di Webinar KNPI itu, Ramdansyah memberikan catatan tersendiri.

” Kawan-kawan itu catatan saya terkait dengan konsolidasi demokrasi, nah terkait Hacker yang muncul saya apresiasi KNPI yang melakukan pertemuan ini” ucapya.

Dalam catatan dia, seorang hacker itu diancam 5 tahun dan kemudian denda satu miliar, namun dendanya itu gak kuat, karena setiap Pemilu kasus kemunculan hacker berulang. “Artinya apa? tiap Pemilu 2004 waktu itu belum 5 tahun ancaman hukumannya dan denda 5 miliar juga, kemudian 2009 tahun 2009 dinaikkan jadi 5 tahun dan 5 Miliar, tapi 2009 terjadi lagi, 2014, 2019 iya.
Awalnya KPU, sekarang KPU dan Bawaslu,” ujar Ramdan.

Dalam pandangan mantan Sekjen Partai ini, betapa rawannya KPU yang hari ini punya 9 sistem informasi yang terkait komputerise dan digitalisasi. Seperti diketahui KPU punya Sipol (Sistem Informasi Partai Politik), Sidapil (Sistem Informasi Daerah Pemilih), Sidalih (Sistem Informasi Daftar Pemilih), Silon (Sistem Informasi Pencalonan), Silogdis (Sistem Informasi Logistik dan Distribusi), Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara).

“Sistem-sistem itu kalau kemudian diheck dan KPU tidak punya mitigasi bencana tidak punya
kemudian Cepat tanggap terkait dengan apa namanya hacker seperti ini atau kejadian seperti ini maka Pemilu rusak dan kerugian berapa triliun,” bebernya. Sebab apa? Mereka yang sudah di lapangan sudah mendapatkan data dan tiba-tiba Datanya hilang begitu saja.

“Sistem digital yang semuanya tadi kita nggak menyangka ada Hack dari India. Semua sistem informasi punya kemampuan untuk kemudian bisa apa, namanya punya daya tahan yang cukup dan bisa juga dia sangat rentan, ” jelas Ramdan. Dia lantas bercerita bahwa kebetulan dia pernah di Mangga dua, sebagai pedagang kompuiter, juga pernah berperan sebagai orang yang berkecimpung di dunia internet, sehingga dia memahami bagaimana pentingnya keselamatan sisitem Informasi yang dimiliki oleh KPU tersebut.

“Bagaimana sistem informasi yang dimiliki KPU itu kemudian menjadi sebuah sistem demokrasi, Seperti apa ? Ketika pembuatan sistem, sistem informasi tentang calon, Bagaimana kita bisa mengakses , itu sudah terjadi, tapi bagaimana kita kemudian sebuah sistem dibangun kita bisa menguji. Kalau dia bisa diretas, maka kemudian sistem ini gagal. Seharusnya diuji dulu ke publik silakan kalau bisa meretasnya,” kata dia sembari menyarankan orang yang mampu meretas tersebut untuk dijadikan konsultan di KPU.

Catatan lain, ketika 2019 dia melakukan uji materi di Mahkamah Agung terkait dengan peraturan KPU di mana perarturan KPU dianggap bertentangan dengan undang-undang atau peraturan di atasnya, misal Sipol, itu Sistem Informasi Partai Politik, tidak disebutkan dalam undang-undang . Dari kasus itu
MA mengabulkan .”Pelajaran dari pemilu 2019 dan kejadian di 2018 harus menjadi catatan KPU, bahwa sistem informasi yang kemudian ada di KPU juga harus masuk dalam UU,” katanya.

Selain itu, menurutnya, KPU harus melibatkan Parpol dan masyarakat untuk menguji sistem informasi. Karena hal itu bagian dari Konsolidasi demokrasi untuk Pemilu yang berintegritas.
Lainnya, sebuah sistem harus punya Login, Jadi tidak bisa itu dihapus oleh pihak yang tidak bertanggungjawab. “Jadi ketika memasukkan data dan kemudian kita nggak tahu siapa data yang ngolah, ini sebuah transparansi,” ucapnya.

Masih kata Ramdan, Server juga harus standby 24 jam. Ini standar internasional dan tingkat error pun hanya boleh 1% . “Ketika kita input, masyarakat mau menginput, membantu , mengoreksi misalnya terkait dengan calon, atau caleg ngga bisa delaynya itu sangat besar, dia hanya boleh 1,5 detik. Jadi ketika dimasukkan maka dalam waktu 1, 5 detik harus masuk,” Ramdan menambahkan. Kalau misalnya gagal maka harus dipertanyakan karena pelaksanaan Pemilu itu harus handal dan teruji.

Karena dia tidak ingin Pemilu mendatang, seperti Pemilu 2019 lalu, dimana server kadang Down, bahkan down dalam sehari. “Kegagalan menginput terjadi juga , data sudah masuk ke server KPU, tiba tiba berubah dani lari ke mana-mana,” ujar pria yang juga hobbi surving ini. ***

Agus Suryantoro