Ajaran Taman Siswa dan ” Merdeka Belajar” serta Implementasinya pada Pendidikan Indonesia Kini

Oleh: Sri Sunarni, SPd. M.Pd. (Guru PPkN MTsN 6 Pasuruan)

“Seandainya saya seorang Belanda”, tulisan Ki Hajar Dewantara itu sangat dikenal ketika jaman pendudukan Belanda yang setiap tanggal 2 Mei diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional.

Ki Hajar Dewantara sebagai Bapak Pendidikan sangatlah tepat. Beliau mewariskan sebuah konsep pendidikan Taman Siswa. Taman berarti tempat dan Siswa berarti murid.

Taman Siswa didirikan sebagai jawaban kegelisahan Ki Hajar Dewantara akan kondisi pendidikan di Hindia Belanda. Diantaranya hanya kaum bangsawan saja yang boleh bersekolah dan memenuhi kebutuhan tenaga kerja untuk Belanda. Tujuan Taman Siswa mengajarkan dasar-dasar kemerdekaan bagi masyarakat pribumi Indonesia.

Dengan menekankan prinsip kemerdekaan dan membentuk karakter siswa yang berasas nasionalis dan berlandaskan budaya bangsa.

Konsep ajaran Taman Siswa mengajarkan dasar kemerdekaan yang berasal dari diri sendiri dan tidak bergantung pada orang lain. Terutama menentukan pilihan minat dan potensinya. Sebagai implementasi dari konsep ini, Taman Siswa memiliki dasar sistem Ngemong.

Maksudnya setiap pendidik atau guru mengabdikan seluruh waktunya mengajar kepada siswa. Layaknya orang tua terhadap anaknya, mengawasi dan mengamati anak agar mampu mengembangkan minat dan potensinya. Inti dasar ajaran Taman Siswa Ngemong karena kita memahami kodratulloh dari anak.

Mereka mempunyai cita-cita sendiri yang menjadi suratan takdir Alloh, itulah yang dikembangkan.
Dalam pelaksanaan ajaran sistem Ngemong ini, Taman Siswa memiliki pedoman bagi seorang guru yang disebut Patrap Triloka dan Tripusat.

Yaitu Ing ngarso sung tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani. Nonton, niteni dan nirokke seorang guru untuk bekal menghadapi perkembangan anak. Sehingga melahirkan calon pemimpin bangsa yang berkarakter Ing Ngarso Sung Tuladha, Ing madya mangun karsa, Tut wuri handayani.

Lalu bagaimana konsep pendidikan “Merdeka Belajar” menurut Mendikbud Nadiem?. Merdeka Belajar digunakan sebagai filosofi perubahan dari metode pembelajaran yang terjadi selama ini. Sebab, dalam “Merdeka Belajar” terdapat kemerdekaan dan kemandirian bagi lingkungan pendidikan untuk menentkan sendiri cara terbaik dalam proses pembelajaran.

“Merdeka Belajar” terilhami filosofi Ki Hajar Dewantara tentang dua konsep yaitu kemerdekaan dan kemandirian. Itulah esensi konsep ajaran Ki Hajar Dewantara.

Esensi kemerdekaan menurut Nadiem harus terjadi pada guru dan siswa. Kemerdekaan guru dalam menentukan cara mengajar terbaik bagi siswa. Merdeka untuk memilih elemen dalam kurikulum yang terbaik dan esensi. Sehingga tercipta pola pembelajaran yang bermutu.

Merdeka juga berlaku untuk siswa, mereka tidak harus berpaku pada kurikulum yang tersedia, bisa menggunakan metode belajar yang cocok untuk siswa. Sehingga proses belajar tidak harus didalam kelas, belajar dengan outing class lebih membentuk karakter. Utamanya berani, mandiri, kolaborasi dan tanggung jawab. Karena konsep belajar tidak harus menoton mendengarkan guru ceramah dalam ruangan.

Konsep pendidikan sekarang bagaimana? Bagaimana implementasi konsep ajaran Ki Hajar Dewantara dan Mendikbud seharusnya diera sekarang? Sebelum konsep Merdeka Belajar dicanangkan Mendikbud, jika kita lihat sistem pendidikan sekarang, rasanya jauh banget dari konsep Taman Siswa.

Padahal, konsep ini justru menyenangkan. Murid nggak ngalami jam belajar yang berjam-jam, nggak mendapatkan beban pekerjaan rumah tambahan. Juga tidak dibombardir berbagai tes dan ujian. Menyenangkan banget kan? Parahnya lagi, dunia pendidikan Indonesia dihadapkan pada realitas degradasi moral, karakter, dan etika yang menjadi sebab utama terjadinya perilaku menyimpang disekolah, baik guru maupun siswa.

Kita semua tahu belakangan ini banyak kasus murid melawan guru. Di Madura siswa yang menganiaya guru hingga meninggal.
Bagaimana solusinya? Utama permasalahan pendidikan Indonesia saat ini adalah ditumbuhkannya pendidikan karakter siswa yang berasas nasionalisme dan berlandaskan budaya bangsa.

Serta kemerdekaan dan kemandirian guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Menjadikan sekolah atau madrasah bukan tempat mencari nilai yang tinggi.

Bukan cuma jadi tempat para siswa untuk takut pada mata pelajaran atau ujian saja. Namun, sekolah harus jadi tempat menyenangkan agar bisa melahirkan generasi berkarakter, berbudi pekerti baik dan berprestasi.

Pendidikan karakter adalah ruh dari proses pendidikan itu sendiri. Dengan digiatkannya pendidikan karakter, dunia pendidikan Indonesia kedepannya niscaya nggak hanya akan bertumpu pada logika, tapi juga etika, rasa kemanusiaan, dan perilaku.