Jalan Sunyi Sang Ramadan

Oleh : Mohammad A.R.

Perintah untuk melaksanakan puasa pada bulan Ramadhan sebagaimana yang tercantum pada Surat Al – Baqarah ayat 183 memang hanya dikhususkan bagi orang – orang yang beriman. Nilai keimanan menjadi titik awal yang penting bagi pelaksanaan ibadah puasa karena memang hanya orang – orang yang memiliki keimanan saja yang bakal mampu untuk melaksanakan ibadah Puasa.

Tanpa keimanan maka seseorang tidak akan pernah mampu untuk melaksanakan ibadah Puasa secara paripurna. Mengapa demikian ? karena ibadah Puasa sangatlah berbeda dengan pelaksanaan ibadah – ibadah lain misalnya Sholat, Zakat , Haji serta ibadah lainya yang pelaksanaanya merupakan suatu tindakan / gerakan ritual yang telah ditentukan syarat dan rukunnya. Ibadah yang sangat tampak ini memungkinkan dimasuki sifat riya’ kalau kita tidak mampu menata hati untuk melaksankannya dengan ikhlas.

Sedangkan pada pelaksanaan ibadah Puasa kunci pelaksanaannya adalah pada menahan untuk tidak melakukan sesuatu dengan batas waktu mulai terbitnya fajar sampai dengan terbenamnya matahari.Kekuatan pada menahan makan dan minum serta hal – hal yang membatalkannya inilah yang sangat mempersempit terbuka pintu riya’ karena ketika melaksanakan ibadah puasa orang lain tidak pernah akan tahu apakah kita sedang menjalankan ibadah puasa atau tidak walaupun itu mungkin orang – orang yang sangat dekat dengan kita sekalipun. Sehingga pelaksanaan ibadah Puasa pada hakekatnya sangat bersifat rahasia dan tersembunyi. Dan hanya Allah dan pelaku ibadah Puasa itu saja yang mengetahui apakah seseorang melaksanakan ibadah Puasa atau tidak.

Bahkan seorang hamba ibadah Puasanya menjadi sia – sia karena yang ditahan hanya tidak makan dan minum sementara mulutnya tidak ditahan untuk berbicara yang sia – sia dan tidak berguna.

Rosulullah berpesan : “Berapa banyak orang berpuasa yang tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga saja.” (HR. Ibnu Majah ). Jadi pelaksanaan ibadah Puasa merupakan seleksi berjenjang bagi seorang hamba untuk menggapai taqwa sebagai tujuan akhir dari pelaksanaan ibadah Puasa.

Karena sangat rahasianya ibadah Puasa maka nilai pahala Puasa hanya Allah saja yang akan menentukan nilainya dan tidak dibuka atau diberitahukan pada saat kita masih didunia dan hanya akan dibuka pada saat kita memasuki alam akhirat. Hal sebagaimana dinyatakan dalam Hadist Rosulullah yang artinya sebagai berikut : “ Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa.

Amalan puasa tersebut adalah untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan dia telah meninggalkan syahwat dan makanan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan ketika dia berbuka dan kebahagiaan ketika berjumpa dengan Rabbnya.

Sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau minyak kasturi.” (HR. Bukhari). Jadi nilai ganjaran amalan ibadah Puasa merupakan hak prerogatif mutlak yang dimilik Allah

Maka karena kedudukannya yang rahasia diatas rahasia maka perintah untuk melaksanakan ibadah Puasa hanya dikhususkan pada orang – oarang yang beriman saja karen tanpa keimanan maka seseorang tidakakan pernah percaya untuk melaksanakan ibadah Puasa karena pelaksanaannya yang menahan ( tersembunyi ) dan nilai ganjarnyapun juga dirahasiakan karenanya hanyalah orang – orang yang memiliki keimanan saja yang mau dan mampu untuk melaksanakan ibadah Puasa dengan penuh keikhlasan dan keikhlasan itu hanya dimiliki oleh hamba – hamba Nya yang beriman.

Ya Rabb bimbing langkah hamba – Mu ini untuk menapaki jalan sunyi Ramadhan – Mu