Diduga Berpotensi Merugikan Negara Miliaran Rupiah , BBHAR Pertanyakan Jual Beli 9 Hektar Tanah Negara di Desa Bomo Kec. Rogojampi

Banyuwangi-menaramadinah.com-Berita hangat akhir-akhir ini tentang kasus jual beli tanah negara (HGU) yang secara hukum posisi tanah itu harus kembali ke negara karena masa kepemilikan sudah berakhir. Fakta di lapang menunjukkan aset negara itu masih dikuasai oleh lembaga bisnis.

Terkait dengan pemberitaan jual-beli tanah negara (tanah HGU yang telah berakhir jangka waktunya) di wilayah Kabupaten Banyuwangi yakni sebidang tanah terletak di Dusun Jatisari, Desa Bomo, Kec. Rogojampi, Kab. Banyuwangi, sebagaimana sertifikat Hak Guna Usaha Nomor 3/ Desa Bomo, Luas 95.000 m², atas nama PT Tirta Windu Makmur, berakhir masa berlakunya pada tanggal 08 Juli 2010, yang dijualbelikan oleh pihak swasta hingga miliaran rupiah, sekretaris BBHAR (Badan Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat) Gembong Aji Rifai, S.H., turut prihatin.

BBHAR beserta tim melakukan investigasi dan mencoba klarifikasi telah menemukan beberapa alat bukti terkait kebenaran hal tersebut.

Pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Negara Kabupaten Banyuwangi seharusnya proaktif mengatasi permasalahan HGU, setidaknya ada pengawasaan tersendiri terkait HGU – HGU yang sudah ada dan telah mati, karena menurut PP 40/ 1996, ada hak- hak Negara yang harus diberikan oleh pemegang atas nama HGU kepada negara.

Pasal 17/40/1996, HGU berakhir apabila “berakhir masa waktunya, dibatalkan oleh pejabat yang berwenang/ pengadilan karena tidak dipenuhinya kewajiban atau dilanggarnya larangan (berakhir karena suatu syarat tidak dipenuhi), serta dicabut untuk kepentingan umum”.

Kewajiban dalam hal ini adalah “membayar uang pemasukan kepada Negara, menyampaikan laporan tertulis pertahuan mengenai penggunaan HGU, menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan HGU kepada Negara sesudah HGU hapus (jangka waktu berakhir), menyerahkan sertipikat HGU yang telah berakhir kepada Kepala Kantor Pertanahan, sehingga tidak sampai terjadi adanya jual beli tanah Negara dan tidak menimbulkan akibat hukum baru hingga merugikan Negara”.

Misi utama BBHAR menyelamatkan aset negara berdasarkan hukum yang berlaku, ungkap Gembong. Dilanjutkan sebagai konsekuensi siapa pun yang terlibat jika terbukti benar ada proses transaksional yang tidak sesuai dengan aturan hukum yang berlaku di negara kita ini, harus bertanggung jawab, tegas pengacara juga aktivis Peradi asal Genteng itu bertutur.
Husnu Mufid, Jurnalis Menaramadinah.com