Oleh:Musthofa Zuhri
Saya merasakan dengan benar, jika bulan ramadhan mampu memberi kan dampak pada kedisiplinan yang tinggi, mulai Sahur, buka puasa, trawaih, tadarus dan lain sebagainya.
Sahur, misalnya dibulan puasa ini, rata rata kita bangun malam jam 3-4 pagi. Ibu-ibu dengan tanpa dikomando digerakkan hatinya untuk disibukkan menyajikan menu dimalam hari. Dan itu rutin tanpa ia sadari.
Bisakah ibu ibu melakukan kegiatan yang seperti ini ” every day “, every time” dalam satu bulan penuh dibulain lain? Jika bukan pembisnis Catering, saya kira kok ya gak mungkin.
Sahur, semua keluarga guyup, rukun bertatap muka ( kecuali yg ada aktifitas super ekstra dimalam hari ). Dan tatap muka orang tua dengan anak terjalin komunikasi yang luar biasa sebulan penuh. Aktifitas model seperti ini sangat musthil bisa dilakukan di sebelas bulan sebelumnya.
Bayangkan!
Komunikasi keluarga dimalam hari, ketika mata.ngantuk, saya rasa kok ya “imposible’. Ramadhan menjungkir balikkan logika tak mungkin menjadi mungkin. Dihari ramadhan, mata yang kantuk terbelalak tanpa ada yang menyadarinya , tanpa ada yang menyuruh dan tanpa ada yang mengomando. Semua berjalan sangat alamiah mengikuti irama Ramadhan..
Habis Sahur, dilanjut dengan kegiatan lain , dengan ber bincang bincang pagi bersama keluarga, sambil menanti adzan subuh. Orang tua bersama anak anaknya ada yang nonton tv, mengaji atau bahkan saling bersenda gurau di acara pagi yang santai. Dan ketika terdengar suara adzan subuh, tanpa di.komando mereka bergerak ambil wudhu lalu “jreng berjama’ah ” dengan kehadiran sosok ayah sebagai imam, istri dan anak anak nya bermakmum yang dibulan lain, sangat lah susah untuk dilakukan. Ramadhan menjungkir balikkan, sesuatu yang impossible menjadi posible.
Habis subuh, dilanjutkan lari pagi, olhraga, atau me lanjutkan aktifitas nikmati alam mimpi. Bagi yang hobi sehabis subuh tidur lagi….
Setelah kegiatan olah raga, atau berenang dalam mimpi, aktifitas lainpun saling sambut menyambut. Tanpa ada yang mengeluh, tanpa ada grundel dan tanpa keluh kesah
Yang dagang pergi berdagang. Yang tani pergi kesawah dan yang kantor pergi ketempat yang biasa mereka geluti. Itu dilakukan ketika kondisi normal kecuali pandemi kayak sekarang, bisa sedikit lain ceritanya , yang kantor bisa mempersiapkan bahan untuk ‘work from home ” Dan ini berlangsung rutin
Siang haripun tanpa dikomando, dhuhur berjalan dengan tetap semangat, berjibaku mengejar ridho ilahi dengan mencari musholla. Masjid atau tempat yg dianggap bersih dengan beralaskan sajadah mengabdikan dirinya pada sang Kholiq
Yang menarik adalah, ketika jam menunjuk angka 17.00, semua keluarga hampir secara merata saling SMS , WA, atau telp untuk mencari dan bertanya ada dimana, bagaimana dan mengapa. Bagai absensi antara satu dengan yang lain. “Dengan menunggu bedug magrib”
Ketika Maghribpun tiba, wajah wajah bahagia terlihat dengan jelas disorot mata orang tua, anak dan keluarga . Seakan, ingin katakan ” bahagia kita kumpul dengan sajian menu yang se adanya dengan ragam yang mengharu biru cuaca hari nan dahaga dilepaskan dalam nikmatnya berbuka.
Ya…ramadhan, telah mengajarkan kedisiplin an yang tanpa kita komando dari siapapun. Ia muncul dari kesadran kolektif kemanusiaan kita, ke solidaritasan kita. Dan itu hanya bisa ditemukan di bulan yang penuh berkah, maghfiroh serta dibukanya seluruh tabir kehidupan.
Sahur, Trawaih, tadarus, tahajut, berbuka dan hal halainya tak bisa saya uraikan disini. Yang pasti, sungguh indah suasana bulan yang penuh berkah ini. Adakah anda merasakan hal ini?
Semoga….