Oleh: Musthofa Zuhri.
Dulu , ketika aku menuntut ilmu dirumah kiai syamsudin, dekat rumahku, beliau selalu memberi wejangan begini:
“Setiap keluar rumah, menuju hal hal yg positif , niatkan dg mengabdi dan beribadah sama ALLAH”ungkp beliau dg mata yg menerawang.
“Karrna jika semua aktifitas kita diniatkan ibadah ketika ada hal hal yg diluar nalar kita sebagai manusia seperti , kecelakaan dan mati dijalan, ujar beliau melanjutkan, sama dengan orang yang berjihad fi sabilillah dengan dihukumi mati sahid”pungkasnya.
Ungkpan sederhana dan penuh makna, menancap diruang kosong hatiku hingga sekarang masih membekas.
“Ternyata,untuk memiliki gelar mati sahid gak harus pergi jauh jauh, disesuaikan dengan NIATnya”begitu kira-kira.
Beredarnya konten yang bermuatan Hoax, status mencaci, memutar balikkan fakta, membuat aku kangen sama guruku. Kangen petuah petuah sejuk yang disampaikan. Kangen terhadap ungkapan yang mencintai sesama. Mencintai kedamaian.
Bagi guruku, tempoe dulu, merawat perdamaian lebih penting ketimbang menciptakan keresahan. Karena keresahan ujung ujungnya konplik. Jika konplik terjadi, tujuh turunan akan sulit dipadamkan.
Saya sendiri, tak habis pikir, mengapa para pencipta hoax begitu entengnya menyapu keberagaman kita.
Disinilah, saya kangen petuah petuah indah guruku. Karena hanya guru yang benar benar guru lah yang menjadi ujung tombak kedamaian. Guru yang tidak memprofokasi. Guru yang selalu mencintai eksistensi manusia. Guru yang memberikan rasa kasih.
Ya..guru digugu lan ditiru. Bukan guru yang ikut latah meneriakan ” perang perang dan perang”. Jihad jihad dan jihad. Bukan guru yang memfatwa bom bunuh diri adalah syahid. Bukan guru yang menabur hoax. Bukan guru yang ber yel yel ” bakar bakar bakar. Bukan guru yang meminum kencing onta. Bukan guru yang “hujan kencing iblis”. Atau guru yang gemar memaki maki hal yang sebenarnya masih sumir dalam ihtilaf.
Apakah masih ada guru yang demikian?
Kurasa dikampung kampung masih banyak!!. Mereka tak peduli follower. Tak suka publikasi. Tak suka pamer ngelmu.
Kata kata yang terucap selalu sejuk. Terukur, kapan harus berbicara dan kapan harus menjawab hal hal yang penting. Kepada siapa ungkapan itu disampaikan.
Guruku benar benar menjaga lisan dalam bertutur. Tak hanya pintar namun juga ber etika. Tak hanya alim namun ber ahlaq. Karena berilmu saja tak cukup.Ia harus dibarengi ahlak.
Apakah anda juga kangen seperti rasa saya ini? Kalau saya sih kangen!