*Sekapur sirih*

Ulu salam kulonuwun assalamu ‘alaykum, rahayu

Filsafat / Bis-syafaat; Falsafah Sasahidan bukanlah sebuah buku yang berpretensi mempromosikan merk agama tertentu, melainkan hanya ajaran falsafah, serta ajakan kerukunan.

Sebagai falsafah tentu – jika dianggap pas – bisa melandasi serta digunakan oleh ajaran apapun juga, karena sejati nya inti dari falsafah Sasahidan ialah ajaran Kenal Diri, tapi bagaimana bisa kenal diri karena manusia tiada mempunya diri, selain amanah diri dari alam.

Maka falsafah Sasahidan menggagas kita semua untuk kembali ber tatakrama kepada alam, sebagai basis hidupnya kemanusiaan.

Tiadalah manfaat ajaran merk apapun juga kecuali jika hidup serta menghidupkan kemanusiaan, Tuhan ialah rahasia yang terbit ditengahnya.

Falsafah Sasahidan ini digelar menciri tradisi “Islam kang Jowo – Jowo kang Islami” jika anda suka boleh disebut Islam Nusantara.

Kata Sasahidan ada dalam kitab Wirid Hidayat Jati yang disusun oleh Rd. Ronggowarsito. Bab Sasahidan ialah salah satu bab yang pernah ajarkan oleh Sunan Geseng, murid Sunan Kalijaga
Sebagai keturunan ke 12 Sunan Geseng serta ke 17 dari Prabu Brawijaya V, anggap saja risalah sederhana ini mewakili ajaran kedua leluhur ku sebagai satu, yaitu ajaran serta ajakan kepada seluruh bangsa Nusantara untuk kembali rukun menyatu dalam Kemanusiaan menuju Ketuhanan atas nama Cinta Tanah Air, bukan lagi atas nama merk apapun.

Tuhan tidak perlu dibela (Gus Dur), sudah saatnya Revolusi Kesadaran, kerukunan, kesatuan bangsa dibangkitkan atas nama Ibu Pertiwi.

Sebagai pengingatan, tulisan ini tidak diperuntukan melainkan hanya untuk khazanah pengetahuan “Membaca adalah Jendela Pengetahuan” dan melawan pembodohan diri, serta yang sepemahaman dalam pemikiran pentingnya membela kerukunan serta kesatuan.

Risalah sederhana ini ditulis bukan oleh budayawan atau rohaniawan, hanya rakyat biasa yang hanya anak desa yang cinta bertani dan mengabdi sekaligus Seorang lelaki yang mencintai sejarah, hobi membaca dan menulis, menceritakan peristiwa yang membawa perubahan ke arah yang lebih baik menjadi sebuah cita citanya. Grobog-an kem-Balinya peradaban luhur, traveling menjadi sebuah alat untuk melihat Indonesia Nusantara lebih dekat dalam lubuk hati. JAS MERAH (Jangan sekali kali Melupakan Sejarah).

Seorang sudhra berbaju rombeng. Karena nya tidak perlu kaget jika isi nya jauh dibawah mutu standar akademis. Falsafah ditulis sebagai ajaran serta ajakan, bukan wahana argumen rasio yang tiada pernah melahir manfaat nyata-nyata manfaat pada alam.

Tiada kebenaran melainkan benar itu sendiri. Karena nya pemikiran yang tertulis dalam catatan Falsafah Sasahidan ini sangat membuka diri bagi masukan apapun yang dilandasi niat mewujud kan jalan tengah bukan tujuan saling menghancurkan. Bersama melahirkan satu, satu lahir ditengah bersama catatan ini sebagai himbauan serta ajakan untuk kita semua agar kembali merukun satu, wujudkan cita-cita negeri Nusantara Agung yang memuja serta dipuja alam, Ibu Pertiwi, Kuasa Nya, Utusan Nya dalam Asma Nya, aamiin

Tanpa mengurangi rasa hormat, dengan segala kerendahan hati, mohon dibukakan ikhlas kemaafan atas segala kesilafan, semoga dimudahkan Nya bagi bangsa ku kembali menyatu rukun, kembali kepada Alam kepada Ibu kepada Cinta. Matur sembah nuwun, rahayuu. Merdeka !!

Yang lain menuju akhir – Aku menuju Awal, karena yang awal adalah yang akhir.

“BE”
Ende, 28 Februari 2020
(Kem-Bali Membaca; Sejarah adalah Ruh Nasionalisme)

Totok Budiantoro

Koresponden MM.com