Oleh: Samsul Hadi,SH
Dulu tahun 2003-an kami pernah ke Jakarta , ketemu Aktifis Sawit Watch. LSM yang konsen memelototi praktek borjuisisasi sawit di tanah air. Mengkritisi Praktek Kapitalisme sekaligus literasi edukasi bagi rakyat korban sawitisasi.
Dalam kiprahnya Sawit Watch lebih menekankan azas kesejahteraan jangka panjang masyarakat Tempatan, darpada sekedar iming iming bagi hasil sistem kemitraan yang ditawarkan pengusaha pemodal besar, yang notabeneg uangnyapun dari pinjaman ( menggaruk ?) Bank.
Kami pernah hampir 5 bulan terjun langsung di tengah hutan Kalimantan Tengah, tepatnya kota Waringin Kaimantan Tengah. Wilayah hutan Ulayat yang jadi tanah adat itu kini telah disulap menjadi kebun sawit. Banyak perusahaan mengantongi HGU disitu baik lokal , nasional maupun rumpun tetangga seperti Malaysia. Kebanyakan dari pengusaha bermata sipit yang merajai kebun sawit.
Sebagai staf humas perusahaan perkebunan sawit, hari hari berhadapan dengan masyarakat. Sejak dari pendataan awal penyerahan lahan, land clearing hingga ganti rugi dan proses pembayarannya, kami handle dan dokumentasikan.
Banyak suka-duka kerja di kebun sawit.
Banyak sukanya karena gaji karyawan level staf lumayan longgar bisa 5 sampai 10x lipat UMK kerja di kota.
Dukanya kerja di kamp sawit, jauh dari penduduk kota, bahkan cenderung terpisah jauh dari keluarga, anak istri. Kecuali sudah karyawan tetap bisa memboyong keluarga masuk mess atau rumah asrama.
Duka yang lain, adalah lintang pulang , carut marut administrasi desa. Banyak tumpang tindih pengakuan warga, khususnya antar anggota keluarga yang mengaku punya hak garap atas tanah, sehingga sering beberapa kali satu lahan dimintai ganti rugi, dengan berbagai dalih lucu.
Ada tuntutan ganti rugi karena adanya tanah kuburan nenek moyangnya. Ada yanginta ganti rugi karena ada pohon kayu Ara yang dihuni Tawon madu, warisan turun tumurun. Yang mengherankan , beberapa kali terjadi, lahan sudah Klir ganti ruginya, sudah ditanami sawit bahkan mulai berbuah, eh eh, diklaim milik warga dengan tuntutan ingin digarap aendiri sawitnya full tak mau bagi hasil. Nekat juga mereka menuntut , walau tau modal mengolah sawit tidak sedikit. Mungkin dipikirnya, dengan nekat menuntut perusahaan akan iba, atau keder nyalinya.
Perusahaan sawit cenderung otoriter dalam memanage perkebunannya. Sistem kerja yang dibangun menganut pola Doktrinisasi Terstruktur ala penjajahan hirarki.
Maka seorang Kepala Wilayah, Kepala Devisi Kebun sangat disegani semua Staf , mandor apalagi karyawan bawah. Pejabat dan aparatpun bisa takluk ( tunduk setia ) dengan hirarki pemodal , paling bisa kerjasama yang sebaik baiknya supaya dapat bagian, cipratan receh dari bisnis petkebuhan sawit.
Bisnis perkebunan sawit adalah padat modal. Padat kerja , padat karyawan. Tidak mungkin pemodal mengantongi uang dari kantong sendiri. Kami sangat yakin. Terindikasi pemodal adalah konglomerasi yang terbiasa berkongkolikong soal kapital dari dunia perbankan. Entah dengan cara wajar, atau persekongkolan yang penting keluar modal besar untuk investasi milyar dan trilyunan ini.
Sawit memang pernah booming di dunia. Walau hingar bingar sawit sempat redup, setelah adanya persaingan dunia dan sinisme yang sengaja dicipta untuk menekan harga minyak sawit mentah dari Indonesia. Dengan alasan beragam, Amerika memperketat ekspor sawit dari Indonesia. Salah satunya dalih pencemaran, perusakan lingkungan dan lainnya.
Sawit memang fenomenal dunia. Namun faktanya, teknologi sawitisasi lahan subur sama saja dengan penindasan terstruktur atas bumi . Pohon sawit menyerap banyak.hara, unsur penting dalam.tanah . Maka lahan sawit dipastikan jadi tandus, hilang humus hilang pupuk bio organik alami .
Selain itu, pembabatan hutan dan lahan subur alami tanah adat, tanah Ulayat yang dirombak total menjadi kebun sawit, rawan terjadi banjir, longsor erosi dan penggerusan tanah lapisan atas akibat sistem perkebunan sawit yang tidak mengindahkan terrasering dan pertahanan air hujan.
Singkat kata, beberapa alasan bahwa teknologi perkebunan sawit menjanjikan kemakmuran bagi petani adalah berbanding terbalik dengan fakta ancaman bahaya yang bakal diterima masyarakat sekitar lahan sawit, akibat hilangnya ekosistem awal, hapusnya unsur hara tanah dan ketahanan air tanah di arena luas yang dirombak menjadi ladang homogin kebun sawit. LSM Sawit Watch yang paling faham soal.ini.
Namun pertanyaannya, masih adakah Sawit Watch itu?
Papan namanya mungkin masih ada.*
Penulis adalah Jurnalis Citizen MenaraMadinah.Com
Biro Sulawesi.