Indonesia diambang kebangkrutan etika

 

Oleh : Firman Syah Ali

Akhir-akhir ini publik sering disuguhi perilaku elit politik yang tidak etis, baik di dunia nyata maupun di dunia maya. Ironis sekali karena selama ini bangsa kita terkenal akan sebagai bangsa yang menjunjung-tinggi tata krama dan unggah-ungguh, yang dalam bahasa ilmiah populer disebut etika.

Guru Besar UNIKA Atmajaya, Kees Bertens, merumuskan definisi
etika sebagai nilai-nilai dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur perilaku. Jadi etika itu terkait erat dengan perilaku atau tingkah laku yang diukur dengan rasio, beda dengan moral, karena moral diukur dengan adat-istiadat, beda juga dengan akhlak, karena akhlak diukur dengan teks kitab suci.

Diantara perilaku kurang etis yang dipertontonkan elit politik adalah pameran machiavelisme tanpa ada beban atau rasa malu sedikitpun. Pameran politik tabur-tabur uang tanpa ada rasa berdosa, bahkan dibungkus dengan istilah mulia, yaitu bisyaroh dan shodaqoh. Oportunisme juga dipamerkan dengan bangga tanpa sedikitpun ada rasa malu.

Perilaku tidak etis elit politik tersebut kemudian diikuti oleh masyarakat bawah. Hilangnya budaya malu, budaya sopan santun, meredupnya semangat gotong royong, menguatnya politik identitas dan merajalelanya kabar hoaks merupakan bukti riil dari memudarnya etika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dalam program ILC TV One, Pakar Hukum Tata Negara Mahfud MD mengaku lebih dari satu kali menolak jabatan Menteri dalam kabinet Jokowi periode pertama dengan alasan etika. Mahfud MD merasa tidak etis masuk kabinet Jokowi sementara dalam pilpres dia merupakan ketua tim pemenangan prabowo. Itu satu contoh elit politik yang masih punya etika.

Publik berharap para elit memegang teguh etika sebagaimana telah dicontohkan oleh Mahfud MD di atas, sebab kalau elit politik tidak punya etika maka peradaban bangsa sedang berjalan mundur, bangsa yang semula “beradab” menjadi “tidak beradab”. Sila kedua Pancasila yang berbunyi Kemanusiaan yang adil dan beradab mencita-citakan tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara yang beretika. Etika dalam bahasa Yunani adalah Adab dalam bahasa Arab.

Apakah etika berpolitik tidak diatur oleh negara? sebetulnya sudah diatur, tepatnya diatur dalam
TAP MPR Nomor VI Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, namun sepertinya masih menjadi macan kertas karena belum diindahkan sebagai norma hukum yang mengikat warga negara Indonesia.

Memang sebaiknya TAP MPR itu tersebut dibreakdown ke dalam UU, agar lebih praktis dan aplikatif. Semoga artikel ini dibaca para elit politik agar segera dibuat UU Etika Kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai pelaksanaan TAP MPR Nomor VI tahun 2001.

Namanya juga usaha

*) Penulis adalah Pengurus Harian LP Maarif NU Jawa Timur yang saat ini sedang didukung oleh elemen-elemen masyarakat untuk menjadi Walikota Surabaya 2020-2025.