
SURABAYA–Putri Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur/1999-2001), Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny Wahid), menegaskan bahwa ayahandanya (Gus Dur) bukan hanya istimewa dalam melindungi minoritas dan perbedaan agama, namun Gus Dur juga sosok yang menghormati perempuan.
“Banyak kelompok agama lain (non-Muslim) yang merasa terlindungi dengan sikap Bapak yang menghormati perbedaan, tapi Gus Dur juga punya keistimewaan lain yakni menghormati perempuan,” katanya dalam Haul ke-16 Gus Dur yang juga untuk tasyakuran penerimaan Gelar Pahlawan Nasional dari Negara itu di Taman Bungkul, Surabaya, Kamis malam.
Dalam haul yang diadakan Barisan Kader (Barikade) Gus Dur Jawa Timur yang juga dihadiri Asisten Administrasi Umum Sekdaprov Jatim H Akhmad Jazuli itu, Yenny Wahid mengawali orasi di hadapan seribuan pecinta Gus Dur itu dengan melantunkan “Sholawat Fatih”. “Semoga dosa kita diampuni, juga agar bangsa ini adem (sejuk),” katanya.
Direktur “Wahid Institute” menjelaskan Gus Dur memang sosok yang menghargai perbedaan dalam bentuk apapun dengan alasan Tuhan memang menciptakan manusia tidak ada yang sama, bahkan anak kembar pun masih berbeda dalam perilaku. Gus Dur memahami betul hal itu.
“Gus Dur mengatakan penduduk bumi yang 8 miliar itu tidak ada yang sama, bukan hanya agama atau suku, tapi sidik jari pun tidak ada yang sama, karena itu Tuhan tidak melihat manusia secara fisik, tapi melihat dari sisi ketakwaan, lho kok kita memusuhi perbedaan,” katanya.
Bahkan, Gus Dur juga sering mengatakan andaikan Tuhan ingin semua manusia itu satu agama pun tinggal “kun fayakun” atau sangat mudah, tapi Allah tidak begitu, karena keindahan itu justru ada dalam perbedaan. “Bunga yang warna-warni itu indah kan?!,” katanya dalam haul yang juga dihadiri Wakil Katib Syuriah PWNU Jatim DR KH Ilhamullah Sumarkan MAg.
Dalam konteks itu pula, Gus Dur tidak pernah membedakan perempuan, bahkan sangat menghormati. “Ibu menceritakan kepada saya bahwa sewaktu saya masih bayi, Bapak yang mengangkat saya untuk diantar ke ibu agar disusui, Bapak juga mencuci popok saya, mencuci piring. Bapak tidak melihat laki-perempuan, tapi siapa yang hidupnya manfaat. Bapak juga bantu ibu berjualan kacang,” katanya.
Terkait penghormatan kepada kelompok minoritas, Yenny Wahid menilai Gus Dur itu selama menjadi presiden juga memperhatikan wong cilik (orang kecil), karena itu Gus Dur pun menaikkan gaji pegawai rendahan, seperti paspamres yang gajinya diperjuangkan naik.
“Itulah teladan dari Bapak, karena itu Haul ini bukan sekadar mengharapkan barokah dari para ulama, tapi juga meneladani Bapak yang mungkin tiga teladan penting yakni menghormati perbedaan, menghormati perempuan, dan menghargai wong cilik. Ya, hal penting dalam hidup adalah hidup manfaat. Khoirunnas Anfauhum linnas,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Asisten Administrasi Umum Sekdaprov Jatim H. Akhmad Jazuli, yang mewakili Gubernur Jatim Khofifah, menilai gelar Pahlawan Nasional untuk Gus Dur mungkin baru menjelang haul ke-16, tapi hakekatnya Gus Dur itu sudah lama menjadi “pahlawan” rakyat yang merasa sangat dilindungi dan dihargai.
Hal itu dibenarkan Pdt Simon Filantropa (GKI) yang merasakan Gus Dur adalah “pahlawan-ku”, karena itu setiap bulan Desember selalu ada rasa senang dan sekaligus rasa sedih. “Senang karena Natal pada 25 Desember, tapi sedih juga, karena Gus Dur wafat pada 30 Desember,” katanya.
Dalam haul yang juga dihadiri Anggota DPD RI Dr Lia Istifhama dan Wakil Ketua Umum DPP Barikade GD Sudarsono Rahman (Cak Dar) itu, Pdt Simon menyitir dua ungkapan Gus Dur yang dikenangnya yakni “Perdamaian Tanpa Keadilan adalah Ilusi” dan “Demokrasi Bisa Terjadi Bila Hak-hak Minoritas Terjamin”.
Rencananya, haul yang sama juga diadakan di kediaman Gus Dur di Ciganjur, Jakarta Selatan pada Sabtu (20/12) pukul 18.00-23.00 WIB dengan mengundang Nyai Hj Sinta Nuriyah Wahid, KH. Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus), Prof Mahfud MD, KH. Abdul Hakim Mahfudz (Gus Kikin), Cak Kirun, dan para tokoh lintas agama.*Imam Kusnin Ahmad,*
