Baliku tercinta Penu

 

Penulis : Arif Ketua Pojok Baca Nahdliyyin Banyuwangi.

Bom Bali 2002 Saya tinggal di Bali.Tinggal di Satu Kamar Kos yang letaknya tidak jauh dari Terminal Bis Antar Kota Ubung Denpasar. Sebelum Terjadi Peristiwa Biadab dimana Ratusan Nyawa tak berdosa melayang,Saya hidup tenang di Denpasar.Saat Fikiran Kacau, paling jauh Saya tinggal pergi memancing di Kawasan Pelabuhan Benoa bersama Kawan.

Peristiwa Bom Bali pertama sendiri terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy’s Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali kemudian ledakan terakhir terjadi di dekat kantor Konsulat Jenderal Amerika Serikat.

Pasca Peristiwa Biadab inilah Harmoni yang dahulu kala kurasakan amat Erat terasa sangat jauh berubah.Sorot mata kecewa,pedih sekaligus tatapan kecurigaan kerapkali pula kurasakan.Pekerjaan Saya dahulu Sebagai Sales Motoris Industri Makanan terkenal membuatku kerap berinteraksi secara langsung dengan Warga Asli.Saat menawarkan barang ke Sebuah Toko misalnya,sering kudengar Orang Bali berkata sinis padaku ” Ngujang Nak Jawo alih pipis mai ” ( Ngapain Orang Jawa cari uang di Bali ? ). Penyebutan Orang Jawa sendiri identik pula dengan sebutan untuk Seorang Muslim tak peduli dari manapun Ia berasal,Sebutan Nak Jawo tetap terlintas.

Saya Marah ? Tidak ! Untuk apa Marah karena Tokh faktanya dan sesuai Peradilan, Pelakunya jelas bernama Imam Samudera,Amrozi Bin Nurhasyim,Ali Ghufron,Ali Imron dll.Apa Anda fikir Nama Imam Samudera,Amrozi hingga Ali Imron nama nama Katolik? Jelas Tidak ! Mereka semua dan sesuai Data Kependudukannya jelas Beragama Islam.Sama seperti Saya yang juga Seorang Muslim.Mau berkilah Mereka Bukan Islam seperti Islam yang Kuyakini? Sulit Tuan 😭

Mau Berkilah Mereka Para Pelaku adalah Penganut Wahabi atau Salafi? Sulit juga ! Berapa Persen sih Orang di Luar Islam yang faham perbedaan antara Aswaja an Nahdliyyah ( Ahlusunah Wal Jamaah ala NU ) dengan Aliran lain dalam Islam? Yang Mereka ketahui jelas adalah Pekik Takbir kalian dan Lantunan Nyaring Kalimat Tauhid Kalian yang sama.Bukan masalah Aswaja An Nahdliyyah sifatnya Tawassuth atau Moderat sementara yang lain tekstual dalam memahami ajaran agama.Antara yang Tawassuth atau tidak tentu tak terlihat di mata mereka yang terluka karena ” Kita “.

Jangankan Orang di Luar Islam,Saya sendiri Pasca Peristiwa Bom Bali yang Bersambung hingga Tiga kali lalu disambut rangkaian Bom demi Bom di tempat lain kadang terbersit dalam Benak Saya sebuah tanya ” Katanya Islamku ini Rahmatan Lil Alamin tapi kenapa Negara Sendiri yang Damai malah dijadikan ajang perusakan? Katanya makna Islam adalah Kedamaian tapi Kenapa Bali di bom? Masjid di Mapolresta Cirebon di bom? Gereja Kepunton Solo di bom? Dhita Oepiarto bersama keluarganya memilih meledakkan dirinya di Jawa Timur? Kenapa? Rahmatan seperti apa dan Kedamaian seperti apa yang diyakini? Bukankah Kiblat Imam Samudera Sang Pengebom Bali sama sepertiku? Bukankah Nabi Sang Pengebom Masjid Mapolresta Cirebon dahulu juga sama sepertiku? Bukankah Nama Tuhan yang disebut Dhita Oepiarto juga sama sepertiku? Kenapa Mereka mau merusak Negeri yang telah memberikan pada mereka mereka Tanah Air dan Isinya? Kenapa Mereka Bom Tanah yang menjadi Tempat Sujud Mereka sendiri? Kenapa Mereka Bangga Menyebut Perilaku Keji mereka dengan sebutan Syuhada sementara Aku malah Jijik ?

Saya agak terhuyung dan hampir kehilangan Trust pada Keyakinan ku sendiri pada saat itu.Untunglah disaat keyakinanku sendiri terhadap imanku mulai mengendur,Saya masih mengingat Betapa Islam di Negeri ini masih ada sosok Seperti Gus Dur yang semasa hidupnya bergandeng tangan amat erat dengan Rohaniawati Hindu Bali bernama Ibu Gedong Bagus Oka.Dari Sikap dan Perilaku Beragama seorang Gus Dur lah Saya mampu membedakan mana Telur mana Tai Ayam.mana yang mampu menyerap Esensi Islam yaitu Rasa Damai untuk semua dan mana pula Yang ternyata tak menyerap Esensi Cinta Muhammad malah menyerap Saripati Ijajil Sang Angkara Murka.

Dari Foto Nasaruddin Umar Sang Menteri Agama Kita yang dicium Tangannya oleh Paus Sang Imam Besar Umat Katolik Dunia,Saya memahami pula bahwa Intisari Islam terletak pada Kemampuan Umatnya untuk mengaplikasikan dengan baik Ukhuwah Islamiah, Ukhuwah Wathoniah dan Ukhuwah Insaniyyah secara seimbang dan Tepat 🙏

( Gilimanuk -;Jembrana Bali )