Ir. Soekarno ; Biografi dan Pemikirannya dalam Kebangsaan & Keislaman

Oleh ; Kirena Maulidya Dzihni Tsamroti dkk

Tulisan ini berbentuk narasi biografi tokoh Indonesia dan pemikirannya dalam tugas mata kuliah bahasa Indonesia yang dibimbing langsung oleh : Bapak Yahya Aziz Dosen FTK UINSA.

Adapun nama-nama kelompok kami adalah :
1. Intan Oktavia Ramadhani (06020925035)
2. Henysa Salsabila (06020925034)
3. Kirena Maulidiya Dzihni Tsamroti (06020925037)
4. Ma’isyata Kamilia Sasmitha (06020925039)
5. Naurah Rayyani (06020925054)

Ir. Soekarno: Pemikiran Bangsa dalam Islam

Di antara tokoh-tokoh besar yang pernah lahir di bumi Nusantara, nama Ir. Soekarno berdiri tegak sebagai simbol perjuangan, pemikiran, dan cinta tanah air yang tak tergoyahkan. Lahir pada 6 Juni 1901 di Surabaya dengan nama Kusno Sosrodihardjo, ia tumbuh dalam pergulatan zaman yang penuh tekanan kolonial. Namun dari tekanan itu, lahirlah api semangat yang kelak membakar jalan menuju kemerdekaan. Beliau wafat pada 21 Juni 1970 di Jakarta, dan dimakamkan di Blitar Jawa Timur.

Soekarno bukan hanya seorang pemimpin politik. Ia adalah seorang pemikir, seorang orator, dan seorang arsitek ideologis bangsa Indonesia. Pendidikan formalnya di HBS Surabaya dan kemudian di Technische Hoogeschool te Bandoeng (sekarang ITB) memberinya gelar Insinyur, namun lebih dari itu, memberinya ruang untuk merumuskan gagasan besar tentang bangsa dan kemanusiaan.

Dalam pidato-pidatonya yang membakar semangat, Soekarno tidak sekadar bicara tentang kemerdekaan. Ia bicara tentang keadilan sosial, tentang persatuan dalam keberagaman, dan tentang keberpihakan kepada rakyat kecil. Ia menyebut mereka sebagai “Kaum Marhaen”—petani kecil yang hidup dalam keterbatasan, namun menjadi simbol kekuatan sejati bangsa.

Pemikiran Soekarno tentang keadilan sosial sangat selaras dengan nilai-nilai Islam. Ia percaya bahwa kemerdekaan bukanlah tujuan akhir, melainkan pintu menuju masyarakat yang adil dan beradab. Dalam hal ini, ayat suci Al-Qur’an menjadi cermin yang memperkuat gagasannya:

> إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
> “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.”
> (QS. An-Nahl: 90)

Dalam perjuangannya menyatukan bangsa yang terdiri dari ratusan suku dan bahasa, Soekarno menekankan pentingnya persatuan dalam keberagaman. Ia tidak melihat perbedaan sebagai ancaman, melainkan sebagai kekayaan. Gagasan ini sejalan dengan firman Allah dalam Surah Al-Hujurat:

> يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
> “Wahai manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”
> (QS. Al-Hujurat: 13)

Soekarno juga dikenal sebagai pemikir yang inklusif. Ia tidak membatasi sumber hikmah hanya dari satu tradisi. Ia merangkul nilai-nilai Islam, nasionalisme, dan sosialisme dalam satu sintesis yang disebut Nasakom. Dalam hal ini, sabda Nabi Muhammad ﷺ menjadi penguat:

> الْكَلِمَةُ الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ الْمُؤْمِنِ، فَحَيْثُ وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا
> “Hikmah adalah barang hilang milik orang beriman. Di mana pun ia menemukannya, maka ia paling berhak atasnya.”
> (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)

Dan dalam keberpihakannya kepada kaum lemah, Soekarno menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati adalah yang berpihak pada mereka yang paling membutuhkan. Ia tidak hanya bicara tentang rakyat kecil, ia hidup bersama mereka, berjuang bersama mereka. Sabda Nabi ﷺ pun menguatkan nilai ini:

> فِي كُلِّ كَبِدٍ رَطْبَةٍ أَجْرٌ
> “Pada setiap hati yang basah (makhluk hidup) ada pahala.”
> (HR. Muslim)

Kini, puluhan tahun setelah kepergiannya, pemikiran Soekarno tetap hidup. Ia menjadi inspirasi dalam pendidikan, dalam gerakan sosial, dan dalam pembangunan karakter bangsa. Sebuah studi oleh Aisyah Hilwa Az-Zahra dkk. (2024) menunjukkan bahwa pengenalan tokoh Soekarno dalam pendidikan mampu meningkatkan rasa nasionalisme siswa hingga 74,5%. Ini bukan sekadar angka, tapi bukti bahwa api pemikiran Soekarno belum padam.

Ia adalah pemimpin yang melampaui zamannya. Ia adalah suara yang tidak hanya menggema di podium, tapi juga di hati rakyat. Dan dalam cahaya Islam, pemikirannya menemukan akar yang dalam—akar yang menumbuhkan harapan, keadilan, dan cinta tanah air yang tak lekang oleh waktu.