
Oleh : Syania Nabilah Az-Zahra, dkk.
Tulisan ini merupakan tugas narasi BIOGRAFI TOKOH AGAMA Indonesia mata kuliah Bahasa Indonesia yang dibimbing langsung oleh : Bapak Yahya Aziz, S.Ag, M.pd.I selaku dosen PIAUD Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
Nama-nama Kelompok 4 :
Syania Nabilah Az-Zahra (060109250015)
Farah yusrania s (06010925002)
Choirunnisa’ (06020925024)
Ana shefiyah fillah (06020925019)
Figur karismatik dari kata dengan julukan Madinah Van Jawa ini memiliki kiprah yang besar dalam perkembangan pendidikan Islam di Jawa Timur. Sosok Kyai Nahdiyyin yang lahir di Dukuh Sumur Kepel, Sumber Girang, Lasem, Rembang, Jawa Tengah, pada 22 November 1914 H bertepatan dengan 4 Muharrom 1333 H. KH Abdul Hamid dengan nama kecil Abdul Mu’thi lahir dari pasangan Ibunya Rahmah dan ayahnya KH Abdullah bin Umar Basyaiban. Basyaiban seni dari turbah kehadiran Rasulullah SAW.
Abdul Mu’thi kecil ini memiliki watak yang periang dengan kegemaran yang unik bermain bola di lapangan, namun yang membuat beliau berbeda dengan anak-anak lainnya adalah karomah di usia 6 tahun konon sudah bertemu Rasulullah. Hal ini menjadi tanda “calon ulama besar” kelak.
Pada masa remaja Abdul Mu’thi kecil diubah namanya menjadi Abdul Hamid dalam rihlah pendidikannya saat kecil dididik oleh ayahnya sendiri dalam mendalami ilmu agama. Di usia 12 tahun ia belajar dan mondok ke Kajen, kemudian pulang dan kepal pesantren dalam 3 tahun di Gembes, ia belajar menjadi santri di pesantren yang diasuh oleh kakeknya. Setelah itu beliau melanjutkan ke pesantren Lasem Rembang.
Perjalanan pendidikan ini beliau tempuh dengan disiplin ilmu seperti tafsir, fiqih, hadis, tasawuf. Tak berhenti di situ, di usia 18 tahun beliau melanjutkan pendidikan ke pesantren Tremas Pacitan. Dalam perjalanan selanjutnya, beliau di usia 22 tahun beliau menikah dengan Ny. Nafisah putri KH Ahmad Qusyairi Shidiq (14 September 19 di masjid santri Al Anwar Pasuruan). Pada pernikahannya ini dikaruniai anak pertama Gus Anas, namun meninggal di usia dini.
Allah telah mencintai Anas. KH Hamid tetap tabah dan menerima takdir. Karena buah kesabarannya Allah menghadiahi buah hati kembali. Allah menciptakan anak kecil Gus Nu’man, Gus Nashich dan Gus Idris.
kyai abdul hamid dikenal sebagai sosok pemimpin kharismatik yang membesarkan pondok pesantren salafiyah pasuruan dengan pendekatan, kesederhanaan,dan keteladanan akhlak.setelah menikah dengan Nyai Nafisah,putri KH Ahmad Qusyari,beliau mulai aktif mengasuh Pondok Pesantren salafiyah pasuruan. Gaya kepemimpinan beliau sangat khas yakni Mengutamakan akhlak dan,tidak banyak bicara,kharismatik dan penuh kasih sehingga banyak orang datang hanya untuk sekedar melihat wajahnya atau meminta doa.
kepemimpinan kyai abdul hamid di ponpes salafiyah pasuruan. Di masa kepemimpinan kyai hamid mengalami pertumbuhan dan perkembangan cukup pesat baik fisik maupun non fisik.secara fisik telah berdiri madrasahh[sekolah] dari jenjang ibtidaiyah sampai Aliyah yang menerapkan sistem pendidikan dan kurikulum lokal yang bersifat salaf.Secara non fisik,dalam praktik hidup sehari-hari dapat diamati bahwa pondok berhasil mendidik dan membina sebagian besar santrinya menjadi orang yang taat beragama seperti taat menunaikan ibadah shalat berjamaah,puasa,dzikir dan sebagainya, disamping mendalami ajaran agamanya sesuai kitab-kitab yang ditelaahnya,akan tetapi kurang berhasil dalam pendidikan umum dan teknologi.
Syaikh Abdul hamid dengan karomahnya dan kealimannya
Beliau memiliki 4 karomah yaitu
1. Wujud Muncul di Dua Tempat
Syaikh abdul hamid beliau pernah di laporkan Pernah beeada di Tanah Suci Makkah pada saat yang sama ketika beliau diKunjungi Kerabatnya di Pasuruan .
2. Mengetahui Isi Hati Orang
Kisah santrinya,Said Ahmad , menceritakan bagaimana Syaikh abdul hamid mengetahui keinginannya untuk di ajak makan, menunjukkan kemampuan Membaca keinginan orang lain
3. perjalanan gaib ke bagdad
Karamah Ini adalah salah satu di antara karomah beliau,yg di yakini oleh masyarakat bahwasanya Syaikh Abdul Hamid dapat melakukan perjalanan ke Bagdad Setiap tahun.Kisah Syaikh Masyhudi dari sanan kulon, Blitar, sekitar tahun 2007 sebelum beliau wafat .menurut cerita , perjalanan tersebut dilakukan tanpa di ketahui oleh orang -orang sekelilingnya.
Kiai abdul hamid terkenal sangat alim dan juga waliyullah yang aktif dalam dunia keagamaan, terutama melalui pengasuhan pesantren dan kegiatan keagamaan di lingkungan NU, meskipun tidak spesifik terdaftar di organisasi formal lainnya, Berdasarkan data yang tersedia, beliau dikenal aktif dalam kegiatan NU seperti haul, yang di selenggarakan oleh pengurus cabang nahdlatul ulama (PCNU) kota pasuruan.
Beliau di akui sebagai tokoh penting dalam lingkungan Nahdlatul ulama (NU) di pasuruan, beliau menjadi pusat kegiatan pendidikan dan keagamaan karena adanya pondok pesantren salafiyah di kebonsari kota pasuruan.
Walaupun tidak ada informasi yang menyebutkan keanggotaan KH. Abdul Hamid dalam organisasi non-keagamaan atau formal lainnya, aktivitas nya menunjukkan perannya yang besar dalam masyarakat melalui bidang keagamaan, khususnya dalam lingkup NU dan pesantren.
Menjelang akhir hayatnya, Mbah Hamid mengalami sakit yang cukup berat. Pada tanggal 23 Desember 1982, beliau sempat dilarikan ke Rumah Sakit Islam Surabaya karena menderita beberapa komplikasi penyakit, di antaranya pembengkakan jantung serta gangguan pada ginjal dan hati (liver). Meski mendapat perawatan intensif, kondisi beliau terus menurun.
Akhirnya, pada hari Sabtu, 25 Desember 1982, bertepatan dengan 9 Rabiul Awwal 1403 H, KH Abdul Hamid berpulang ke rahmatullah sekitar pukul 03.00 dini hari dalam usia sekitar 70 tahun. Kabar wafatnya beliau menyebar dengan cepat dan membuat duka mendalam bagi masyarakat Pasuruan dan umat Islam di berbagai daerah.
Sejak pagi hari, ribuan pelayat dari berbagai daerah berdatangan untuk memberikan penghormatan terakhir. Rumah duka penuh sesak oleh santri, alumni, tokoh masyarakat, dan para ulama. Suasana haru menyelimuti prosesi pemakaman. Salat jenazah Mbah Hamid dipimpin oleh KH Ali Ma’shum, salah satu tokoh besar Nahdlatul Ulama pada masa itu.
Usai dishalatkan, jenazah beliau dimakamkan di kompleks pemakaman barat Masjid Jami’ Al-Anwar, Pasuruan, yang juga menjadi tempat peristirahatan para ulama besar lainnya. Makam Mbah Hamid terletak di antara makam gurunya, Habib Ja’far bin Syaikhan Assegaf, serta mertuanya dan iparnya, yakni KH Ahmad Qusyairi dan KH Ahmad Sahal.
Hingga kini, makam beliau senantiasa ramai diziarahi oleh para santri dan umat Islam dari berbagai daerah. Sosok Mbah Hamid dikenang sebagai ulama yang penuh kasih, bijak, serta menjadi teladan dalam ketawaduan dan keikhlasan dalam berjuang di jalan Allah.
