
Oleh H Imam Kusnin Ahmad SH. Jurnalis dan aktif di ISNU Jatim.
SEJUMLAH ulama Nusantara dan dunia dengan tegas mendukung penguatan ekoteologi sebagai bagian esensial syariat Islam.
Mereka menegaskan bahwa pelestarian lingkungan adalah maqshid syariah fundamental yang menopang lima tujuan utama syariat: menjaga jiwa, akal, keturunan, martabat, dan harta.
Krisis lingkungan yang berkepanjangan mengancam keseimbangan ini sehingga pengembangan fiqih lingkungan dan Teologi Hijau menjadi kebutuhan mendesak yang didukung oleh dalil syar’i.
Prof. Maryam Ait Ahmed dari Universitas Ibn Tofail, Maroko, mengingatkan bahwa menjaga lingkungan adalah kewajiban syariat karena kerusakan air, udara, dan tanah akibat ulah manusia mengancam kelangsungan hidup umat.
Lingkungan adalah nikmat dari Allah SWT yang harus dijaga sebaik-baiknya sesuai tujuan penciptaannya.
Senada, Prof. Abdelhamid El-Assyaq dari Universitas Al-Qarawiyyin menegaskan bahwa perlindungan lingkungan merupakan kebutuhan pokok mandiri, diperkuat larangan perusakan alam dan perintah menjaga keseimbangan kosmik (al-mizan).
Kerusakan lingkungan berdampak langsung pada rusaknya tujuan syariat lain dan mengancam masa depan umat.
Dari Nusantara, tokoh seperti KH. Hasyim Muzadi ( Alm ) Pengasuh Pesantren Al Hikam Malang yang juga pernah duduk sebagai Ketua Umum PBNU menekankan menjaga alam sebagai amanah dan bagian ibadah. Sedangkan Prof. Quraish Shihab menegaskan ayat Al-Qur’an tentang penciptaan sebagai fondasi teologi lingkungan Islam.
KH. M. Amin Zulfiqar melalui Fiqh al-Bi’ah dan fatwa Majelis Ulama Indonesia memperkuat landasan fiqih lingkungan. Kearifan lokal seperti rilang (keseimbangan) juga kian menguatkan prinsip pelestarian alami sesuai syariat.Ekoteologi membawa manfaat luas bagi umat Islam.
Secara spiritual, menjaga alam merupakan wujud ibadah dan ketakwaan sebagai khalifah di bumi. Secara sosial, ia membangun solidaritas dan gotong royong, menciptakan lingkungan sehat yang meningkatkan kualitas hidup.
Secara ekologis, ia memberi dasar syari’i untuk menghindari pemborosan, pencemaran, dan perusakan, sekaligus menjaga keberlanjutan bumi demi generasi kini dan mendatang.
Menteri Agama Prof KH Nasaruddin Umar. Bahkan melalui Kemenag ia telah menerbitkan
buku khusus tafsir Ayat-Ayat Ekologi menjadi momentum penting untuk meneguhkan kembali pandangan Al-Qur’an tentang kesucian alam dan menjadi sandaran umat manusia.
“Alam adalah segala sesuatu selain Allah. Jika Al-Qur’an merupakan kumpulan ayat mikrokosmos, maka alam semesta ini adalah kumpulan ayat makrokosmos. Keduanya sama-sama ayat Allah,” .
Menurutnya, krisis lingkungan tidak semata disebabkan oleh faktor teknologi atau ekonomi, tetapi berakar pada hilangnya arah spiritual. “Kerusakan ekologi terjadi karena tidak adanya tuntunan spiritual. Tanpa arah spiritual, manusia bisa lebih hina dari binatang,”
Sebagai sandaran pokok, Allah SWT berfirman dalam Surah Al-A’raf ayat 56:
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya.”
Ayat ini menegaskan larangan merusak bumi sebagai amanah yang harus dijaga keseimbangannya.
Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Jika hari kiamat sudah dekat dan salah seorang dari kalian memegang sebuah tunas pohon, maka hendaklah ia menanamnya.”
Hadits ini mengajarkan pentingnya menjaga dan merawat alam sebagai bagian dari iman dan amal salih.
Maka dari itu, pengembangan Teologi Hijau, pembentukan wakaf lingkungan, pendirian pusat penelitian fiqh al-bi’ah, integrasi pendidikan lingkungan berbasis syariat dalam kurikulum, serta pembentukan badan pengawas syariat lingkungan adalah langkah strategis yang mendesak untuk keberlanjutan umat dan alam.*Wallahu a’lam bishawab.*
