
Oleh: Drs.Mochamad Taufik. M.Pd. Guru SD Al Hikmah Surabaya & Mhs S3 UII DALWA Bangil
Pada Abad Pertengahan, pemerintahan Islam, khususnya di bawah sistem Khilafah Islamiyyah, memainkan peran krusial dalam mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Khalifah Harun Ar-Rasyid, misalnya, dikenal karena kontribusinya yang signifikan dalam memajukan pendidikan Islam. Pada masa pemerintahannya, nilai-nilai seperti keragaman, kesetaraan, toleransi, keterbukaan, keadilan, kebebasan, dan demokrasi diterapkan dalam sistem pendidikan, menciptakan lingkungan yang kondusif bagi perkembangan ilmu pengetahuan (jurnal.iain-bone.ac.id).
Di Andalusia, peradaban Islam menjadi pusat pertemuan budaya dan ilmu pengetahuan dari abad ke-8 hingga ke-15. Melalui penerjemahan karya-karya ilmuwan Muslim ke dalam bahasa Latin, pemikiran dan metode ilmiah yang berkembang di Andalusia menyebar ke Eropa, memberikan dasar penting bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern (ejournal.yayasanpendidikandzurriyatulquran.id).
Sistem Khilafah Islamiyyah juga mendorong lahirnya ilmuwan-ilmuwan polimatik yang menguasai berbagai disiplin ilmu. Tokoh-tokoh seperti Imam Al-Ghazali, Al-Khawarizmi, Ibnu Rusyd, dan Al-Kindi tidak hanya menguasai satu bidang, tetapi juga memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai aspek ilmu pengetahuan, termasuk filsafat, kedokteran, matematika, dan astronomi (ejournal.uika-bogor.ac.id).
Selain itu, peradaban Islam pada masa Khilafah Abbasiyah mencapai puncak kejayaannya dalam bidang ilmu pengetahuan. Penerjemahan besar-besaran teks-teks klasik ke dalam bahasa Arab, serta pengembangan ilmu-ilmu baru, menunjukkan komitmen pemerintahan Islam terhadap kemajuan intelektual. Institusi seperti Bait al-Hikmah berperan penting dalam integrasi ilmu pengetahuan agama dan umum, menciptakan era kemajuan yang signifikan bagi umat Islam (islamikaonline.com).
Banyak ilmuwan Muslim yang memberikan kontribusi signifikan dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan melalui karya-karya monumental mereka. Berikut adalah beberapa tokoh terkemuka beserta karya dan penemuan mereka:
1. Imam Al-Ghazali (1058–1111 M) Imam Al-Ghazali menulis Ihya Ulumuddin (Kebangkitan Ilmu-ilmu Agama), sebuah karya yang mengintegrasikan ajaran Islam dengan pemikiran filosofis dan sufistik. Karyanya ini menjadi rujukan utama dalam studi keislaman dan tasawuf.
2. Al-Khawarizmi (780–850 M) Muhammad bin Musa al-Khawarizmi dikenal sebagai “Bapak Aljabar” berkat karyanya Al-Kitab al-Mukhtasar fi Hisab al-Jabr wal-Muqabala, yang membahas solusi sistematis untuk persamaan linear dan kuadrat. Istilah “aljabar” sendiri berasal dari judul karyanya ini. Selain itu, al-Khawarizmi berperan dalam memperkenalkan sistem penomoran desimal dan konsep algoritma, yang namanya diabadikan dalam istilah “algoritma”.
3. Ibnu Rusyd (Averroes) (1126–1198 M) Ibnu Rusyd adalah seorang filsuf, dokter, dan ahli hukum yang terkenal dengan komentarnya terhadap karya-karya Aristoteles. Karyanya Tahafut al-Tahafut (Kerancuan Kerancuan) merupakan tanggapan terhadap kritik Al-Ghazali terhadap filsafat, di mana Ibnu Rusyd membela pemikiran rasional dan filsafat sebagai bagian integral dari pemahaman agama.
4. Al-Kindi (801–873 M) Al-Kindi, dikenal sebagai “Bapak Filsafat Arab”, menulis ratusan risalah yang mencakup berbagai bidang seperti filsafat, matematika, kedokteran, dan musik. Dalam bidang matematika, ia berkontribusi dalam memperkenalkan angka Hindu-Arab dan konsep kriptografi melalui karyanya Risalah fi Istikhraj al-Kutub al-Mu’ammah (Risalah tentang Menyibak Pesan-Pesan Terenkripsi), yang membahas metode analisis frekuensi dalam dekripsi pesan terenkripsi (en.wikipedia.org).
5. Jabir bin Hayyan (Geber) (721–815 M) Dikenal sebagai “Bapak Kimia”, Jabir bin Hayyan mengembangkan metode eksperimental dalam kimia dan menulis berbagai karya seperti Kitab Al-Kimya dan Kitab Al-Sab’een. Ia memperkenalkan proses kristalisasi, distilasi, kalsinasi, sublimasi, dan penguapan, serta mengembangkan instrumen untuk proses-proses tersebut.
6. Ibnu Sina (Avicenna) (980–1037 M) Ibnu Sina adalah seorang polymath yang karyanya Al-Qanun fi al-Tibb (Kanon Kedokteran) menjadi referensi utama dalam dunia medis selama berabad-abad. Selain itu, dalam bidang astronomi, ia menulis Al-Magest, yang membahas berbagai problematika astronomi dan memberikan kritik terhadap pandangan Aristoteles mengenai struktur alam semesta.
Karya-karya para ilmuwan Muslim ini tidak hanya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan pada masanya, tetapi juga menjadi fondasi bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Barat.
Untuk membangkitkan kembali kejayaan Islam dalam ilmu pengetahuan pada abad ini, diperlukan upaya islamisasi ilmu pengetahuan sebagaimana yang dikemukakan oleh Syed Muhammad Naquib al-Attas. Islamisasi ilmu pengetahuan berarti mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam ilmu pengetahuan modern, membangun paradigma keilmuan yang berlandaskan tauhid, serta menghilangkan unsur-unsur sekuler yang bertentangan dengan Islam. Dengan cara ini, ilmu pengetahuan tidak hanya menjadi alat kemajuan material, tetapi juga menjadi sarana peningkatan spiritual dan moral umat Islam.
Dengan mengadopsi pendekatan ini, umat Islam dapat kembali menjadi pemimpin peradaban dan mengembangkan ilmu pengetahuan yang tidak hanya canggih, tetapi juga bermakna dalam membangun masyarakat yang beradab dan berlandaskan nilai-nilai Islami