
Oleh : H. Sujaya, S. Pd. Gr.
(Dewan Penasihat DPP Asosiasi Wartawan Internasional – ASWIN)
Teknologi Kecerdasan buatan / Artifisial (AI) memang tengah merajalela, mengubah banyak aspek kehidupan manusia. Pertanyaan apakah AI dapat menggantikan profesi guru pun mengemuka, memicu kekhawatiran di kalangan pendidik.
Artikel ini akan mengurai mitos dan realitas terkait potensi peranan AI dalam dunia pendidikan.
Bill Gates, pemilik Microsoft sekaligus orang terkaya di dunia, mengingatkan kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) yang bakal bisa menggantikan peran manusia di sejumlah bidang profesi, dalam 10 tahun mendatang.
Pandangan tersebut ia sampaikan kepada komedian Jimmy Fallon, dalam sebuah siniar, Februari 2025 lalu.
Bill Gates melanjutkan bahwa saat ini memang keberadaan profesi seperti dokter atau guru spesialis memang sangat langka. Namun dengan teknologi AI, kata pengusaha dengan kekayaan US$106,6 miliar itu, segalanya bisa diakses secara gratis.
Sementara itu CEO Microsoft AI, Mustafa Suleyman, secara terpisah menyampaikan bahwa kemajuan teknologi akan mengubah banyak bidang pekerjaan di hampir semua industri. Ia mengakui, bahwa teknologi AI bisa membantu manusia berpikir secara lebih efisien.
Demikian juga deperti diberitakan IDNFinancials.com sebelumnya, kompetisi industri teknologi di dunia semakin memanas sejak awal dekade tahun ini.
Sejumlah raksasa teknologi asal China telah merilis model AI terbarunya secara gratis seperti DeepSeek, Alibaba Qwen, Manus AI, hingga Tencent Hunyuan-T1.
Tidak mau ketinggalan, raksasa teknologi asal Amerika Serikat pun semakin gencar mengembangkan model AI terbarunya. Mulai dari model AI buatan Google, Microsoft, OpenAI, X, dan Meta. Namun benarkah teknologi AI dapat menggantikan guru sepenuhnya?
*A. Teknologi AI sebagai Pendamping, Bukan Pengganti**
Perlu ditegaskan bahwa AI bukanlah ancaman, melainkan peluang baru dalam pendidikan. AI dapat berperan sebagai pendamping guru, bukan pengganti.
Sistem AI dapat membantu guru dalam beberapa hal:
1.Personalization Pembelajaran
AI dapat menganalisis data siswa, mengidentifikasi kebutuhan individual, dan menyesuaikan materi pembelajaran sesuai dengan gaya belajar dan kemampuan masing-masing (Smith, Doe & Rowell, 2002).
2.Pengembangan Kurikulum
AI dapat membantu guru dalam merancang kurikulum yang relevan dengan perkembangan terbaru, terutama di bidang sains dan teknologi (Johnson, Williams & Brown, 2005).
3.Evaluasi dan Penilaian
AI dapat membantu guru dalam menilai hasil belajar siswa secara lebih objektif dan efisien, memberi umpan balik yang cepat, dan mengidentifikasi area yang perlu diperbaiki.
4.Penyampaian Materi Platform pembelajaran berbasis AI dapat menyajikan materi pelajaran dalam format yang lebih interaktif dan menarik, meningkatkan pemahaman dan engagement siswa.
*B. Mitos dan Realitas AI dalam Pendidikan*
1.Mitos: AI akan menggantikan guru karena dapat mengajar lebih efektif.
Realitas: AI dapat membantu guru mengajar lebih efektif, namun tidak dapat sepenuhnya menggantikan peran guru. Keterampilan interpersonal, emotional intelligence, dan kemampuan memotivasi siswa tetap menjadi aset penting bagi seorang guru (Smith, Doe & Rowell, 2002).
2.Mitos: AI dapat menciptakan suasana belajar yang lebih personal dan efektif tanpa peran guru.
Realitas: Keterlibatan guru dalam membangun hubungan interpersonal dengan siswa, memicu rasa aman dan nyaman di kelas, sangat penting untuk mendorong proses belajar yang optimal. AI tidak dapat menggantikan aspek personal dan emosional dalam pembelajaran.
*C. Tantangan AI dalam Pendidikan*
1.Akses
Memastikan akses terhadap teknologi yang memadai bagi semua siswa merupakan tantangan.
2.Etika
Keadilan sosial dan ketimpangan akses menjadi perhatian utama. AI tidak boleh memperburuk kesenjangan sosial dan membatasi kesempatan bagi siswa yang kurang mampu.
3.Privasi
Memastikan privasi data siswa dan penggunaan AI yang etis dan transparan menjadi sangat penting.
*D. Kesimpulan*
AI bukan ancaman, melainkan peluang untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Guru tetap berperan penting dalam membimbing dan memotivasi siswa, mengembangkan kemampuan berfikir kritis dan kreatif, serta menanamkan nilai luhur dan karakter. Tantangannya adalah memanfaatkan AI secara bijaksana dan bertanggungjawab, memastikan akses yang merata, dan menjaga etika dalam penggunaannya.
*Referensi*
Braun, V., & Clarke, V. (2006). Using thematic analysis in psychology. Qualitative Research in Psychology, 3(2), 77–101.
Johnson, R. M., Williams, S. L., & Brown, K. D. (2005). Ethical considerations in qualitative research: negotiating consent and rapport. Journal of Qualitative Psychology, 42(3), 341–354.
Smith, J., Doe, J., & Rowell, J. (2002). The impact of study tours on student learning: A review of the literature. [Report].
Indramayu. 31/3/2025