Takluknya Konstantinopel Oleh Al Fatih

 

(oleh: Mochamad Taufik)

Langit fajar mulai menyingsing di ufuk timur, menyinari ribuan pasukan yang telah bersiap di bawah bendera Utsmani. Di kejauhan, dinding tinggi Konstantinopel menjulang gagah, seakan menantang siapapun yang berani menaklukkannya. Namun, di antara pasukan berkuda dan infanteri yang gagah berani, seorang pemuda berusia 21 tahun berdiri di atas kudanya dengan sorot mata tajam. Dialah Sultan Muhammad II, yang kelak dikenang sebagai Al-Fatih, sang penakluk.

Senjata Besar yang Mengguncang Dunia

Konstantinopel, kota yang telah berdiri selama lebih dari seribu tahun, memiliki benteng yang mustahil ditembus. Tiga lapis tembok raksasa dan parit dalam menjadikannya kota yang paling sulit ditaklukkan dalam sejarah. Namun, Al-Fatih bukanlah pemimpin biasa. Dengan pemikiran strategisnya yang tajam, ia menghadirkan Urban, seorang insinyur dari Hungaria, untuk menciptakan meriam terbesar yang pernah ada di zamannya.

Meriam raksasa bernama Şahi ini memiliki panjang lebih dari delapan meter dan mampu menembakkan peluru batu seberat 500 kilogram. Suaranya menggelegar, mengguncang bumi setiap kali ditembakkan. Benteng Byzantium yang sebelumnya tak tertandingi mulai menunjukkan retakannya. Setiap hari, Şahi menghujani dinding Konstantinopel dengan tembakan dahsyat, membuat para penjaga di dalam kota mulai ketakutan.

Namun, meskipun meriam-meriam besar menghancurkan sebagian tembok, benteng Konstantinopel tetap bertahan. Rakyat Byzantium, dipimpin oleh Kaisar Constantine XI Palaiologos, melakukan perlawanan sengit. Mereka memperbaiki tembok yang rusak, membangun barikade baru, dan bahkan menggunakan rantai raksasa di Tanduk Emas untuk menghalangi armada laut Utsmani.

Strategi Jenius: Kapal Perang di Atas Bukit

Al-Fatih menyadari bahwa kekuatan laut Byzantium menghambat pengepungan pasukannya. Rantai raksasa yang membentang di Tanduk Emas membuat armada laut Utsmani terjebak di luar pelabuhan. Tanpa menguasai Tanduk Emas, Konstantinopel akan tetap berdiri kokoh.

Maka, di sinilah kecerdasan Al-Fatih bersinar. Ia memikirkan strategi yang belum pernah terpikirkan sebelumnya dalam sejarah perang: mengangkut kapal-kapalnya melalui daratan!

Pada malam yang gelap, pasukan Utsmani bekerja tanpa henti. Mereka menebang pohon dan melumuri batangnya dengan minyak agar menjadi jalur licin. Kemudian, dengan bantuan ribuan tenaga manusia, kapal-kapal perang Utsmani dipindahkan melewati perbukitan Galata, menyeberangi daratan, dan diturunkan kembali ke Tanduk Emas di sisi lain.

Ketika fajar menyingsing, penduduk Konstantinopel terkejut melihat puluhan kapal perang Utsmani telah muncul di dalam Tanduk Emas, melewati pertahanan yang mereka anggap tak tertembus. Strategi brilian ini membuat semangat pasukan Byzantium runtuh, sementara pasukan Al-Fatih semakin percaya diri bahwa kemenangan sudah di depan mata.

Serangan Terakhir dan Kejayaan Islam

Pada tanggal 29 Mei 1453, serangan besar-besaran dimulai. Setelah hampir dua bulan pengepungan, Al-Fatih mengerahkan seluruh pasukan terbaiknya. Prajurit Janissary, pasukan elit Utsmani, maju dengan gagah berani. Meriam Şahi terus menggempur dinding terakhir yang masih berdiri.

Saat fajar merekah, bendera bulan sabit Utsmani akhirnya berkibar di atas benteng Konstantinopel. Pasukan Byzantium yang tersisa berusaha melarikan diri, sementara Kaisar Constantine XI memilih mati di medan perang. Konstantinopel akhirnya jatuh ke tangan Islam!

Ketika Sultan Muhammad Al-Fatih memasuki kota, ia turun dari kudanya dan bersujud syukur di tanah. Ia tidak merusak gereja atau membantai penduduk, tetapi justru menjadikan Hagia Sophia sebagai masjid pertama di Konstantinopel, menegaskan bahwa kota ini kini menjadi bagian dari dunia Islam.

Warisan Sang Penakluk

Sejak hari itu, Konstantinopel berubah nama menjadi Istanbul, menjadi pusat peradaban Islam dan kebudayaan yang luar biasa. Al-Fatih, dengan kecerdasan dan kepemimpinannya yang luar biasa, telah membuktikan bahwa tidak ada tembok yang tak bisa ditembus, jika Allah menghendakinya.

Sejarah mencatatnya sebagai pemimpin yang dijanjikan oleh Rasulullah SAW dalam hadisnya:
“Sungguh, Konstantinopel pasti akan ditaklukkan. Sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinnya, dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan itu.”

Dan benar, Muhammad Al-Fatih adalah pemimpin terbaik, dan pasukannya adalah pasukan terbaik!