
Sejarah Munculnya Budaya Carok di Madura perlu diketahui oleh masyarakat. Benarkah budaya asli Madura atau tidak. Berikut ini laporan Husnu Mufid Pemred menaramadinah.com:
Budaya carok di Madura tidak datang tiba-tiba, muncul akibat kepiawaian Belanda dalam mengadu domba sesama orang Madura, Belanda berharap melalui carok orang Madura mudah dipecah belah dan mudah dikuasai.
Carok secara bahasa berasal dari bahasa Jawa/Kawi Kuno, yang artinya “pertarungan” atau “perkelahian”. Meskipun demikian secara budaya, sebelum kedatangan Belanda di Pulau Madura tidak dikenal tradisi carok. Tradisi pertarungan sampai mati dengan menggunakan senjata berupa clurit tersebut baru muncul abad 19 selepas pemberontakan Sakera, Pahlawan Madura dari kalangan Santri dan Petani yang melakukan perlawanan di Jawa Timur dengan bersenjatakan Clurit.
Sakera bagi pemerintah kolonial Belanda dianggap sebagai seorang ekstrimis, meskipun pada kenyataannya Sakera merupakan sosok mandor tani tebu yang dikenal jago (Blater) dalam bertarung, yang diperangi Sakera bukan rakyat biasa melainkan pemerintah Kolonial dan perusahaan dan para kaki tangannya yang sewenang-wenang.
Setelah Sakera digantung akibat pemberontakan yang dilancarkannya, pemerintah kolonial Belanda perlu memperburuk citra Sakera di mata masyarakat, khususnya orang Madura, agar masyarakat Madura tidak meniru pemberontakan yang pernah dilakukan Sakera.
Salah satu cara Belanda menghancurkan Citra Sakera adalah dengan cara menjadikan tradisi pertarungan sampai mati dikalangan orang Madura dengan menggunakan Senjata Clurit, senjata yang digunakan Mandor Petani Tebu Sakera ketika dahulu melakukan perlawanan.
Para Blater (Jagoan) Madura yang menjadi kaki tangan penjajah Belanda mulai dipersenjatai oleh Belanda dengan clurit, para golongan Blater inilah yang kemudian seringkali melakukan Carok pada masa itu, mereka menantang carok bagi orang-orang yang menentang kekuasaan majikan Balandanya. Lambat laun orang Madura dan Cluritnya dianggap sebagai simbol kebrutalan, sekaligus juga dianggap simbol ketangguhan, mereka tidak sadar bahwa Belanda memanafatkan suasana tersebut untuk memperburuk citra.
Lambat laun, Carok menjadi tradisi bagi orang Madura, baik di pulau Madura maupun yang tinggal diluar pulau Madura. Mereka akan melakukan carok apabila harga dirinya merasa diinjak-injak dengan terlebih dahulu melakukan tantangan, mereka meniru gaya Para Blater (Jagoan) kaki tangan Belanda dalam menyelesikan masalah dan perselisihan. Hingga kini budaya yang memberikan efek negatif bagi suku Madura ini masih tetap ada meskipun tentunya tidak sebanyak zaman Belanda.
Akibat budaya carok, orang Madura dikenal sebagai orang-orang kasar, brutal, suka membunuh dengan clurit dan lain sebagainya, padahal kebanyakan orang Madura tidak begitu, orang Madura dikenal agamis dan hanya beberapa glintir saja dari keseluruhan orang Madura yang bersikap barbar.