
BLITAR – Pemuadi asal Kabupaten Blitar tepanya dari Kelurahan Kedungbunder, Kecamatan Sutojayan, Blitar patut menjadi inspirasi bagi kalangan anak muda.
Wanita itu bernama
Nur Risma Hamidah, santriwati penghafal atau hafizah. Risma panggilan karibnya mampu menyeimbangkan prestasi di dunia pendidikan dan konsisten menjaga hafalan 30 juz Alquran.
Risma memulai perjalanan hafalan Alquran sejak 2016 silam. Saat itu, dia masih duduk di kelas 2 SMA.
“Keluargaku nggak ada yang hafalan. Aku sempat punya keinginan sejak kelas 1 SMA, tapi baru terlaksana setahun kemudian,” ungkap alumnus UIN Maulana Malik Ibrahim Malang ini.
Upaya tersebut mendapat dukungan penuh dari orang tuanya yang mendorong niat baik Risma untuk menyelesaikan hafalan.
Bahkan diakui, proses menghafal Quran ini adalah bagian dari niat dan keinginan diri sendiri, tanpa paksaan dari siapa pun.
Setelah menyelesaikan pendidikan di pondok pesantren (ponpes) sejak 2012, Risma memilih melanjutkan studi di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dengan mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Arab.
Selama kesibukan kuliah, Risma tetap aktif dalam berbagai kompetisi. Bahkan, pada 2021 lalu, dia menjadi juara umum 2 dalam Kopma Fair Tingkat Nasional berkat esainya yang masuk lima besar grand final.
Tidak hanya itu, dia juga meraih juara harapan 2 dalam lomba tahfiz secara online tingkat nasional yang diselenggarakan oleh CCEO pada 2022. Serta dinobatkan sebagai The Best Presenter dalam seminar nasional Salingdidik Universitas Borneo Tarakan di tahun yang sama.
Saat itu, Risma juga menjalani program fast track yang menggabungkan semester akhir S-1 dengan semester awal S-2, sebuah tantangan besar yang dijalani dengan penuh tekad.
Ditanya terkait bagaimana dia tetap istiqamah menjaga hafalan Al-Qur’an di tengah kesibukan itu, dia mengaku bahwa keyakinan dan tawakal kepada Allah menjadi kunci utama.
“Allah itu sesuai prasangka hamba-Nya. Ketika Allah memberi kesibukan, aku yakin Allah juga memberi kemampuan untuk mengembannya,” ujar gadis kelahiran 21 Februari, 24 tahun lalu ini.
Meskipun menjalani program fast track yang sangat padat, dia percaya bahwa kesibukannya menuntut ilmu adalah cahaya.
“Quran, kuliah, skripsi, ngajar, semuanya adalah ilmu. Ilmu itu nggak mungkin saling melemahkan, justru kalau disatukan akan makin kuat dan terang,” ungkap gadis ramah ini.
Tantangan terbesar yang dilalui Risma dialami pada semester 1 dan 2 program S-2 atau bersamaan dengan semester akhir S-1.
Dia harus membagi waktu antara PKL di Blitar, kuliah di Malang, menyelesaikan skripsi, dan tugas-tugas S-2. Namun, dengan disiplin dan semangat tinggi, dia berhasil melewati masa-masa sulit tersebut.
“Semester 3 dan 4 lebih ringan meski sambil mengajar. Jamnya beda, jadi lebih santai dibanding awal-awal,” kenangnya.
Sejak 2023, dia sudah menjadi pengajar bagi mahasantri di Ma’had UIN Malang. Risma berharap ke depannya tetap berkecimpung di dunia pendidikan, khususnya di ranah kampus. Selain itu, dia ingin terus mendalami Alquran, baik sebagai penghafal maupun pengajar.
Untuk para hafiz dan hafizah muda yang memiliki banyak kesibukan, Risma berpesan agar selalu menjadikan Alquran sebagai prioritas utama.
“Alquran itu sumber segala ilmu dan mukjizat paling agung. Sesuai dawuh ulama, letakkan Alquran di depan, biar membuka jalan,” tuturnya. Dia juga menekankan pentingnya doa orang tua dan tirakat sebagai bekal spiritual yang tidak boleh dilupakan.*Imam Kusnin Ahmad*