Refleksi Hardiknas dan Tiga Dosa Besar Pendidikan

 

Oleh : Sujaya, S.Pd. Gr.

Pemerintah telah menetapkan tanggal 2 Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional (Harkitnas) merupakan hal yang sudah menjadi Keputusan Presiden Nomor 316 Tahun 1959. Penetapan itu berdasarkan hari lahir Ki Hajar Dewantoro yaitu tanggal 2 Mei 1889 yang merupakan Pahlawan Pendidikan.

Pada tahun 2024 ini Pemerintah dalam hal ini Kemendikbud Ristek mengangkat tema ” Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”. Dalam amanatnya sebagai pembina upacara Hardiknas 2024, Menteri Pendidikan Nasional Nadim Anwar Makarim mengatakan bahwa Pendidikan adalah tonggak utama dalam membangun masa depan. Di samping itu beliau mengajak semua siswa, orang tua, guru dan pemangku kebijakan untuk dapat bekerja bersama dalam memastikan bahwa setiap anak mendapatkan haknya atas Pendidikan yang berkualitas. Pendidikan yang menjaga disiplin, etika dan integritas sebagai pondasi masyarakat yang barokah.

Hanya saja upaya itu tentu akan jauh dari harapan bila dalam persoalan pendidikan kita masih perlu upaya nyata dan sungguh-sungguh dalam penghapusan tiga dosa besar pendidikan yang sudah dicanangkan Kemendikbud Ristek tentang masih marak terjadi tiga dosa besar pendidikan.

Tiga Dosa Besar Pendidikan
Ada tiga dosa besar di dunia pendidikan yang masih menjadi momok dalam mewujudkan pendidikan yang berkualitas di era Merdeka Belajar adalah sebagai berikut :

1.Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual merupakan bentuk tindakan dalam bentuk pelecehan dan tindakan pada persoalan pelecehan, kekerasan, dan ancaman terhadap persoalan seksual. Kekerapan bisa berupa kekerasan fisik dan non-fisik, psikologis, verbal bahkan dalam bentuk teknologi.

2. Perundungan/Bullying
Perundungan atau bullying bisa berupa fisik dan verbal. Perundungan fisik bisa berupa pemukulan, menendang, mendorong ataupun bentuk lain yang merugikan pihak lain.
Sedangkan perundungan verbal bisa berupa ejekan, hinaan ataupun panggilan negatif dan bisa jadi bersifat Rasis.

3. Intoleransi
Digambarkan sebagai sifat dari seseorang yang tidak menghormati dan menghargai pihak lain. Sebagai bangsa yang memiliki keragaman agama, suku, budaya, adat, Maka apabila sifat intoleransi ini muncul dalam suatu satuan pendidikan maka akan banyak menimbulkan konflik yang serius dan berakibat terganggunya proses pendidikan.

Sebagaimana sejak awal dilantiknya Mendikbud Ristek telah berkomitmen untuk menghapus apa yang disebut Tiga Dosa Besar Pendidikan yaitu Kekerasan Seksual, Perundungan/Bullying dan Intoleransi. Hingga ditetapkannya dan diluncurkannya sebagai payung hukum dengan Permendikbud No. 46 Tahun 2023 dalam upaya menghapus Tiga Dosa Besar di Satuan Pendidikan yang telah tersosialisasi di 38 Provinsi dan 514 Kabupaten /Kota se-Indonesia. Problem Dosa Pendidikan masih marak dan bahkan semakin sering terjadi. Kondisi ini akan mempengaruhi lingkungan pendidikan yang seharusnya aman, nyaman dan ramah serta menyenangkan.

Menurut catatan Forum Serikat Guru Indonesia (FSGI) dalam siaran persnya oleh Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti mengatakan bahwa sejak dicanangkan dan disosialisasikannya program penghapusan tiga dosa besar Pendidikan dari tahun 2022 hingga 2023 masih marak terjadi kekerasan seksual, Perundungan /kekerasan dan intoleransi masih marak terjadi.

FSGI mencatat kasus kekerasan seksual yang sampai pada proses hukum pada tahun 2022 sebanyak 17 Kasus. Kasus kekerasan /perundungan atau bullying pada tahun 2022 tercatat masih banyak terjadi terutama yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lainnya dan juga oleh guru baik di dunia pesantren dan lingkungan sekolah. Sedangkan dalam kasus intoleransi di satuan Pendidikan sepanjang tahun 2022 menganggap literasi dan moderasi beragama kondisinya masih belum cukup baik sehingga memberi kontribusi bagi maraknya perilaku intoleransi. Seperti pelarangan pemakaian jilbab terjadi 6 kasus dan 17 kasus pada pemaksaan penggunaan jilbab.

Solusi

Dalam upaya menghapus tiga dosa besar pendidikan. Bukan berarti Pemerintah tanpa usaha dan program yang solutif. Tetapi terkendala oleh beberapa faktor yang cukup kompleks. Sehingga masih diperlukan komitmen yang tinggi dan serius serta upaya intervensi yang lebih luas serta peran serta stakeholder dan seluruh elemen masyarakat.

Dalam upaya pencegahan dan menghapus kekerasan seksual perlu memperkuat sosialisasi dalam bentuk nyata maupun visual di medsos dan ruang publik. Penegakan Undang-undang Anti Kekerasan dan perlindungan terhadap anak serta perlu memperluas jangkauan edukasi publik dan. Menguatkan kolaborasi lintas Kementrian dan partisipasi dan kerjasama dengan pemerintah daerah.

Demikian juga dalam upaya pencegahan dan menghapus perundungan perlu pelaksanaan program Roots dengan strategi pengimbasan peer to peer melalui teman sebaya serta pelibatan guru sebagai fasilitator dan agen perubahan.

Sedangkan dalam upaya menghapus Intoleransi perlu memanfaatkan media sosial sebagai kanal utama edukasi dan penyampaian komunikasi publik yang murah dan efektif. Di samping itu perlu memanfaatkan sosialisasi komunitas dan ekosistem pendidikan sehingga terwujud karakter generasi yang ramah dan kebhinekaan yang menerima keragaman.

Riwayat Penulis :
Sujaya, S. Pd. Gr.
Guru SMPN 3 Sindang Indramayu
Juara 1 Lomba Olimpiade Guru Nasional (OGN) Bidang Studi Bahasa Indonesia
Kab. Indramayu 2015.
Juara 1 Guru Berprestasi 2014 Kab. Indramayu
Juara 1 Lomba Karya Ilmiah Guru Forum Ilmiah Guru (FIG) Kab. Indramayu 2013.
Juara III Lomba Karya Inovasi Ilmiah Nasional Indonesian Scientific Forum (ISF) Solo 2013.