Ramadan Karem Di Negeri Kincir Angin Bersama Guru Besar UIN KH. Ahmad Siddik Jember

 

Oleh: M. Noor Harisudin* Guru Besar Universitas Islam Negeri KH. Ahmad Siddik Jember

Jika KH. Moh. Romli dan KH. Lukman Hakim mendapat tugas dakwah Islam dari World Moslem Studies Center (Womester) ke Hong Kong, saya yang mendapat tugas ke Belanda. Jika keduanya berangkat jam 8 dan 9 Maret 2024 (Jum’at dan Sabtu), saya berangkat Minggu, jam 03.00 tepatnya 10 Maret 2024 dengan naik Kereta Api Pandalungan langsung rute Jember – Stasiun Gambir Jakarta.

Sebelumnya, saya sendiri khawatir tidak mendapatkan visa sehingga tidak bisa ke negeri kincir angin tersebut. Infonya, banyak juga yang tidak lolos visa ke Belanda. Karena itu, begitu visa dan pasport sampai rumah jam 10 pagi hari Ahad pagi (10 Maret 2024), saya langsung bergegas cari tiket PP Jakarta – Belanda. Sementara, seperti telah saya katakan tadi, untuk Jember ke Jakarta, saya memesan tiket kereta api Pandalungan.

Saya sampai di Stasiun Gambir, jam Senin, 11 Maret jam 04.45 WIB. Setelah ke hotel transit untuk mandi dan sholat subuh di Stasiun Gambir, saya menemui Kamil, sekretaris Womester yang lagi kuliah S3 di UIN Syarih Hidayatullah Jakarta. Saya langung ke Kopi Kenanga, berdiskusi kecil dengan Mas Kamil dan lalu bersiap naik GrabCar ke Belanda.

Dari Stasiun Gambir ke Bandara Soetta, kami tempuh setengah jam. Alhamdulillah, saya lalu check in di terminal 3 Bandara Internasional Soetta dan lalu bergabung masuk ke ruang imigrasi. Tidak lama, saya langsung menuju tempat boarding pass. Kebetulan, saya naik pesawat Turkish Airlines. Di Bandara Soetta, tepat jam 9. 50 WIB, saya berangkat ke Belanda melalui Turkish Airlines dan transit di Istanbul. Perjalanan Jakarta Turki mencapai 12 jam. Ketika tiba di Bandara Istanbul Turki, saya lihat jam Jakarta sudah menunjukan jam 10 malam atau jam 18.25 waktu Turki. Saya transit ke Bandara Istanbul Turki 14 jam 25 menit. Kesempatan ini saya gunakan untuk melihat kemegahan Bandara Internasional ini.

Bandara Instanbul Turki sangat keren. Saya takjub melihat kemegahan dan kemewahannya, serasa menikmati Turki di masa kejayaannya. Meski Bandara Internasional Istanbul Turki bukan termasuk tujuh terbaik Bandara Internasional dunia, Bandara Turki ini tidak kalah bahkan bisa lebih baik. Di bandara ini, lantai paling bawah di-design hanya menjadi lantai boarding pass penumpang. Sementara, lantai dua dan tiga Bandara desain berisi berbagai hal mulai restoran halal, took fasion, money changer, kafe copi, oleh-oleh Bandara dan semuanya berada di dua lantai tersebut.

Bandara Internasional Istanbul sangat luas. Bandara ini berdiri di area seluas 76,5 juta meter persegi. Bandara ini bahkan lebih besar dari kota Leicester di Inggris. Ada lima concourse di bandara, antara lain A, B, C, D dan F untuk penerbangan internasional dan G untuk penerbanganan domestik. Saya ‘mutar-mutar’ ke bandara ini merasa ‘tidak kuat’ karena sangat luasnya Bandara ini. Saya sempatkan sahur puasa pertama di bandara ini dengan nasi dan mie. Harganya lumayan, hanya 450 lira Turki atau setara 12,80 Euro.

Seperti kita tahu, bahwa Bandara Internasional Istanbul juga memiliki banyak fasilitas yang modern. Misalnya saja area dalamnya yang mewah dan membuat kita serasa berjalan di dalam hotel bintang lima. Terdapat pula lounge, duty free, dan masih banyak lagi. Demikian juga, masjid, family room, toilet, termasuk toilet difabel disediakan banyak jumlahnya. Semua fasilitasnya menarik, megah dan mewah.

Tidak hanya itu. Bandara Internasional Istanbul Turki juga dilengkapi dengan hotel kapsul untuk para penumpang yang harus transit lama dan ingin beristirahat terlebih dahulu. Bandara ini juga menyediakan banyak tempat duduk dan stop kontak untuk men-charge gadget kita.

Senin 11 Maret 2024 pagi jam 08.40, saya melanjutkan keberangkatan dari Bandara Istanbul, dengan menaiki Turkish Airlines bersama para penumpang dengan tujuan Belanda. Perjalanan sampai ke Belanda 10. 50, atau dua jam meski sejatinya empat jam perjalanan. Saya sempat dihentikan di Imigrasi oleh petugas. Kemudian, saya telpon mas Nur Ahmad, akhirnya diclearkan bahwa saya undangan PCI NU Belanda dan disini lima belas hari lamanya.

Setelah lolos imigrasi, saya keluar dan mencari bagasi. Tak lama, saya keluar disambut meriah Mbak Aprilia dan Mas Kiai Nur Ahmad. Betapa senangnya kami. Mas Nur Ahmad adalah Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU Belanda yang saat ini sedang kuliah doktor di Leidan. Sementara, Mbak Aprilia adalah pegawai Hotel Hyat yang tinggal lama di Belanda dan aktif di Masjid al-Ikhlas Amsterdam.

Setelah foto sejenak, kami langsung diajak Mbak Aprilia dan Mas Nur Ahmad ke Hotel Hyat Amsterdam. Sepanjang perjalanan, saya menikmati kincir angin yang berada tengah-tengah persawahan Amsterdam. Tak terasa, 10 menit perjalanan kami sudah sampau di Hotel. Saya pun mulai istirahat jam 11. 00 waktu Belanda. *** (Bersambung) *

M. Noor Harisudin adalah Direktur World Moslem Studies Center (Womester), Pengasuh Ponpes Darul Hikam Mangli Kaliwates Jember, Wakil Ketua PW Lembaga Dakwah NU Jawa Timur, Ketua Komisi Pengkajian, Penelitian dan Pelatihan MUI Jawa Timur, dan Guru Besar UIN KHAS Jember.