TRADISI BERMAAFAN SEBELUM BULAN RAMADHAN

Catatan Renungan Drs. H. Haryadi Pamungkas, M. Ph.

Assalamualaikum, WR. Wb.
Sahabat Muslim,

Ramadan 1445 H tinggal menghitung hari. Sebagai bulan yang dimuliakan dalam Islam dengan segala manfaat dan keberkahannya, tentu kehadirannya sangat dinantikan oleh seluruh umat muslim.
Biasanya jelang ramadahan banyak pesan Whatsaap tentang tradisi saling memafkan. Mereka yang melestarikan tradisi ini beralasan dengan hadits yang terjemahannya sebagai berikut:

Ketika Rasullullah sedang berkhutbah pada Shalat Jum’at (dalam bulan Sya’ban), beliau mengatakan Amin sampai tiga kali, dan para sahabat begitu mendengar Rasullullah mengatakan Amin, terkejut dan spontan mereka ikut mengatakan Amin. Tapi para sahabat bingung, kenapa Rasullullah berkata Amin sampai tiga kali. Ketika selesai shalat Jum’at, para sahabat bertanya kepada Rasullullah, kemudian beliau menjelaskan: “ketika aku sedang berkhutbah, datanglah Malaikat Jibril dan berbisik, hai Rasullullah Amin-kan do’a ku ini,” jawab Rasullullah.
Do’a Malaikat Jibril itu adalah:
“Ya Allah tolong abaikan puasa ummat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal yang berikut:

1) Tidak memohon maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya (jika masih ada);
2) Tidak bermaafan terlebih dahulu antara suami istri;
3) Tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya.

Namun anehnya, hampir semua orang yang menuliskan hadits ini tidak ada yang menyebutkan periwayat hadits. Setelah dicari, hadits ini pun tidak ada di kitab-kitab hadits.

Entah siapa orang iseng yang membuat hadits tersebut Atau bisa jadi juga, pembuat hadits ini berinovasi membuat tradisi bermaaf-maafan sebelum Ramadhan. Yang jelas, hadits yang tidak ada asal-usulnya, kita pun tidak tahu siapa yang mengatakan hal itu, sebenarnya itu bukan hadits dan tidak perlu kita hiraukan, apalagi diamalkan.

Meminta maaf itu disyariatkan dalam Islam. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
“Orang yang pernah menzhalimi saudaranya dalam hal apapun, maka hari ini ia wajib meminta perbuatannya tersebut dihalalkan oleh saudaranya, sebelum datang hari dimana tidak ada ada dinar dan dirham. Karena jika orang tersebut memiliki amal shalih, amalnya tersebut akan dikurangi untuk melunasi kezhalimannya. Namun jika ia tidak memiliki amal shalih, maka ditambahkan kepadanya dosa-dosa dari orang yang ia zhalimi” (HR. Bukhari no.2449)

Dari hadits ini jelas bahwa Islam mengajarkan untuk meminta maaf, jika berbuat kesalahan kepada orang lain. Adapun meminta maaf tanpa sebab dan dilakukan kepada semua orang yang ditemui, tidak pernah diajarkan oleh Islam.

Mengapa Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam dan para sahabat tidak pernah berbuat demikian? Padahal mereka orang-orang yang paling khawatir akan dosa. Selain itu, kesalahan yang tidak sengaja atau tidak disadari tidak dihitung sebagai dosa di sisi Allah Ta’ala. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam,

“Sesungguhnya Allah telah memaafkan ummatku yang berbuat salah karena tidak sengaja, atau karena lupa, atau karena dipaksa” (HR Ibnu Majah, 1675, Al Baihaqi, 7/356, Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, 4/4, di shahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah)

Sehingga, perbuatan meminta maaf kepada semua orang tanpa sebab bisa terjerumus pada ghuluw (berlebihan) dalam beragama.

Meminta maaf itu dapat dilakukan kapan saja dan yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera, karena kita tidak tahu kapan ajal menjemput. Sehingga mengkhususkan suatu waktu untuk meminta maaf dan dikerjakan secara rutin setiap jelang bulan ramadhan tidak dibenarkan dalam Islam dan bukan ajaran Islam.
Wallahu’alam.

Haryadi Pamungkas